Kisah Pasukan Baret Jingga Nyaris Bom Tentara Australia saat Konflik Timor Timur
loading...
A
A
A
Korps Paskhas TNI Angkatan Udara (AU), pasukan elite yang disegani di dunia, menunjukkan keberaniannya dalam sebuah insiden di Bandara Komoro saat Timor Timur berpisah dari Indonesia pada 20 Mei 2002.
Pada saat itu, mereka nyaris terlibat bentrok dengan pasukan Australia yang tergabung dalam International Force for East Timor (Interfet). Pada kejadian tersebut, sebanyak 80 prajurit Paskhas hampir saja terlibat baku tembak dengan pasukan Australia.
Dikutip dari buku Kiki Syahnakri: Timor Timur The Untold Story, aksi pasukan Interfet itu dilatarbelakangi informasi intelijen yang mereka terima, bahwa Timtim telah dikuasai milisi bersenjata. Timtim juga dikabarkan kacau balau.
Insiden ini bermula ketika pesawat C-130 Hercules yang membawa pasukan Interfet mendarat di Bandara Komoro. Setelah mendarat, pasukan Interfet langsung membentuk formasi tempur dan perimeter pertahanan, siap untuk bertempur.
Mereka didasari informasi intelijen yang menyatakan bahwa Timor Timur telah dikuasai oleh milisi bersenjata dan situasi kacau. Kenyataannya, kondisi di Timor Timur saat itu relatif aman, kecuali di wilayah hutan yang masih terjadi konflik.
Tindakan pasukan Interfet yang berlebihan ini membuat prajurit Paskhas terheran-heran dan memicu ketegangan. Melihat situasi yang semakin genting, prajurit Paskhas sudah bersiap dengan senjata mereka, siap menghadapi kemungkinan terburuk.
Ketegangan meningkat ketika Pangkoopsau II Marsda TNI Ian Santosa tiba di Bandara Komoro pada 20 September 1999. Saat turun dari pesawat C-130 Hercules TNI AU, dia dikawal oleh pasukan Paskhas bersenjata lengkap.
Namun, kedatangannya disambut dengan senjata yang ditodongkan oleh pasukan Interfet, yang menganggap rombongan Marsda TNI Ian Santosa sebagai ancaman. Reaksi keras datang dari prajurit Paskhas yang langsung menodongkan senjata mereka kepada pasukan Interfet.
Mereka bahkan siap meledakkan granat jika ada ancaman terhadap pimpinan mereka. Dalam situasi yang sangat tegang ini, Kapten Eka, salah satu komandan Paskhas, dengan tegas berteriak, “Hei, ini jenderal saya, panglima saya, keamanan di sini tanggung jawab saya.”
Kondisi sangat genting, dengan kedua belah pihak saling menodongkan senjata. Kapten Eka memperingatkan agar tidak ada tembakan sebelum ada komando darinya, seraya siap memulai aksi jika diperlukan.
Meskipun Paskhas kalah jumlah personel dibandingkan Interfet, mereka sepakat menggunakan granat sebagai senjata mematikan jika terjadi kontak senjata.
Peristiwa ini menjadi salah satu bukti nyata keberanian dan kesiapan Korpaskhas TNI AU untuk menghadapi segala medan dan menumpas musuh yang melawan NKRI. Paskhas dikenal sebagai satuan tempur darat yang memiliki kemampuan tiga matra: udara, laut, dan darat.
Mereka siap diterjunkan di segala medan, baik hutan, kota, rawa, sungai, maupun laut. Sejarah panjang Paskhas dimulai dari operasi penerjunan 13 anggota AURI di Sambi, Kotawaringin Barat, Kalimantan Tengah, pada 17 Oktober 1947.
Saat itu merupakan operasi penerjunan tempur pertama di Indonesia. Sejak itu, pasukan ini terus berkembang dan menempa diri menjadi salah satu pasukan elite yang disegani di dunia.
Tugas utama Korpaskhas TNI AU adalah membina kekuatan dan kemampuan satuan Paskhas untuk siap operasional dalam melaksanakan perebutan sasaran dan pertahanan objek strategis Angkatan Udara, pertahanan udara, serta operasi khusus dan khas matra udara.
Hal ini menjadikan mereka pasukan elite yang siap berada di garis depan dalam operasi tempur perebutan lanud. Selain insiden di Timor Timur, Paskhas juga pernah menunjukkan keberanian mereka di berbagai operasi lain.
Seperti saat menembak mati anggota Kelompok Kriminal Bersenjata (KKB) Papua dalam serbuan tempur di Bandara Armaga Aminggaru, Distrik Omukia, Kabupaten Puncak, Papua, pada 19 Februari 2021.
Pada saat itu, mereka nyaris terlibat bentrok dengan pasukan Australia yang tergabung dalam International Force for East Timor (Interfet). Pada kejadian tersebut, sebanyak 80 prajurit Paskhas hampir saja terlibat baku tembak dengan pasukan Australia.
Dikutip dari buku Kiki Syahnakri: Timor Timur The Untold Story, aksi pasukan Interfet itu dilatarbelakangi informasi intelijen yang mereka terima, bahwa Timtim telah dikuasai milisi bersenjata. Timtim juga dikabarkan kacau balau.
Baca Juga
Insiden ini bermula ketika pesawat C-130 Hercules yang membawa pasukan Interfet mendarat di Bandara Komoro. Setelah mendarat, pasukan Interfet langsung membentuk formasi tempur dan perimeter pertahanan, siap untuk bertempur.
Mereka didasari informasi intelijen yang menyatakan bahwa Timor Timur telah dikuasai oleh milisi bersenjata dan situasi kacau. Kenyataannya, kondisi di Timor Timur saat itu relatif aman, kecuali di wilayah hutan yang masih terjadi konflik.
Tindakan pasukan Interfet yang berlebihan ini membuat prajurit Paskhas terheran-heran dan memicu ketegangan. Melihat situasi yang semakin genting, prajurit Paskhas sudah bersiap dengan senjata mereka, siap menghadapi kemungkinan terburuk.
Ketegangan meningkat ketika Pangkoopsau II Marsda TNI Ian Santosa tiba di Bandara Komoro pada 20 September 1999. Saat turun dari pesawat C-130 Hercules TNI AU, dia dikawal oleh pasukan Paskhas bersenjata lengkap.
Baca Juga
Namun, kedatangannya disambut dengan senjata yang ditodongkan oleh pasukan Interfet, yang menganggap rombongan Marsda TNI Ian Santosa sebagai ancaman. Reaksi keras datang dari prajurit Paskhas yang langsung menodongkan senjata mereka kepada pasukan Interfet.
Mereka bahkan siap meledakkan granat jika ada ancaman terhadap pimpinan mereka. Dalam situasi yang sangat tegang ini, Kapten Eka, salah satu komandan Paskhas, dengan tegas berteriak, “Hei, ini jenderal saya, panglima saya, keamanan di sini tanggung jawab saya.”
Kondisi sangat genting, dengan kedua belah pihak saling menodongkan senjata. Kapten Eka memperingatkan agar tidak ada tembakan sebelum ada komando darinya, seraya siap memulai aksi jika diperlukan.
Meskipun Paskhas kalah jumlah personel dibandingkan Interfet, mereka sepakat menggunakan granat sebagai senjata mematikan jika terjadi kontak senjata.
Baca Juga
Peristiwa ini menjadi salah satu bukti nyata keberanian dan kesiapan Korpaskhas TNI AU untuk menghadapi segala medan dan menumpas musuh yang melawan NKRI. Paskhas dikenal sebagai satuan tempur darat yang memiliki kemampuan tiga matra: udara, laut, dan darat.
Mereka siap diterjunkan di segala medan, baik hutan, kota, rawa, sungai, maupun laut. Sejarah panjang Paskhas dimulai dari operasi penerjunan 13 anggota AURI di Sambi, Kotawaringin Barat, Kalimantan Tengah, pada 17 Oktober 1947.
Saat itu merupakan operasi penerjunan tempur pertama di Indonesia. Sejak itu, pasukan ini terus berkembang dan menempa diri menjadi salah satu pasukan elite yang disegani di dunia.
Tugas utama Korpaskhas TNI AU adalah membina kekuatan dan kemampuan satuan Paskhas untuk siap operasional dalam melaksanakan perebutan sasaran dan pertahanan objek strategis Angkatan Udara, pertahanan udara, serta operasi khusus dan khas matra udara.
Hal ini menjadikan mereka pasukan elite yang siap berada di garis depan dalam operasi tempur perebutan lanud. Selain insiden di Timor Timur, Paskhas juga pernah menunjukkan keberanian mereka di berbagai operasi lain.
Seperti saat menembak mati anggota Kelompok Kriminal Bersenjata (KKB) Papua dalam serbuan tempur di Bandara Armaga Aminggaru, Distrik Omukia, Kabupaten Puncak, Papua, pada 19 Februari 2021.
(ams)