Hayam Wuruk Biayai Pendirian Bangunan Suci hingga Perluasan Wilayah Majapahit dari Pajak Rakyat

Jum'at, 14 Juni 2024 - 07:19 WIB
loading...
Hayam Wuruk Biayai Pendirian...
Raja Majapahit Hayam Wuruk versi AI Nusantara dalam pemerintahannya amat bergantung kepada pajak untuk membiayai pendirian bangunan suci hingga perluasan wilayah atau perang. Foto/IG @ainusantara
A A A
RAJA Majapahit Hayam Wuruk dalam pemerintahannya amat bergantung kepada pajak yang jadi sumber pendapatan negara. Saat itu penguasa yang membawa kejayaan Majapahit ini naik tahta menggantikan Tribhuwana Tunggadewi, ibu kandungnya.

Di era Hayam Wuruk, Kerajaan Majapahit menjadi kerajaan bersifat agraris, hingga negeri perdagangan. Pajak dari rakyat kala itu konon digunakan untuk pegawai kerajaan, prajurit, keluarga raja, biaya pendirian bangunan suci, perluasan wilayah (perang).



Bahkan konon upacara keagamaan, pesta-pesta atau acara kerajaan, hingga perjalanan kunjungan raja-raja ke daerah juga dibiayai oleh pajak dari setoran rakyat, sebagaimana dimuat pada Kakawin Nagarakertagama, pupuh: LXXXV sampai XCI, yang dikutip dari "700 Tahun Majapahit (1293-1993) Suatu Bunga Rampai".



Keperluan-keperluan seperti tersebut di atas membutuhkan biaya yang sangat besar, sehingga untuk menutup anggarannya diperlukan pengerahan hasil bumi, upeti dan pajak dari berbagai aktivitas ekonomi dan kenegaraan.

Upaya peningkatan pendapatan kerajaan selain dalam bentuk pengembangan usaha pertanian, perkebunan, dan intensifikasi dengan pengolahan tanah dan irigasi, juga dilakukan dalam bentuk upaya peningkatan pemungutan pajak.

Hal ini dapat dibuktikan dari banyaknya jenis aktivitas yang dikenai pajak.



Selain itu pendapatan dari upeti juga merupakan sumber yang penting, baik dari sudut ekonomi maupun politik. Sistem upeti sebagai tanda kesetiaan kepada raja dan bersifat wajib, ditentukan berdasarkan jenis dan besarnya barang yang diserahkan.

Selain dari kedua jenis pendapatan itu masih terdapat pemasukan lain, yaitu dari denda. Pemasukan denda diperoleh dari kasus-kasus putusan peradilan yang menyangkut berbagai perkara, seperti termuat dalam prasasti-prasasti jayapatra.

Hayam Wuruk juga sadar potensi besar hasil bumi di negerinya. Peranan hasil bumi ini menjadi penyangga kehidupan rumah tangga istana.


Oleh karena itu raja dan kerabatnya berusaha meningkatkan hasil bumi ini, antara lain dengan memperluas lahan pertanian dengan cara membuka hutan.

Hal ini sebagaimana dilakukan oleh Raja Hayam Wuruk di Watsari dekat Tigawangi Selain itu juga dengan membuka ladang luas di Sagala.

Sedangkan Pangeran Wengker, mertua Hayam Wuruk membuka hutan di Surabhana, Pasuruan, dan Pajang.

Perluasan daerah pertanian, diikuti pula dengan sistem pengolahan tanah secara intensif, dimaksudkan untuk meningkatkan hasil, untuk mengisi lumbung dan kas negara.

Dari hasil pajak Kerajaan Majapahit melakukan pembangunan besar-besaran, pembuatan saluran irigasi.

Pengadaan sarana irigasi dilakukan dengan membangun bendungan. Pada masa sebelum Majapahit pembangunan bendungan bahkan mendapat perhatian langsung dari raja, sebagaimana termuat dalam prasasti Kamalagyan tahun 959 Saka.

Pembuatan bendungan dan saluran irigasi dilakukan oleh para pegawai daerah dan petani penggarap, yang ditunjuk dan diangkat oleh para adipati sebagai penguasa daerah. Penguasa daerah dalam hal ini tidak melakukan aktivitas pertanian.

Ia tinggal menunggu panen sambil bersenang-senang di ibu kota. Apabila sudah tiba saatnya ia akan menerima hasil bumi dan kemudian mendistribusikannya, sebagian untuk dirinya dan sebagian lagi diserahkan ke pemerintah pusat.
(shf)
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.3646 seconds (0.1#10.140)