Sejarah Masa Kejayaan Majapahit dan Raja Hayam Wuruk
loading...
A
A
A
Masa kejayaan Majapahit berlangsung dalam era pemerintahan Hayam Wuruk. Masa sebelumnya, kejayaan Majapahit baru mulai mendaki ke arah puncaknya.
Pada masa pemerintahan Ratu Tribhuwanatunggadewi (1328-1350 M), ibunda Hayam Wuruk, Majapahit mulai melebarkan pengaruhnya ke luar Jawa, antara lain ke Bali.
Menurut Pararaton, Gajah Mada mengucapkan sumpahnya yang terkenal pada masa pemerintahan Tribhuwanatunggadewi. Sumpah tersebut mampu dibuktikan dalam masa pemerintahan Hayam Wuruk yang berada di puncak kemegahan Wilwatikta.
Pada 1350 M, Dyah Hayam Wuruk naik tahta Majapahit menggantikan ibunya, yaitu Ratu Tribhuwanatunggadewi Jayawisnuwardhani. Sebelumnya, Hayam Wuruk berkedudukan sebagai rajakumara (raja muda) di Jiwana (Kahuripan).
Kitab Pararaton menyebut tokoh ini setelah meninggal dengan sebutan Bhra Hyang Wekasing Sukha, sedangkan nama Hayam Wuruk waktu kecil menurut Pararaton ialah Raden Tetep. Masa pemerintahan Hayam Wuruk dianggap masa kejayaan Majapahit.
Sebab tidak ada konflik internal maupun eksternal dengan 'daerah-daerah lainnya, kecuali peristiwa Pasundan-Bubat di tahun 1357 M. Daerah-daerah di luar Pulau Jawa banyak yang mengakui kebesaran Majapahit.
Hal ini terlihat dengan dikirimkannya utusan setiap tahun ke istana Hayam Wuruk. Pengiriman utusan atau upeti ke Majapahit bukan akibat penyerangan atas daerah-daerah tersebut, melainkan karena perjalanan muhibah armada dagang Majapahit yang megah ke daerah-daerah.
Mereka lalu mengagumi kebesaran Majapahit sehingga daerah-daerah rela mengirimkan upetinya Menurut uraian Nagarakretagama, pada masa pemerintahan Hayam Wuruk terdapat tahun-tahun penting yang berkenaan dengan kegiatan perjalanannya.
Misalnya ke Jawa bagian Timur tahun 1353 M mengadakan perjalanan ke Pajang, 1354 M perjalanan ke Pantai Lasem dan tahun 1357 M ke pantai selatan. Pada saat mengadakan perjalanan ke pantai selatan inilah terjadi peristiwa Pasundan-Bubat.
Pararaton menyatakan bahwa Gajah Mada mengundurkan diri dari jabatannya setelah peristiwa Bubat. Oleh karena itu, Hayam Wuruk menganugerahi Gajah Mada wilayah sima (daerah perdikan) untuk keperluan istirahatnya.
Masa pemerintahan Hayam Wuruk tanpa patih ini berlangsung selama tiga tahun. Dalam Pararaton disebutkan jika pada saat itu para dewan merasa tidak ada seorang yang dapat menggantikan tugas Patih Gajah Mada.
Sepeninggal Gajah Mada, Hayam Wuruk memang seakan kehilangan arah namun Majapahit masih menjadi kerajaan terbesar di Nusantara. Namun pada saat Hayam Wuruk meninggal barulah Kerajaan Majapahit mulai masuk ke jurang kehancuran.
Lihat Juga: Kisah Pangeran Diponegoro Marah Besar ke Sultan Muda Keraton Yogyakarta Akibat Hilangnya Tradisi Jawa
Pada masa pemerintahan Ratu Tribhuwanatunggadewi (1328-1350 M), ibunda Hayam Wuruk, Majapahit mulai melebarkan pengaruhnya ke luar Jawa, antara lain ke Bali.
Menurut Pararaton, Gajah Mada mengucapkan sumpahnya yang terkenal pada masa pemerintahan Tribhuwanatunggadewi. Sumpah tersebut mampu dibuktikan dalam masa pemerintahan Hayam Wuruk yang berada di puncak kemegahan Wilwatikta.
Pada 1350 M, Dyah Hayam Wuruk naik tahta Majapahit menggantikan ibunya, yaitu Ratu Tribhuwanatunggadewi Jayawisnuwardhani. Sebelumnya, Hayam Wuruk berkedudukan sebagai rajakumara (raja muda) di Jiwana (Kahuripan).
Kitab Pararaton menyebut tokoh ini setelah meninggal dengan sebutan Bhra Hyang Wekasing Sukha, sedangkan nama Hayam Wuruk waktu kecil menurut Pararaton ialah Raden Tetep. Masa pemerintahan Hayam Wuruk dianggap masa kejayaan Majapahit.
Sebab tidak ada konflik internal maupun eksternal dengan 'daerah-daerah lainnya, kecuali peristiwa Pasundan-Bubat di tahun 1357 M. Daerah-daerah di luar Pulau Jawa banyak yang mengakui kebesaran Majapahit.
Hal ini terlihat dengan dikirimkannya utusan setiap tahun ke istana Hayam Wuruk. Pengiriman utusan atau upeti ke Majapahit bukan akibat penyerangan atas daerah-daerah tersebut, melainkan karena perjalanan muhibah armada dagang Majapahit yang megah ke daerah-daerah.
Mereka lalu mengagumi kebesaran Majapahit sehingga daerah-daerah rela mengirimkan upetinya Menurut uraian Nagarakretagama, pada masa pemerintahan Hayam Wuruk terdapat tahun-tahun penting yang berkenaan dengan kegiatan perjalanannya.
Misalnya ke Jawa bagian Timur tahun 1353 M mengadakan perjalanan ke Pajang, 1354 M perjalanan ke Pantai Lasem dan tahun 1357 M ke pantai selatan. Pada saat mengadakan perjalanan ke pantai selatan inilah terjadi peristiwa Pasundan-Bubat.
Pararaton menyatakan bahwa Gajah Mada mengundurkan diri dari jabatannya setelah peristiwa Bubat. Oleh karena itu, Hayam Wuruk menganugerahi Gajah Mada wilayah sima (daerah perdikan) untuk keperluan istirahatnya.
Masa pemerintahan Hayam Wuruk tanpa patih ini berlangsung selama tiga tahun. Dalam Pararaton disebutkan jika pada saat itu para dewan merasa tidak ada seorang yang dapat menggantikan tugas Patih Gajah Mada.
Sepeninggal Gajah Mada, Hayam Wuruk memang seakan kehilangan arah namun Majapahit masih menjadi kerajaan terbesar di Nusantara. Namun pada saat Hayam Wuruk meninggal barulah Kerajaan Majapahit mulai masuk ke jurang kehancuran.
Lihat Juga: Kisah Pangeran Diponegoro Marah Besar ke Sultan Muda Keraton Yogyakarta Akibat Hilangnya Tradisi Jawa
(ams)