Akademika dan Masyarakat Sipil Sumbar Menuntut Kecurangan Pemilu Harus Diusut Tuntas

Rabu, 20 Maret 2024 - 20:21 WIB
loading...
Akademika dan Masyarakat Sipil Sumbar Menuntut Kecurangan Pemilu Harus Diusut Tuntas
Ratusan Ratusan akademika dan masyarakat sipil Sumatra Barat melakukan aksi di depan Kantor Gubernur Sumatera Barat, Jalan Sudirman, Kota Padang, Rabu (20/3/2024). Foto/Rus Akbar
A A A
PADANG - Ratusan akademika dan masyarakat sipil Sumatra Barat melakukan unjuk rasa di depan Kantor Gubernur Sumatera Barat, Jalan Sudirman, Kota Padang, Rabu (20/3/2024). Dalam aksi Ibu Pertiwi Memanggi, mereka menuntut praktik-praktik kecurangan dan penyimpangan bernegara itu diusut tuntas.

Menurut Hary Efendi Iskandar, sebagai salah satu inisiator aksi, saat ini praktik politik kekuasaan telah mengesampingkan prinsip-prinsip keadaban seperti kewarasan, kebenaran, moral dan etika dalam mengelola negara dan pemerintahan. “Akibatnya menimbulkan tatanan demokrasi dan keadilan di negeri ini terancam runtuh,” katanya.

Saat ini, kata Ajo, panggilan akrab Hary, praktik-praktik politik kekuasaan yang diperankan oleh para pemegang kekuasaan terendus melalui Pemilihan Umum dan Pemilihan Presiden/Wakil Presiden 2024. Di mana pemilihan umum sebagai wujud kedaulatan rakyat menjadi seremonial belaka.

“Begitu pula dengan penyelenggara pemilunya (KPU dan Bawaslu) seperti tidak berdaya menjawab kehendak publik yang berkaitan dengan berbagai persoalan yang amat serius tentang kredibilitas pelaksanaan pemilu,” ujarnya.



Hary menambahkan, saat ini kredibilitas pelaksanaan Pemilu 2024 ini telah mendapat perhatian serius dari dunia Internasional. Komite Hak Asasi Manusia Perserikatan Bangsa-bangsa turut mempertanyakan netralitas seorang Presiden Joko Widodo, dan legalitas pemilu di Indonesia.

“Aksi ini merupakan bentuk keprihatinan sembari merajuk berbagai kekuatan akademik, kekuatan masyarakat sipil kekuatan ormas dan kita terus gelindingkan ini sebagai kekuatan bola salju,” ujarnya.

Hary menjelaskan, aksi ini tidak ada kaitannya kalah menang Pemilu. Aksi ini respons masyarakat terhadap Presiden Jokowi yang secara terang-terangan tidak malu-malu memperagakan sikap tidak netral.

“Jadi tidak ada hubungannya dengan 01, 02 dan 03. Ini sudah selesai tapi ke depan berbagai praktik kecurangan itu harus dituntaskan. Kalau tidak jangan disalahkan rakyat kalau bergerak bersama dan munculnya people power,” katanya.



Sementara Direktur Pusat Studi Konstitusi (Pusako) Charles Simabura, mengatakan pada tahun 1998 menghapus dwi fungsi ABRI, sekarang malah pemerintah memberi ruang kembali untuk itu. Charles juga mengecam politik dinasti ala Jokowi, memberikan jenderal bintang 4 kepada pelanggar HAM.

"Proyek ambisius Jokowi yakni IKN juga telah memakan korban, menggusur masyarakat adat setempat," ujarnya.

Aksi tersebut dihadiri kalangan akademisi, NGO dan mahasiswa dari berbagai perguruan tinggi. Aksi tersebut akan dilanjutkan dalam massa yang lebih besar lagi setelah Idulfitri.

Aksi tersebut menyampaikan delapan tuntutan:

1. Mendesak Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) untuk segera melakukan hak angket guna mengusut tuntas dugaan kecurangan yang terjadi dalam Pemilihan Umum tahun 2024.

2. Mendesak perubahan atau penyempurnaan dan pembentukan Undang-Undang Pemilu dan Pemilihan Presiden, Lembaga Kepresidenan, serta berbagai peraturan perundang-undangan lainnya, guna mencegah konflik kepentingan, penyalahgunaan kekuasaan (abuse of power), dan praktik-praktik negara yang tidak lagi menghormati nilai-nilai etika, moral, dan keadaban.

3. Menegaskan perlunya penyelidikan yang adil terhadap pihak-pihak yang terbukti melakukan pelanggaran dalam proses pemilu.

4. Mendesak pemerintah untuk mengambil tindakan tegas terhadap pihak-pihak yang memanfaatkan situasi bergejolaknya harga kebutuhan pokok masyarakat untuk keuntungan pribadi.

5. Menghentikan praktik politik transaksional yang justru merusak sistem cheks and balances yang makin memperkuat oligarki dan penghisapan terhadap kekayaan sumber daya alam.

6. Mengingatkan kita semua, rakyat Indonesia untuk tetap menjalankan fungsi kontrol dan pengawasan terhadap penyelenggaraan negara, guna memastikan agar tidak terjadi penyimpangan dari tujuan bernegara.

7. Menolak segala upaya untuk menghidupkan kembali dwifungsi ABRI, dan kami mendesak larangan bagi anggota polisi dan TNI aktif untuk menduduki jabatan sipil.

8. Mengingatkan agar semua aparatur penyelenggara negara wajib taat dan patuh pada konstitusi dan etika bernegara, termasuk dalam proses pembentukan peraturan perundang-undangan.
(wib)
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1949 seconds (0.1#10.140)