Alami 3 Macam Teror, Guru Besar Psikologi UGM Prof Kuntjoro Soeparno Menolak Lapor Polisi

Senin, 18 Maret 2024 - 20:52 WIB
loading...
Alami 3 Macam Teror, Guru Besar Psikologi UGM Prof Kuntjoro Soeparno Menolak Lapor Polisi
Guru Besar Psikologi UGM Prof Kuntjoro Soeparno menolak lapor polisi setelah dapat teror buntut dari pembacaan petisi kampus memanggil. Foto/Istimewa
A A A
YOGYAKARTA - Guru Besar Psikologi UGM Prof Kuntjoro Soeparno mendapat teror setelah pembacaan petisi kampus memanggil. Namun dia mengaku jika teror sudah tidak berlanjut dan tidak ada teror lagi .

Dia justru mengatakan jika aksi teror yang menimpanya itu digunakan untuk belajar. Di mana dari beberapa pengalaman-pengalaman diteror itu dirinya bisa belajar.

Dia mengaku menemukan ada tiga jenis teror yang menimpa dirinya. "Ada dua teror yang dilakukan setelah petisi pemilu. Kalau sama yang sebelum pemilu justru jadi 3 jenis teror," tuturnya, Senin (18/3/2024).



Teror yang pertama yaitu lone wolf di mana ada teror ada pesan ke nomor pribadinya. Kemudian teror yang kedua itu adalah buzzer di mana itu tersistematis kemudian berkelompok.

Namun kalau dibandingkan dengan yang dulu, Kuntjoro mengungkapkan ada kemungkinan tiga jenis teror. Ada satu ada teror melalui media sosial tetapi yang datang ke kantor ada 1.

"Itu sebelum pencoblosan, kalau sesudah pencoblosan itu hanya satu yang kemarin. Yaitu yang WA," tambahnya.

Dia menandaskan jika teror tersebut ada kaitannya dengan pembacaan petisi yang dia lakukan. Semua terjadi setelah petisi dan ada kalimat yang menyinggung soal petisi.



"Jelas kalau itu, kan kalimatnya begitu, mengatakan bahwa curang-curang, golek jabatan," tandasnya.

Dia kembali menegaskan jika dirinya tidak akan lapor polisi. Dia bakal lapor polisi tetapi dalam bentuk lain karena dia mengaku punya banyak teman polisi yang juga menbicarakan teror ini.

"Secara resmi (saya) tidak akan melapor ke polisi. Karena saya murni untuk menggunakan sebagai media belajar,"ucapnya.

Dia mengungkapkan, setelah mendapat teror melalui WA di pagi hari, siang harinya dia harus menghadiri rapat di polda DIY untuk membicarakan kasus penipuan, kasus di Yogya Scaming dan kasus yang lain itu banyak.



Jadi dia menggunakan teror yang dialami untuk belajar. Dia mengaku mendapat beberapa kali teror mulai ketika pertama kali membaca puisi awal Februari.

Kemudian untuk yang datang ke kantornya dia sudah tidak ingat lagi karena dua minggu setelah pembacaan petisi pertama istrinya meninggal dunia. “Saat istri meninggal saya sudah tidak konsentrasi lagi," tambahnya.

Kala itu ada dua orang laki-laki yang datang ke kantornya mencari dirinya. Bahkan meninggalkan nomor telepon dan berpesan agar dirinya menghubungi nomer tersebut.

Namun dia tidak sudi untuk menelepon nomor yang diberikan karena merasa tidak butuh. “Saya juga ndak mau apa urusannya dan yang butuh siapa,” ujarnya.

Kuntjoro mengaku teman-temannya cukup banyak yang membantu. Temannya yang dari kepolisian, sipil dan juga LPSK sudah bersedia membantunya. Dia sudah menganggap teror tersebut sudah selesai.

Saat ini dia tetap mengajar seperti biasanya dan dirinya tetap mengelola pondok pesantren di Panggang Gunungkidul. Pondok Pesantren itu adalah Pesantren Trimulyo Jati di pelosok Gunungkidul.
(wib)
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1608 seconds (0.1#10.140)