Kasus Mafia Tanah Kas Desa, Mantan Kadis Pertanahan DIY Divonis 4 Tahun Penjara
loading...
A
A
A
YOGYAKARTA - Terjerat kasus mafia tanah, mantan Kepala Dinas (Kadis) Pertanahan dan Tata Ruang (Dispertaru) DIY, Krido Suprayitno divonis 4 tahun penjara dan denda Rp300 juta.
Krido juga mendapat hukuman penyitaan aset yaitu dua sertifikat tanah hasil gratifikasi disita negara.
Mantan Kepala Dispertaru DIY ini terjerat tindak pidana korupsi (Tipikor) penyalahgunaan tanah kas desa (TKD) Caturtunggal, Sleman. Krido telah menyalahgunakan jabatan untuk memperkaya diri sendiri.
Krido terlihat hadir secara langsung dalam persidangan dan mendengarkan vonis yang dibacakan majelis hakim Pengadilan Negeri (PN) Yogyakarta pada Rabu (6/3/2024).
Persidangan kali ini dipimpin oleh Ketua Majelis Hakim Tri Asnuri Herkutanto dengan anggota Vonny Trisaningsih dan Elias Hamonangan.
Putusan untuk Krido dibacakan secara bergantian oleh majelis hakim. Agenda sidang sebenarnya bakal dilaksanakan pukul 09.00 WIB namun baru dimulai pukul 10.00 WIB.
Dalam berkas yang dibacanya, Ketua Majelis Hakim Tri Asnuri menyebut dakwaan pertama primair dan pertama subsidair dari jaksa penuntut umum (JPU) terhadap Krido tidak terbukti secara sah dan meyakinkan.
Oleh karena itu, terdakwa dibebaskan dari dakwaan pertama primair dan pertama subsidair dari JPU.
"Krido terbukti secara sah melakukan Tipikor sebagaimana dakwaan kedua JPU. Oleh karena itu, menjatuhkan pidana kepada terdakwa Krido dengan pidana penjara selama empat tahun dan pidana denda sejumlah Rp 300 juta atau ganti kurungan 1 tahun," ucap Tri Asnuri.
Majelis hakim juga memvonis dengan pidana tambahan yaitu perampasan barang yakni dua buah sertifikat hak milik (SHM) atas nama Krido Suprayitno dengan masing-masing luasnya 997 meter persegi dan 811 meter persegi.
Di mana lokasi asetnya tersebut berada di Purwomartani, Sleman.
Sedangka untuk pidana tambahan perampasan aset tanah sama seperti tuntutan JPU. Tetapi, tuntutan perampasan lainnya dari JPU berupa uang sebesar Rp235.049.816 dan uang sebesar Rp55 juta terhadap Krido tidak divonis hakim.
Menurut Hakim, hal yang memberatkan adalah terdakwa menghianati kepercayaan negara/pemerintah/pemerintah daerah dan rakyat dalam mengelola pembangunan dan pengembangan desa.
Terdakwa telah menikmati dan menggunakan uang hasil tindak pidana, terdakwa menghianati sumpah jabatan padahal telah diberi penghasilan oleh pemerintah daerah.
"Di samping itu, terdakwa juga menentang program penyelenggaran negara yang bersih dan bebas KKN dan Antikorupsi," tambah Hakim.
Sementara hal yang meringankan di antaranya terdakwa bersikap sopan selama di persidangan, terdakwa menyesali perbuatannya, terdakwa mempunyai tanggungan keluarga, terdakwa belum pernah dihukum, terdakwa telah menitipkan uang gratifikasi sebesar Rp4.755.050.000.
Terdakwa juga telah menyerahkan di persidangan 2 (dua) buah SHM/Purwomartani Nomor 14576 dengan luas tanah 997 m2 atas nama Krido Suprayitno dan SHM Nomor 14577/Purwomartani dengan luas tanah 811 m2 atas nama Krido Suprayitno.
Terpisah, Jogja Corruption Watch meminta agar jaksa mengjukan banding atas vonis terhadap krido. Peneliti Jogja Corruption Watch (JCW) Baharuddin Kamba meminta agar Jaksa Penuntut Umum (JPU) pada Kejaksaan Tinggi DIY untuk mengajukan banding.
Jaksa harus banding supaya minimum pemidanaan hampir sama dengan tuntutan jaksa penuntut umum yakni 8 tahun penjara.
"Alasan JPU Kejati DIY harus banding adalah posisi terdakwa Krido Suprayitno sebagai Kepala Dispertaru DIY," ujarnya.
Bahkan jauh sebelum terdakwa Krido Suprayitno menjabat sebagai Kadispertaru DIY sudah kenal dan aktif berkomunikasi dengan Direktur Utama PT Deztama Putri Santosa, yakni Robibson Saalino.
Krido juga mendapat hukuman penyitaan aset yaitu dua sertifikat tanah hasil gratifikasi disita negara.
Mantan Kepala Dispertaru DIY ini terjerat tindak pidana korupsi (Tipikor) penyalahgunaan tanah kas desa (TKD) Caturtunggal, Sleman. Krido telah menyalahgunakan jabatan untuk memperkaya diri sendiri.
Krido terlihat hadir secara langsung dalam persidangan dan mendengarkan vonis yang dibacakan majelis hakim Pengadilan Negeri (PN) Yogyakarta pada Rabu (6/3/2024).
Persidangan kali ini dipimpin oleh Ketua Majelis Hakim Tri Asnuri Herkutanto dengan anggota Vonny Trisaningsih dan Elias Hamonangan.
Putusan untuk Krido dibacakan secara bergantian oleh majelis hakim. Agenda sidang sebenarnya bakal dilaksanakan pukul 09.00 WIB namun baru dimulai pukul 10.00 WIB.
Baca Juga
Dalam berkas yang dibacanya, Ketua Majelis Hakim Tri Asnuri menyebut dakwaan pertama primair dan pertama subsidair dari jaksa penuntut umum (JPU) terhadap Krido tidak terbukti secara sah dan meyakinkan.
Oleh karena itu, terdakwa dibebaskan dari dakwaan pertama primair dan pertama subsidair dari JPU.
"Krido terbukti secara sah melakukan Tipikor sebagaimana dakwaan kedua JPU. Oleh karena itu, menjatuhkan pidana kepada terdakwa Krido dengan pidana penjara selama empat tahun dan pidana denda sejumlah Rp 300 juta atau ganti kurungan 1 tahun," ucap Tri Asnuri.
Majelis hakim juga memvonis dengan pidana tambahan yaitu perampasan barang yakni dua buah sertifikat hak milik (SHM) atas nama Krido Suprayitno dengan masing-masing luasnya 997 meter persegi dan 811 meter persegi.
Di mana lokasi asetnya tersebut berada di Purwomartani, Sleman.
Sedangka untuk pidana tambahan perampasan aset tanah sama seperti tuntutan JPU. Tetapi, tuntutan perampasan lainnya dari JPU berupa uang sebesar Rp235.049.816 dan uang sebesar Rp55 juta terhadap Krido tidak divonis hakim.
Menurut Hakim, hal yang memberatkan adalah terdakwa menghianati kepercayaan negara/pemerintah/pemerintah daerah dan rakyat dalam mengelola pembangunan dan pengembangan desa.
Terdakwa telah menikmati dan menggunakan uang hasil tindak pidana, terdakwa menghianati sumpah jabatan padahal telah diberi penghasilan oleh pemerintah daerah.
"Di samping itu, terdakwa juga menentang program penyelenggaran negara yang bersih dan bebas KKN dan Antikorupsi," tambah Hakim.
Sementara hal yang meringankan di antaranya terdakwa bersikap sopan selama di persidangan, terdakwa menyesali perbuatannya, terdakwa mempunyai tanggungan keluarga, terdakwa belum pernah dihukum, terdakwa telah menitipkan uang gratifikasi sebesar Rp4.755.050.000.
Terdakwa juga telah menyerahkan di persidangan 2 (dua) buah SHM/Purwomartani Nomor 14576 dengan luas tanah 997 m2 atas nama Krido Suprayitno dan SHM Nomor 14577/Purwomartani dengan luas tanah 811 m2 atas nama Krido Suprayitno.
Terpisah, Jogja Corruption Watch meminta agar jaksa mengjukan banding atas vonis terhadap krido. Peneliti Jogja Corruption Watch (JCW) Baharuddin Kamba meminta agar Jaksa Penuntut Umum (JPU) pada Kejaksaan Tinggi DIY untuk mengajukan banding.
Jaksa harus banding supaya minimum pemidanaan hampir sama dengan tuntutan jaksa penuntut umum yakni 8 tahun penjara.
"Alasan JPU Kejati DIY harus banding adalah posisi terdakwa Krido Suprayitno sebagai Kepala Dispertaru DIY," ujarnya.
Bahkan jauh sebelum terdakwa Krido Suprayitno menjabat sebagai Kadispertaru DIY sudah kenal dan aktif berkomunikasi dengan Direktur Utama PT Deztama Putri Santosa, yakni Robibson Saalino.
(shf)