SPKS Dorong Dana PSR Petani Sawit Tembus Rp60 Juta Per Hektare
loading...
A
A
A
PEKANBARU - Serikat Petani Kelapa Sawit (SPKS) mendorong adanya dukungan pemerintah membangun keadilan bagi petani kelapa sawit di Indonesia. Program PSR yang telah berjalan diharapkan mampu menjadikan petani kelapa sawit di Indonesia menjadi lebih baik.
Ketua Umum SPKS Sabarudin mengatakan, keberadaan petani swadaya selama ini selalu terpinggirkan. Sebab itu, program Peremajaan Sawit (PSR) dapat memberikan rasa keadilan bagi petani kelapa sawit di Indonesia.
”Terutama penggunaan dana sawit yang dihimpun Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS) yang selama ini, penggunaannya tidak adil bagi petani,” kata Sabarudin dalam keterangannya, Selasa (27/2/2024).
Menurut dia, penggunaan dana sawit BPDPKS, masih jauh panggang dari api, lantaran dana belum mampu menghadirkan keadilan bagi petani kelapa sawit. Misalnya dukungan dana sawit BPDPKS bagi PSR hanya sebesar Rp30 juta per hektar.
“Hal itu masih sangat dirasakan para petani kelapa sawit masih sangat kurang. Karena itu, SPKS pada tahun 2020 hingga 2021 mendorong DPR untuk membentuk Panja Sawit untuk mencari solusi atas aturan permasalahan ini,” jelasnya.
Sabarudin menjelaskan, Komisi IV DPR sudah membentuk Panja Sawit tersebut. Sejak 2021 hingga 2023, SPKS terus mendorong perbaikan tata kelola sawit rakyat melalui peningkatan biaya peremajaan sawit dan debirokratisasi dalam mengakses dana sawit.
Sebab, kata dia, petani banyak terjebak dalam berbagai persyaratan. Saat itu, komisi IV telah menyetujui bahkan DPD juga meminta agar dana sawit untuk peremajaan sawit harus ditingkatkan sesuai dengan masukan dari organisasi petani sawit.
Namun pemerintah tidak kunjung eksekusi. “Dana sawit BPDPKS bagi PSR petani swadaya sawit sangat kurang, lantaran berdasarkan praktek lapangan, kebutuhan replanting kebun sawit petani berkisar Rp. 60 juta hingga Rp. 70 juta per hektar,” paparnya.
Kini, kebutuhan dukungan dana sawit BPDPKS menjadi Rp60 juta per hektare. Dana tersebut dapat membantu petani menyiapkan lahan perkebunan kelapa sawit miliknya menjadi lebih baik. Selain itu mencegah petani sawit skala kecil dijerat oleh hutang.
Sebab dengan petani sawit yang sudah berumur 50 tahun, jika masih dibebankan oleh hutang untuk menambah kekurangan alokasi dana dari BPDP-KS untuk peremajaan sawit akan menyulitkan petani kecil tersebut.
Sebelumnya, Menko Perekonomian RI, Airlangga Hartarto dan Menteri ATR/BPN Agus Harimurti Yudoyono, dalam pembahasan Peremajaan Sawit Rakyat mendukung keberpihakan pemerintah terhadap petani kelapa sawit didorong melalui kenaikan subsidi dana.
”Dukungan pemerintah dengan kenaikan subsidi dana dari BPDPKS dari Rp30 juta menjadi Rp. 60 juta per hektar. Keberpihakan terhadap PSR juga harus didukung dengan dengan kemudahan akses pembiayaan bagi petani kelapa sawit dari dana BPDPKS,” tegasnya.
Sesuai dengan konsen Presiden Jokowi yang mendorong tata kelola pemerintahan yang baik, maka legalitas lahan kebun sawit petani seharusnya mendapatkan kemudahan dan pelayanan pemerintah supaya mendapatkan sertifikat lahan.
Legalitas lahan masih momok menakutkan bagi petani kelapa sawit di Indonesia. Sebab itu, koordinasi Menko Perekonomian dan Menteri ATR/BPN yang dipimpin Presiden Jokowi ini, menjadi harapan baru, bagi sertifikasi lahan menjadi Sertifikat Hak Milik (SHM).
“SHM bagi petani kelapa sawit dapat di realisasikan dan di percepat oleh Menteri ATR/BPN, Agus Harimurti Yudoyono yang baru di lantik, harapan kami Pak Menteri AHY segera merealisasikan keinginan petani sawit,” tandasnya.
Untuk diketahui, SPKS berdiri sejak 2005 dari diskusi kritis mengenai kondisi dan situasi petani kelapa sawit di Indonesia. Beranggotakan petani kelapa sawit yang memiliki usaha perkebunan kelapa sawit kurang dari 4 hektar dan dikelola secara langsung.
Petani swadaya di Indonesia memiliki peranan penting dalam mendorong produksi minyak sawit dan keberlanjutannya. Kegiatan dilakukan SPKS melalui pembangunan kelembagaan petani swadaya di Indonesia, mendorong pengelolaan melalui praktik budidaya terbaik.
Ketua Umum SPKS Sabarudin mengatakan, keberadaan petani swadaya selama ini selalu terpinggirkan. Sebab itu, program Peremajaan Sawit (PSR) dapat memberikan rasa keadilan bagi petani kelapa sawit di Indonesia.
”Terutama penggunaan dana sawit yang dihimpun Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS) yang selama ini, penggunaannya tidak adil bagi petani,” kata Sabarudin dalam keterangannya, Selasa (27/2/2024).
Menurut dia, penggunaan dana sawit BPDPKS, masih jauh panggang dari api, lantaran dana belum mampu menghadirkan keadilan bagi petani kelapa sawit. Misalnya dukungan dana sawit BPDPKS bagi PSR hanya sebesar Rp30 juta per hektar.
“Hal itu masih sangat dirasakan para petani kelapa sawit masih sangat kurang. Karena itu, SPKS pada tahun 2020 hingga 2021 mendorong DPR untuk membentuk Panja Sawit untuk mencari solusi atas aturan permasalahan ini,” jelasnya.
Sabarudin menjelaskan, Komisi IV DPR sudah membentuk Panja Sawit tersebut. Sejak 2021 hingga 2023, SPKS terus mendorong perbaikan tata kelola sawit rakyat melalui peningkatan biaya peremajaan sawit dan debirokratisasi dalam mengakses dana sawit.
Sebab, kata dia, petani banyak terjebak dalam berbagai persyaratan. Saat itu, komisi IV telah menyetujui bahkan DPD juga meminta agar dana sawit untuk peremajaan sawit harus ditingkatkan sesuai dengan masukan dari organisasi petani sawit.
Namun pemerintah tidak kunjung eksekusi. “Dana sawit BPDPKS bagi PSR petani swadaya sawit sangat kurang, lantaran berdasarkan praktek lapangan, kebutuhan replanting kebun sawit petani berkisar Rp. 60 juta hingga Rp. 70 juta per hektar,” paparnya.
Kini, kebutuhan dukungan dana sawit BPDPKS menjadi Rp60 juta per hektare. Dana tersebut dapat membantu petani menyiapkan lahan perkebunan kelapa sawit miliknya menjadi lebih baik. Selain itu mencegah petani sawit skala kecil dijerat oleh hutang.
Sebab dengan petani sawit yang sudah berumur 50 tahun, jika masih dibebankan oleh hutang untuk menambah kekurangan alokasi dana dari BPDP-KS untuk peremajaan sawit akan menyulitkan petani kecil tersebut.
Sebelumnya, Menko Perekonomian RI, Airlangga Hartarto dan Menteri ATR/BPN Agus Harimurti Yudoyono, dalam pembahasan Peremajaan Sawit Rakyat mendukung keberpihakan pemerintah terhadap petani kelapa sawit didorong melalui kenaikan subsidi dana.
”Dukungan pemerintah dengan kenaikan subsidi dana dari BPDPKS dari Rp30 juta menjadi Rp. 60 juta per hektar. Keberpihakan terhadap PSR juga harus didukung dengan dengan kemudahan akses pembiayaan bagi petani kelapa sawit dari dana BPDPKS,” tegasnya.
Sesuai dengan konsen Presiden Jokowi yang mendorong tata kelola pemerintahan yang baik, maka legalitas lahan kebun sawit petani seharusnya mendapatkan kemudahan dan pelayanan pemerintah supaya mendapatkan sertifikat lahan.
Legalitas lahan masih momok menakutkan bagi petani kelapa sawit di Indonesia. Sebab itu, koordinasi Menko Perekonomian dan Menteri ATR/BPN yang dipimpin Presiden Jokowi ini, menjadi harapan baru, bagi sertifikasi lahan menjadi Sertifikat Hak Milik (SHM).
“SHM bagi petani kelapa sawit dapat di realisasikan dan di percepat oleh Menteri ATR/BPN, Agus Harimurti Yudoyono yang baru di lantik, harapan kami Pak Menteri AHY segera merealisasikan keinginan petani sawit,” tandasnya.
Untuk diketahui, SPKS berdiri sejak 2005 dari diskusi kritis mengenai kondisi dan situasi petani kelapa sawit di Indonesia. Beranggotakan petani kelapa sawit yang memiliki usaha perkebunan kelapa sawit kurang dari 4 hektar dan dikelola secara langsung.
Petani swadaya di Indonesia memiliki peranan penting dalam mendorong produksi minyak sawit dan keberlanjutannya. Kegiatan dilakukan SPKS melalui pembangunan kelembagaan petani swadaya di Indonesia, mendorong pengelolaan melalui praktik budidaya terbaik.
(ams)