Cing Cing Goling, Bukti Pelarian Pasukan Majapahit di Gunungkidul

Minggu, 05 Agustus 2018 - 05:00 WIB
Cing Cing Goling, Bukti Pelarian Pasukan Majapahit di Gunungkidul
Cing Cing Goling, Bukti Pelarian Pasukan Majapahit di Gunungkidul
A A A
Desa Gedangrejo, Kecamatan Karangmojo merupakan desa bersejarah di Gunungkidul. Di sebuah areal sawah di dusun Gedangan selalu digunakan untuk upacara adat Cing Cing Goling.

Di lokasi ini ada dua tempat, masing-masing di dekat bendungan sungai dan juga di areal sawah yang menjadi lokasi upacara adat Cing Cing Goling tersebut.

Lokasinya tidak berubah dan dipindahkan, karena lokasi tersebut dipercaya sebagai lokasi masuknya pelarian tokoh kerajaan majapahit, Wisang Sanjaya bersama Yudopati di bumi Gunungkidul.

Tokoh setempat Sugiyanto menuturkan, setiap tahun Desa Gedangrejo selalu menggelar upacara adat cing cing goling. Upacara ini merupakan upacara adat sebagai bentuk terima kasih karena pangeran Wisang Sanjaya, pelarian kerajaan Majapahit yang sudah membuat bendungan sungai sehingga bisa dimanfaatkan untuk pertanian.

"Pangeran Wisang Sanjaya bersama istrinya masuk di Desa Gedangrejo. Meski harus berjuang melawan perampok yang akan menggangu istrinya, namun bisa diselesaikan dan memberi manfaat dengan pengairan yang dibuat melalui bendungan, upacara adat cing cing goling inilah upaya kami untuk melestarikan adat turun temurun," ucapnya.

Dalam cerita Cing Cing Goling selalu menggambarkan puluhan laki-laki nampak mengerumuni seorang wanita beserta beberapa pengawal. Mereka selalu mencoba untuk merebut wanita yang hanya didampingi beberapa pengawal tersebut.

Aksi kejar- kejaran pun tidak bisa dihindari sehingga tanaman petani rusak lantaran ulah segerombolan laki-laki yang berusaha merebut perempuan yang dieketahui pelarian asal Majapahit, istri Wisang Sanjaya. Para lelaki selalu bergairah melihat Nyai wisangsanjaya yang cantik dan seringkali bawahan jarik (kain) tersingkap saat berlari.

Sebuah aksi teatrikal menggambarkan kesuksesan prajurit majapahit mengamankan Nyai Wisangsanjaya dari serangan perampok yang berakhir dengan pembuatan bendungan oleh prajurit dalam satu malam sehingga tanah menjadi subur. "Jadi tanah yang diinjak injak tersebut kemudian dibangun bendungan agar tanah subur kembali dengan sistem pengairan," katanya.

Dalam upacara adat Cing Cing Goling yang digelar setahun sekali, juga selalu terdapat ratusan ingkung ayam yang dibawa untuk dikendurikan bersama dan dibagikan kepada warga yang hadir.

Ingkung-ingkung tersebut merupakan perwujudan rasa syukur melalui nazar warga. Semua gembira lantaran hasil panen mereka menjadi melimpah setelah sebelumnya lahan pertanian mereka rusak akibat perampok yang bermaksud membawa perempuan asal majapahit tersebut.

Jumlah ayam ingkung setiap tahun berbeda-beda. Hal ini tergantung dari jumlah warga yang memiliki nadzar.

Ketika para pemuka masyarakat sedang mengumpulkan makanan, ratusan ibu-ibu sudah siap dengan seperangkat panci masing-masing. Satu persatu para pemuka memasukkan nasi sekaligus lauknya ke dalam panci masing-masing warga. Setelah semua mendapatkan nasi ingkung ini, kemudian didoakan dan selanjutnya dibungkus dan dibawa pulang.

Ketua Dewan kebudayaan Gunungkidul CB Supriyanto mengatakan Gunungkidul memang kabupaten yang tidak bisa lepas dari sejarah Majapahit. Selain adat cing cing goling, beberapa lokasi juga menjadi tempat bertapa petinggi Majapahit. Di Pantai Ngobaran yang ada di Kecamatan Saptosari juga tempat bertapa Brawijaya V hingga amoksa pati.
(nag)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.8753 seconds (0.1#10.140)