Demo Jaringan Gugat Demokrasi Yogyakarta, Serukan Stop Politik Dinasti
loading...
A
A
A
YOGYAKARTA - Kelompok masyarakat sipil yang tergabung dalam Jaringan Gugat Demokrasi turun ke jalan untuk menyuarakan kritik dan keprihatinan soal kemunduran demokrasi di era pemerintahan Presiden Joko Widodo (Jokowi).
Mereka menyerukan agar politik dinasti dihentikan. Demonstrasi itu berlangsung di pertigaan Gejayan, Jalan Colombo, Caturtunggal, Depok, Sleman, DIY pada Senin (12/02/2024).
Humas Jaringan Gugat Demokrasi, Sani mengatakan, aksi ini berangkat dari Pemilu 2024 yang dipaksa jadi pintu untuk melanggengkan kekuasaan dengan menempuh cara-cara tidak etis.
Selain itu, pihaknya menilai pemerintahan saat ini selama berkuasa dari tahun 2014 sampai 2024 telah melakukan pembangunanisme seperti Orde Baru yang hanya menguntungkan para oligarki.
"Pembangunan, terutama implementasi Proyek Strategis Nasional (PSN) dijalankan dengan cara menggerus demokrasi (regresi demokrasi), melumpuhkan pemberantasan korupsi, dan menyiapkan berbagai aturan undang-undang yang memberi karpet merah kepada pemodal," ujarnya.
Dampak pembangunan ini, kata dia, sungguh luar biasa, merusak bentang alam, memiskinkan warga, menghilangkan ruang hidup, dan memarginalkan kelompok perempuan. Selain itu rakyat juga menjerit karena berbagai barang kebutuhan hidup yang makin mahal, terutama beras dan biaya pendidikan.
Sementara itu, Koordinator aksi Jaringan Gugad Demokrasi Adi Himawan Kurniadi menyoroti kurangnya kontrol kepada pemerintahan Presiden Jokowi oleh masyarakat sipil.
Bahkan, para budayawan, seniman, intelektual, dan tokoh publik justru sering mengglorifikasi pembangunan infrastruktur. Dukungan ini juga ditopang dengan rezim digital yang dipenuhi para pendengung pemerintah.
Adi meminta para intelektual, budayawan dan tokoh nasional agar melakukan pertobatan massal karena ikut menciptakan politik dinasti. Otoritarianisme sudah mencengkeram demokrasi.
“Sudah cukup diskusi dan perlu banyak aksi. Para intelektual dan budayawan harus turun ke jalan untuk menggerakkan kesadaran rakyat melawan tirani oligarki setelah Pemilu Februari 2024,” tegasnya.
Menurutnya, Pemilu 2024 seharusnya bisa menjadi pesta demokrasi yang adil, jujur, transparan dan inklusif. Namun, mereka menilai masih marak praktik politik uang dan politik transaksional.
Lihat Juga: Protes Pembatasan Kuota Serapan oleh Industri, Peternak Sapi di Boyolali Demo Mandi Susu
Mereka menyerukan agar politik dinasti dihentikan. Demonstrasi itu berlangsung di pertigaan Gejayan, Jalan Colombo, Caturtunggal, Depok, Sleman, DIY pada Senin (12/02/2024).
Humas Jaringan Gugat Demokrasi, Sani mengatakan, aksi ini berangkat dari Pemilu 2024 yang dipaksa jadi pintu untuk melanggengkan kekuasaan dengan menempuh cara-cara tidak etis.
Selain itu, pihaknya menilai pemerintahan saat ini selama berkuasa dari tahun 2014 sampai 2024 telah melakukan pembangunanisme seperti Orde Baru yang hanya menguntungkan para oligarki.
"Pembangunan, terutama implementasi Proyek Strategis Nasional (PSN) dijalankan dengan cara menggerus demokrasi (regresi demokrasi), melumpuhkan pemberantasan korupsi, dan menyiapkan berbagai aturan undang-undang yang memberi karpet merah kepada pemodal," ujarnya.
Dampak pembangunan ini, kata dia, sungguh luar biasa, merusak bentang alam, memiskinkan warga, menghilangkan ruang hidup, dan memarginalkan kelompok perempuan. Selain itu rakyat juga menjerit karena berbagai barang kebutuhan hidup yang makin mahal, terutama beras dan biaya pendidikan.
Sementara itu, Koordinator aksi Jaringan Gugad Demokrasi Adi Himawan Kurniadi menyoroti kurangnya kontrol kepada pemerintahan Presiden Jokowi oleh masyarakat sipil.
Bahkan, para budayawan, seniman, intelektual, dan tokoh publik justru sering mengglorifikasi pembangunan infrastruktur. Dukungan ini juga ditopang dengan rezim digital yang dipenuhi para pendengung pemerintah.
Adi meminta para intelektual, budayawan dan tokoh nasional agar melakukan pertobatan massal karena ikut menciptakan politik dinasti. Otoritarianisme sudah mencengkeram demokrasi.
“Sudah cukup diskusi dan perlu banyak aksi. Para intelektual dan budayawan harus turun ke jalan untuk menggerakkan kesadaran rakyat melawan tirani oligarki setelah Pemilu Februari 2024,” tegasnya.
Menurutnya, Pemilu 2024 seharusnya bisa menjadi pesta demokrasi yang adil, jujur, transparan dan inklusif. Namun, mereka menilai masih marak praktik politik uang dan politik transaksional.
Lihat Juga: Protes Pembatasan Kuota Serapan oleh Industri, Peternak Sapi di Boyolali Demo Mandi Susu
(shf)