Duta Damai dan FKPT Harus Perkuat Sinergi Cegah Radikalisme
loading...
A
A
A
BANDUNG - Pencegahan paham radikalisme dan terorisme menjadi tugas semua pihak. Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) tidak mungkin bekerja sendiri untuk menanggulanginya. Untuk itu perlu terus dibangun public resilience.
Hal itu dikatakan Kepala BNPT RI Komjen Pol Rycko Amelza Dahniel, saat bersilarutahmi dengan dengan Forum Koordinasi Pencegahan Terorisme (FKPT) dan Duta Damai Jawa Barat di Bandung.
“Pencegahan paham radikal terorisme adalah tugas semua pihak, dan mustahil diwujudkan jika BNPT bekerja sendirian. Maka FKPT dan Duta Damai dalam hal ini adalah perpanjangan BNPT di daerah-daerah,” kata Rycko dikutip Minggu (4/2/2024).
Domain kerja FKPT dan Duta Damai di wilayah pencegahan, yaitu membangun kesiapsiagaan nasional, kontra radikalisasi, dan deradikalisasi.
Rycko menggarisbawahi potensi radikalisasi yang masif menyasar tiga pihak, yaitu remaja, perempuan, dan anak-anak. Mereka dinilai rentan menyusul strategi propaganda paham radikal terorisme yang berganti dari yang awalnya menggunakan hard approach secara offline berubah menjadi soft approach di platform-paltform media online.
Dia menegaskan, kasus zero terrorist attack di tahun kalender 2023 tidak bisa dijadikan landasan untuk mengatakan bahwa Indonesia sudah aman dari ancaman kelompok-kelompok radikal terorisme.
Remaja, perempuan, dan anak-anak sangat mudah dibujuk menggunakan narasi yang dibalut jubah dan atribut-atribut keagamaan.
“Mereka (kelompok radikal terorisme) menggunakan tokoh-tokoh agama ‘primordial’ untuk menyebar propaganda. Tokoh-tokoh ini efektif menciptakan rasa percaya pada masyarakat sehingga paham yang diyakininya benar,” tutur mantan Kapolda Jateng dan Sumut itu.
Dalam konteks inilah, lanjut Rycko, sinergi antara FKPT dan Duta Damai perlu dikuatkan dan diintensifkan. Melalui program-programnya, FKPT dan Duta Damai perlu bekerjasama untuk membangun public resilience terhadap ideologi radikal terorisme dengan membangun awareness di tengah masyarakat terhadap ideologi ini.
Kepala BNPT menegaskan soalnya perlunya sinergi program antara dua pihak. Duta Damai memiliki pasar Gen Z dan millenial yang masif dan FKPT mempunyai kapasitas intelektual yang baik.
Bentuk sinergitas itu, menurut Rycko, misalnya diwujudkan dalam bentuk seminar online via Live Instagram yang dikelola oleh Duta Damai.
“Duta Damai sudah punya akun IG, nah silahkan FKPT bidang keagamaan mengisi live IG dengan kajian keagamaan dalam rangka kontra radikalisasi,” kata Rycko.
Upaya-upaya ini adalah bentuk edukasi kepada publik dan upaya pencegahan dini. Edukasi merupakan kata kunci untuk memberantas sel-sel jaringan terorisme.
Mengutip Malala Yousafzai, Rycko menegaskan senjata saja tidak bisa menghapuskan terorisme, ia hanya akan memberantas pelaku teror. Edukasilah yang dapat membunuh terorisme.
Menurutnya, pelaku teror adalah kriminal yang menganggap apa yang dilakukannya benar.
Berbeda dengan pelaku korupsi, pembunuhan, atau perampokan yang mengetahui bahwa perbuatan yang dilakukannya salah, teroris yang menggunakan jubah agama selalu merasa bahwa apa yang dilakukannya bukanlah kesalahan karena itu adalah mandat agama.
Kepala BNPT menuturkan bahwa kelompok radikal terorisme bisa merusak karakter toleran yang ada pada remaja. Dengan atribut agama, mereka merubah mereka menjadi intoleran pasif, kemudian menjadi intoleran aktif, lalu akhirnya terpapar.
Puncaknya, paham radikal terorisme akan menjadi dogma yang mendasari seseorang berbuat apapun tanpa rasa bersalah karena itu merupakan “perintah agama”.
Menyambut pesta demokrasi yang tinggal satu pekan lagi, Rycko menyatakan perlunya kolaborasi Duta Damai dan FKPT bersama BNPT untuk membuat kampanye tentang Pemilu damai dan anti kekerasan.
“Jangan berhenti berinovasi dalam menyuarakan narasi perdamaian dan kasih sayang sebagai counter ideologi radikal terorisme,” tegasnya.
Sementaraitu, Direktur Pencegahan Prof Irfan Idris mengungkapkan bahwa teroris adalah small group tapi big plan.
Ia menegaskan untuk tidak memberi panggung pada narasi radikal terorisme di media maya, sebaliknya narasi perdamaian perlu diperbanyak sebagai upaya kontra radikalisasi.
“Butuh banyak resonansi untuk meng-counter narasi teroris,” ujar Irfan.
Hal itu dikatakan Kepala BNPT RI Komjen Pol Rycko Amelza Dahniel, saat bersilarutahmi dengan dengan Forum Koordinasi Pencegahan Terorisme (FKPT) dan Duta Damai Jawa Barat di Bandung.
Baca Juga
“Pencegahan paham radikal terorisme adalah tugas semua pihak, dan mustahil diwujudkan jika BNPT bekerja sendirian. Maka FKPT dan Duta Damai dalam hal ini adalah perpanjangan BNPT di daerah-daerah,” kata Rycko dikutip Minggu (4/2/2024).
Domain kerja FKPT dan Duta Damai di wilayah pencegahan, yaitu membangun kesiapsiagaan nasional, kontra radikalisasi, dan deradikalisasi.
Rycko menggarisbawahi potensi radikalisasi yang masif menyasar tiga pihak, yaitu remaja, perempuan, dan anak-anak. Mereka dinilai rentan menyusul strategi propaganda paham radikal terorisme yang berganti dari yang awalnya menggunakan hard approach secara offline berubah menjadi soft approach di platform-paltform media online.
Dia menegaskan, kasus zero terrorist attack di tahun kalender 2023 tidak bisa dijadikan landasan untuk mengatakan bahwa Indonesia sudah aman dari ancaman kelompok-kelompok radikal terorisme.
Remaja, perempuan, dan anak-anak sangat mudah dibujuk menggunakan narasi yang dibalut jubah dan atribut-atribut keagamaan.
“Mereka (kelompok radikal terorisme) menggunakan tokoh-tokoh agama ‘primordial’ untuk menyebar propaganda. Tokoh-tokoh ini efektif menciptakan rasa percaya pada masyarakat sehingga paham yang diyakininya benar,” tutur mantan Kapolda Jateng dan Sumut itu.
Dalam konteks inilah, lanjut Rycko, sinergi antara FKPT dan Duta Damai perlu dikuatkan dan diintensifkan. Melalui program-programnya, FKPT dan Duta Damai perlu bekerjasama untuk membangun public resilience terhadap ideologi radikal terorisme dengan membangun awareness di tengah masyarakat terhadap ideologi ini.
Kepala BNPT menegaskan soalnya perlunya sinergi program antara dua pihak. Duta Damai memiliki pasar Gen Z dan millenial yang masif dan FKPT mempunyai kapasitas intelektual yang baik.
Bentuk sinergitas itu, menurut Rycko, misalnya diwujudkan dalam bentuk seminar online via Live Instagram yang dikelola oleh Duta Damai.
“Duta Damai sudah punya akun IG, nah silahkan FKPT bidang keagamaan mengisi live IG dengan kajian keagamaan dalam rangka kontra radikalisasi,” kata Rycko.
Upaya-upaya ini adalah bentuk edukasi kepada publik dan upaya pencegahan dini. Edukasi merupakan kata kunci untuk memberantas sel-sel jaringan terorisme.
Mengutip Malala Yousafzai, Rycko menegaskan senjata saja tidak bisa menghapuskan terorisme, ia hanya akan memberantas pelaku teror. Edukasilah yang dapat membunuh terorisme.
Menurutnya, pelaku teror adalah kriminal yang menganggap apa yang dilakukannya benar.
Berbeda dengan pelaku korupsi, pembunuhan, atau perampokan yang mengetahui bahwa perbuatan yang dilakukannya salah, teroris yang menggunakan jubah agama selalu merasa bahwa apa yang dilakukannya bukanlah kesalahan karena itu adalah mandat agama.
Kepala BNPT menuturkan bahwa kelompok radikal terorisme bisa merusak karakter toleran yang ada pada remaja. Dengan atribut agama, mereka merubah mereka menjadi intoleran pasif, kemudian menjadi intoleran aktif, lalu akhirnya terpapar.
Puncaknya, paham radikal terorisme akan menjadi dogma yang mendasari seseorang berbuat apapun tanpa rasa bersalah karena itu merupakan “perintah agama”.
Menyambut pesta demokrasi yang tinggal satu pekan lagi, Rycko menyatakan perlunya kolaborasi Duta Damai dan FKPT bersama BNPT untuk membuat kampanye tentang Pemilu damai dan anti kekerasan.
“Jangan berhenti berinovasi dalam menyuarakan narasi perdamaian dan kasih sayang sebagai counter ideologi radikal terorisme,” tegasnya.
Sementaraitu, Direktur Pencegahan Prof Irfan Idris mengungkapkan bahwa teroris adalah small group tapi big plan.
Ia menegaskan untuk tidak memberi panggung pada narasi radikal terorisme di media maya, sebaliknya narasi perdamaian perlu diperbanyak sebagai upaya kontra radikalisasi.
“Butuh banyak resonansi untuk meng-counter narasi teroris,” ujar Irfan.
(shf)