Pengalaman Pengubur Jenazah Corona di Tasikmalaya
loading...
A
A
A
TASIKMALAYA - Kamis (29/4/2020) siang, tiba-tiba saja telepon seluler Sanjaya berdering. Tak kenal siang atau malam, pagi atau dini hari, telepon itu pertanda bahwa dia harus segera memanggil lima rekannya di Tempat Pemakaman Umum (TPU) Aisha Rashida Cioray.
Sanjaya menyiapkan kebutuhan standar protokol kesehatan. Lelaki 45 tahun itu bergegas mengenakan Alat Pelindung Diri (APD) juga sepatu, penutup tangan serta masker penutup muka transparan. Tak lupa, cangkul, bambu, dan ikat tambang dibawanya.
"Innalillahi, meninggal lagi," gumam Sanjaya begitu melihat mobil ambulans yag diikuti enam personel Badan Penanggulan Bencana Daerah (BPBD) di TPU Aisha Rashida Cioray.
Seluruh APD yang dikenakan berikut alat pemakaman langsung dibakar. Foto: SINDOnews/Jani Noor
Siang itu satu lagi orang yang diduga positif Corona dikuburkan. Statusnya pasien dalam pengawasan (PDP) yang memiliki gejala klinis COVID-19. Perempuan berusia 50 tahunan asal Cilacap yang berdomisili di Kawalu, Tasikmalaya itu meninggal setelah tiga hari dirawat di RSUD Kota Tasikmalaya.
Yaya, begitu Sanjaya biasa disapa, langsung menggotong peti mati yang diikat bambu. Dengan perlahan peti masuk ke dalam liang lahat, kemudian disemprot cairan disinfektan. Keringat tampak bercucuran dari tubuh Yaya, meski hari itu dia merasa pekerjaannya lebih enteng karena dilakukan siang hari.
"Yang berat malam hari, ditambah hujan. Di sini tanah merah berlumpur. Membawa peti juga harus hati-hati," kata Yaya ketika sesuai pemakaman.
Bersama empat rekannya, Yaya lalu melepas seluruh APD yang dikenakan. APD tersebut dikumpulkan menjadi satu dengan seluruh alat untuk pemakaman, lalu dibakar. "Ya gak tahu kenapa harus dibakar. Perintahnya begitu," ujar Yaya.
Yaya mengaku tak tahu apa itu Corona. Kepala BPBD Kota Tasikmalaya, Ucu Anwar, memberitahunya bahwa itu semacam virus membahayakan.
“Penyakit seperti apa saya kurang tahu. Tahunya sudah ada di peti mati lalu saya kuburkan," tuturnya tanpa terlihat muka khawatir dii wajahnya.
Yaya mengaku tidak merasa takut tertular. Bapak dua anak telah itu memasrahkan segalanya pada Allah SWT dan berikhtiar seoptimal mungkin menghindari bahaya. "Terpenting berusaha tidak kena virus. Makanya selalu pakai APD," ucapnya.
Dulu, pekerjaan Yaya hanya mencari rumput di lokasi pemakaman. Lama kelamaan, diangkat menjadi salah satu petugas pemakaman sekaligus merawatnya. Namun, mengubur mayat yang terinfeksi Corona adalah pengalaman pertama Yaya.
Perempuan itu adalah jenazah ketiga yang dikuburkan Yaya. Sebelumnya, sudah ada dua jenazah lain yang dimakamkan di TPU tersebut. Yaya merasakan kesulitan paling berat ketika pertama kali menguburkan mayat Corona.
"Ya dilatih dulu karena awalnya saya sebagai penggali dan mengubur. Sekarang harus pakai seragam segala," tuturnya.
Hari-hari ini barangkali tidak banyak orang seperti Yaya dan rekan-rekannya. Begitu dekatnya mereka dengan virus Corona yang mengintip setiap hari dan sewaktu-waktu bisa menyergap. Dan, tugas mereka diperkirakan masih panjang.
Yaya bersama lima rekannya di bawah pengendalian Bidang Pemakaman Dinas Perumahan Kawasan Pemukiman bahkan telah menggali kuburan cadangan mengantisipasi terjadinya lonjakan korban meninggal.
"Ada tiga yang sudah kita siapkan. Silakan kalua Bapak mau isi,” ucap Yaya dengan nada bercanda.
Kepala BPBD, Ucu Anwar mengatakan sesuai protap kesehatan petugas pemakaman harus tetap memakai APD. Ia menjaring 12 personel, yakni enam orang petugas pengubur dan enam lagi petugas penyemprot disinfektan.
Selain di TPU Aisha Rashida, BPBD juga menugaskan dua petugasnya ditempat krematorium di TPU Cisapi Kawalu.
"Mereka sendiri juga terancam kena Corona, itu kekhawatiran saya. Tapi alhamdulillah tidak ada," katanya.
Sanjaya menyiapkan kebutuhan standar protokol kesehatan. Lelaki 45 tahun itu bergegas mengenakan Alat Pelindung Diri (APD) juga sepatu, penutup tangan serta masker penutup muka transparan. Tak lupa, cangkul, bambu, dan ikat tambang dibawanya.
"Innalillahi, meninggal lagi," gumam Sanjaya begitu melihat mobil ambulans yag diikuti enam personel Badan Penanggulan Bencana Daerah (BPBD) di TPU Aisha Rashida Cioray.
Seluruh APD yang dikenakan berikut alat pemakaman langsung dibakar. Foto: SINDOnews/Jani Noor
Siang itu satu lagi orang yang diduga positif Corona dikuburkan. Statusnya pasien dalam pengawasan (PDP) yang memiliki gejala klinis COVID-19. Perempuan berusia 50 tahunan asal Cilacap yang berdomisili di Kawalu, Tasikmalaya itu meninggal setelah tiga hari dirawat di RSUD Kota Tasikmalaya.
Yaya, begitu Sanjaya biasa disapa, langsung menggotong peti mati yang diikat bambu. Dengan perlahan peti masuk ke dalam liang lahat, kemudian disemprot cairan disinfektan. Keringat tampak bercucuran dari tubuh Yaya, meski hari itu dia merasa pekerjaannya lebih enteng karena dilakukan siang hari.
"Yang berat malam hari, ditambah hujan. Di sini tanah merah berlumpur. Membawa peti juga harus hati-hati," kata Yaya ketika sesuai pemakaman.
Bersama empat rekannya, Yaya lalu melepas seluruh APD yang dikenakan. APD tersebut dikumpulkan menjadi satu dengan seluruh alat untuk pemakaman, lalu dibakar. "Ya gak tahu kenapa harus dibakar. Perintahnya begitu," ujar Yaya.
Yaya mengaku tak tahu apa itu Corona. Kepala BPBD Kota Tasikmalaya, Ucu Anwar, memberitahunya bahwa itu semacam virus membahayakan.
“Penyakit seperti apa saya kurang tahu. Tahunya sudah ada di peti mati lalu saya kuburkan," tuturnya tanpa terlihat muka khawatir dii wajahnya.
Yaya mengaku tidak merasa takut tertular. Bapak dua anak telah itu memasrahkan segalanya pada Allah SWT dan berikhtiar seoptimal mungkin menghindari bahaya. "Terpenting berusaha tidak kena virus. Makanya selalu pakai APD," ucapnya.
Dulu, pekerjaan Yaya hanya mencari rumput di lokasi pemakaman. Lama kelamaan, diangkat menjadi salah satu petugas pemakaman sekaligus merawatnya. Namun, mengubur mayat yang terinfeksi Corona adalah pengalaman pertama Yaya.
Perempuan itu adalah jenazah ketiga yang dikuburkan Yaya. Sebelumnya, sudah ada dua jenazah lain yang dimakamkan di TPU tersebut. Yaya merasakan kesulitan paling berat ketika pertama kali menguburkan mayat Corona.
"Ya dilatih dulu karena awalnya saya sebagai penggali dan mengubur. Sekarang harus pakai seragam segala," tuturnya.
Hari-hari ini barangkali tidak banyak orang seperti Yaya dan rekan-rekannya. Begitu dekatnya mereka dengan virus Corona yang mengintip setiap hari dan sewaktu-waktu bisa menyergap. Dan, tugas mereka diperkirakan masih panjang.
Yaya bersama lima rekannya di bawah pengendalian Bidang Pemakaman Dinas Perumahan Kawasan Pemukiman bahkan telah menggali kuburan cadangan mengantisipasi terjadinya lonjakan korban meninggal.
"Ada tiga yang sudah kita siapkan. Silakan kalua Bapak mau isi,” ucap Yaya dengan nada bercanda.
Kepala BPBD, Ucu Anwar mengatakan sesuai protap kesehatan petugas pemakaman harus tetap memakai APD. Ia menjaring 12 personel, yakni enam orang petugas pengubur dan enam lagi petugas penyemprot disinfektan.
Selain di TPU Aisha Rashida, BPBD juga menugaskan dua petugasnya ditempat krematorium di TPU Cisapi Kawalu.
"Mereka sendiri juga terancam kena Corona, itu kekhawatiran saya. Tapi alhamdulillah tidak ada," katanya.
(muh)