ITB Dorong Pemerintah Dukung Produksi Bahan Bakar Sawit, Buat Regulasi dan Standardisasi

Kamis, 01 Februari 2024 - 16:30 WIB
loading...
ITB Dorong Pemerintah...
Tim Pengembang Katalis pada Pusat Rekayasa Katalis ITB, IGBN Makertihartha dan Melia Laniwati Gunawan memperlihatkan sejumlah katalis pengubah minyak sawit menjadi bahan bakar di ITB, Rabu (31/1/2024). Foto/Ist
A A A
BANDUNG - Institut Teknologi Bandung (ITB) mendorong pemerintah untuk mendukung produksi bahan bakar sawit dengan membuat regulasi dan standardisasi melalui SNI.

Anggota Tim Pengembang Katalis pada Pusat Rekayasa Katalis ITB, IGBN Makertihartha mengatakan, Indonesia memiliki peluang sangat besar sebagai negara penghasil bahan bakar nabati, di antaranya yang berbahan dasar kelapa sawit.

"Sayangnya pemerintah belum secara maksimal memfasilitasi produksi bahan bakar nabati melalui regulasi dan standardisasi produksi bahan bakar sawit," ucap Makertihartha di Laboratorium Teknik Reaksi Kimia dan Katalis ITB, Rabu (31/1/2024).

Padahal, kata Makertihartha, saat ini ITB telah berhasil mengembangkan katalis dan proses untuk mengkonversi minyak nabati menjadi bahan bakar nabati.



"Walau dalam beberapa hal masih diperlukan pengembangan lebih lanjut, tetapi usaha riset dan realisasinya terus dilakukan secara intensif," imbuhnya.

Makertihartha mengatakan, sumber daya manusia dan infrastruktur yang dimiliki oleh Indonesia telah berhasil memproduksi diesel dan avtur dari sawit.

Menurutnya, hal ini membuktikan bahwa Indonesia mampu menciptaka buffer untuk menyerap produk sawit berapapun besarnya untuk dioleh menjadi bahan bakar atau energi.

"Tapi masih diperlukan kerja sama yang sinergis dari seluruh pemangku kepentingan dan keberpihakan pemerintah agar proses hilirisasi dan komersialisasi proses produksi bahan bakar nabati ini dapat dilakukan dengan baik," katanya.

Oleh karena itu, pihaknya berharap, pemerintah mendukung produksi bahan bakar sawit dengan membuat regulasi dan standardisasi melalui SNI.

"Seharusnya berdasarkan visi pemerintah, program pengolahan bahan bakar nabati dari sawit ini harus sudah selesai pada 2024," ujarnya.

Pihaknya juga mengingatkan, bahwa Indonesia adalah pengimpor bensin yang besar di dunia.

"Oleh sebab itu, dengan memproduksi bensin dari sumber terbarukan yang dimiliki oleh bangsa ini, dapat menjadi hal yang sangat krusial untuk meningkatkan ketahanan energi nasional," terangnya.

Untuk diketahui, Laboratorium Teknik Reaksi Kimia (TRKK) dan Katalisis ITB dan Pusat Rekayasa Katalisis (PRK) ITB sendiri telah didirikan untuk melakukan penelitian dan pengembangan dalam bidang teknologi katalisis dan rekayasa sistem pemrosesnya.

Anggota Tim Pengembang Katalis pada Pusat Rekayasa Katalis ITB lainnya, Melia Laniwati mengatakan, saat ini, TRKK ITB dan PRK ITB tengah memfokuskan penelitiannya untuk mengembangkan teknologi katalisis dan sistem pemroses minyak sawit dan minyak inti sawit menjadi berbagai produk yang memiliki nilai tambah yang lebih tinggi.

Fokus utama dari kegiatan penelitian dan pengembangan yang dilakukan oleh TRKK ITB dan PRK ITB saat ini adalah proses konversi minyak sawit dan minyak inti sawit menjadi berbagai bahan bakat nabati. Kegiatan penelitian ini dilakukan bersama-sama dan didukung oleh berbagai pemangku kepentingan di bidang energi dan sawit.

"Sejak tahun 1982, TRKK ITB telah memulai penelitian mengkonversi stearin menjadi bahan bakar. Penelitian ini tidak berlanjut karena beberapa hal," ungkap Melia.

Pada tahun 2017, kata Melia, Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS) memberikan dukungan dana penelitian untuk mengembangkan proses konversi minyak sawit menjadi bensin sawit (bensa).

Sejak tahun 2017 hingga sekarang, BPDPKS bersama TRKK ITB dan PRK ITB melakukan pengembangan teknologi katalisis dan proses untuk memproduksi bensa. Pada tahun 2019, BPDPKS membiayai TRKK ITB untuk mengembangkan katalis dan membangun unit produksi bensa dengan skala 20 liter/hari.

"Pada tahun 2019-2021, bekerja sama dengan PT Pura Barutama, unit pemroses produksi bensa skala 1.000 liter/hari dirancang dan dibangun," katanya.

Walaupun masih banyak yang harus disempurnakan, unit proses produksi bensa pertama di dunia ini berhasil memproduksi bensa dengan RON sekitar 110-115. Bensa ini telah digunakan sebagai bahan bakar motor yang digunakan sebagai uji coba dari Bandung ke Sabang.

"Katalis hydrotreating yang dikembangkan, juga dapat digunakan untuk mengkonversi minyak inti sawit menjadi bio-kerosene (bahan baku avtur)," sebut Melia.

Melia melanjutkan, pada Desember 2020-Mei 2021, TRKK ITB bersama Pertamina dan didukung oleh BPDPKS berhasil memproduksi bioavtur J2.4 (campuran 2.4% biekerosene dalam avtur fosil) di RU4 Cilacap, dengan menggunakan katalis yang dikembangkan oleh ITB dan Pertamina.

Bioavtur J2.4 yang dihasilkan ini kemudian diuji coba melalui proses uji statis dan uji terbang bekerja sama dengan berbagai pemangku kepentingan (Fakultas Teknologi Mesin dan Dirgantara ITB, Pertamina, BPDPKS, Garuda Maintenance Facilities, PT Dirgantara Indonesia).

Uji statis dilakukan dengan menggunakan mesin turbin milik GMF, sedangkan uji terbang dilakukan dengan menggunakan pesawat CN235 milik PT DI. Uji terbang dilakukan dari Bandung ke Jakarta, dan Kembali ke Bandung. Uji ini berhasil dengan sukses.

Kemudian pada Maret 2023, bioavtur J2.4 kembali dilakukan di RU4 Cilacap, dengan menggunakan katalis UOP. Uji ini dimaksudkan untuk melakukan konfirmasi proses produksi dan kualitas bioavtur yang dihasilkan.

"Bioavtur ini kemudian digunakan untuk uji terbang menggunakan pesawat terbang komersial milik Garuda, jenis Boeing 737-800 yang terbang dari Jakarta ke Solo, dan Kembali ke Jakarta. Uji ini berhasil dengan baik," tandasnya.
(hri)
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.2191 seconds (0.1#10.140)