Kisah Runtuhnya Kejayaan Majapahit Setelah Gajah Mada Mangkat
loading...
A
A
A
MAHAPATIH Gajah Mada memiliki pengaruh sangat kuat di Kerajaan Majapahit. Namun semenjak Gajah Mada mangkat satu persatu wilayah kekuasaan Majapahit mulai memisahkan diri.
Beberapa wilayah yang dulu disatukan dalam Sumpah Palapa juga ikut memisahkan diri.
Kerajaan Majapahit pun konon mengalami kerugian besar pasca kematian Gajah Mada. Pemerintah Majapahit yang dahulu disegani oleh wilayah-wilayah kekuasaan menjadi melemah dan diremehkan.
Karenanya, pemerintah pusat Majapahit kehilangan pejabat yang sangat disegani oleh para pembesar daerah jajahan.
Hubungan antara pemerintah pusat dan daerah mulai kendor, sebagaimana dikutip dari "Runtuhnya Kerajaan Hindu Jawa dan Timbulnya Negara-negara Islam di Nusantara".
Kerajaan-kerajaan di Sumatera yang sebelumnya tunduk patuh kepada Majapahit, mulai melepaskan diri dari penjajahan Majapahit.
Kerajaan San- fo-ts'i atau Kerajaan Sriwijaya pecah menjadi tiga, yakni Palembang, Dharmacraya, dan Pagarruyung (Minangkabau) pada tahun 1371, tujuh tahun sepeninggal Gadjah Mada.
Pada abad ke-15, Tanjung Pura (kalimantan) mengadakan hubungan secara bebas dengan Tiongkok, suatu tanda bahwa ikatan dengan Majapahit telah putus.
Negara-negara jajahan yang jauh letaknya dari pusat tidak lagi terurus, karena di pusat kerajaan Majapahit terjadi perebutan kekuasaan antara para anggota keluarga raja.
Orang yang disegani baik di pusat maupun di daerah telah mangkat. Tidak ada lagi orang yang mampu mengendalikan nafsu para pembesar di pusat dan di daerah.
Memang pada saat pelaksanaan gagasan Nusantara yang dipimpin sendiri oleh patih Amangkubhumi Gajah Mada, semangat nasional orang Majapahit masih sangat tebal.
Segala kekuatan dikerahkan untuk memperluas daerah jajahan yang memberikan keuntungan materiil kepada orang Majapahit.
Penguasa kota-kota pelabuhan di berbagai pulau di Nusantara mempermudah penguasaan perdagangan yang dilakukan oleh orang-orang Majapahit, dengan daerah-daerah jajahan yang kaya raya akan hasil bumi dan produksi lainnya.
Majapahit kala itu menguasai sepenuhnya perdagangan di darat dan di lautan di seluruh Nusantara.
Penguasaan perdagangan dapat dukungan sepenuhnya dari kekuatan armada Majapahit dan kekuasaan yang telah ditanam oleh pemerintah pusat di berbagai daerah.
Karenanya, Majapahit dapat meningkatkan kesejahteraan rakyat. Kerajaan Majapahit bertambah subur makmur.
Bersamaan dengan peningkatan kemakmuran rakyat, ikut meningkat pula kesuburan kehidupan keagamaan. Rakyat yang patuh kepada ajaran agama Budha, Siwa, dan Brahma mempunyai kemampuan untuk mendirikan candi-candi tempat pemujaan.
Pemujaan candi - candi yang berpuluh-puluh jumlahnya di wilayah Majapahit dan Bali, seperti tercatat dalam Nagarakretagama pupuh 73/3 sampai 78, adalah sebagian besar hasil pekerjaan rakyat Majapahit sendiri.
Beberapa di antaranya memang adalah candi-candi makam para pembesar, diusahakan oleh pemerintah pusat.
Pembangunan candi demi kepentingan kehidupan keagamaan memerlukan biaya banyak dan tenaga kerja, keahlian memahat dan membangun.
Daya cipta seni dalam suasana kehidupan subur makmur, dengan sendirinya, dapat berkembang dengan leluasa. Para seniman dapat bekerja dalam pembangunan candi-candi.
Lihat Juga: Kisah Cinta Jenderal Sudirman dengan Siti Alfiah, Gambaran Tentang Cinta yang Tak Memandang Harta
Beberapa wilayah yang dulu disatukan dalam Sumpah Palapa juga ikut memisahkan diri.
Kerajaan Majapahit pun konon mengalami kerugian besar pasca kematian Gajah Mada. Pemerintah Majapahit yang dahulu disegani oleh wilayah-wilayah kekuasaan menjadi melemah dan diremehkan.
Karenanya, pemerintah pusat Majapahit kehilangan pejabat yang sangat disegani oleh para pembesar daerah jajahan.
Hubungan antara pemerintah pusat dan daerah mulai kendor, sebagaimana dikutip dari "Runtuhnya Kerajaan Hindu Jawa dan Timbulnya Negara-negara Islam di Nusantara".
Kerajaan-kerajaan di Sumatera yang sebelumnya tunduk patuh kepada Majapahit, mulai melepaskan diri dari penjajahan Majapahit.
Kerajaan San- fo-ts'i atau Kerajaan Sriwijaya pecah menjadi tiga, yakni Palembang, Dharmacraya, dan Pagarruyung (Minangkabau) pada tahun 1371, tujuh tahun sepeninggal Gadjah Mada.
Pada abad ke-15, Tanjung Pura (kalimantan) mengadakan hubungan secara bebas dengan Tiongkok, suatu tanda bahwa ikatan dengan Majapahit telah putus.
Negara-negara jajahan yang jauh letaknya dari pusat tidak lagi terurus, karena di pusat kerajaan Majapahit terjadi perebutan kekuasaan antara para anggota keluarga raja.
Orang yang disegani baik di pusat maupun di daerah telah mangkat. Tidak ada lagi orang yang mampu mengendalikan nafsu para pembesar di pusat dan di daerah.
Memang pada saat pelaksanaan gagasan Nusantara yang dipimpin sendiri oleh patih Amangkubhumi Gajah Mada, semangat nasional orang Majapahit masih sangat tebal.
Segala kekuatan dikerahkan untuk memperluas daerah jajahan yang memberikan keuntungan materiil kepada orang Majapahit.
Penguasa kota-kota pelabuhan di berbagai pulau di Nusantara mempermudah penguasaan perdagangan yang dilakukan oleh orang-orang Majapahit, dengan daerah-daerah jajahan yang kaya raya akan hasil bumi dan produksi lainnya.
Majapahit kala itu menguasai sepenuhnya perdagangan di darat dan di lautan di seluruh Nusantara.
Penguasaan perdagangan dapat dukungan sepenuhnya dari kekuatan armada Majapahit dan kekuasaan yang telah ditanam oleh pemerintah pusat di berbagai daerah.
Karenanya, Majapahit dapat meningkatkan kesejahteraan rakyat. Kerajaan Majapahit bertambah subur makmur.
Bersamaan dengan peningkatan kemakmuran rakyat, ikut meningkat pula kesuburan kehidupan keagamaan. Rakyat yang patuh kepada ajaran agama Budha, Siwa, dan Brahma mempunyai kemampuan untuk mendirikan candi-candi tempat pemujaan.
Pemujaan candi - candi yang berpuluh-puluh jumlahnya di wilayah Majapahit dan Bali, seperti tercatat dalam Nagarakretagama pupuh 73/3 sampai 78, adalah sebagian besar hasil pekerjaan rakyat Majapahit sendiri.
Beberapa di antaranya memang adalah candi-candi makam para pembesar, diusahakan oleh pemerintah pusat.
Pembangunan candi demi kepentingan kehidupan keagamaan memerlukan biaya banyak dan tenaga kerja, keahlian memahat dan membangun.
Daya cipta seni dalam suasana kehidupan subur makmur, dengan sendirinya, dapat berkembang dengan leluasa. Para seniman dapat bekerja dalam pembangunan candi-candi.
Lihat Juga: Kisah Cinta Jenderal Sudirman dengan Siti Alfiah, Gambaran Tentang Cinta yang Tak Memandang Harta
(shf)