Kisah Kesederhanaan dan Kepintaran Gayatri, Anak Terakhir Raja Singasari
loading...
A
A
A
Gayatri merupakan anak perempuan terakhir dari Raja Singasari Kertanegara dengan istrinya Jayawardhani. Gayatri sendiri merupakan sosok yang sederhana dan memilih tidak ingin mencantumkan gelarnya, meski ia menerima gelar Dyah Dewi Gayatri Kumara Rajasa.
Sosoknya merupakan anak terakhir dari empat bersaudara. Dimana seluruh saudaranya merupakan perempuan. Inilah yang membuat sang ayah Kertanagara meminta secara khusus segera mencari suami demi meneruskan trah kerajaan. Sebab Kertanagara tidak memiliki anak laki-laki sehingga suksesi Kerajaan Singasari terancam terhambat.
Masa kecil Gayatri dilaluinya dengan bahagia. Menginjak usia remaja di usia 15 tahun kesederhanaan dan watak serius Gayatri kian terlihat. Earl Drake pada bukunya "Gayatri Rajapatni : Perempuan Dibalik Kejayaan Majapahit" mengisahkan sosok Gayatri berbeda dengan ketiga kakaknya.
Tribhuwana Tunggadewi memiliki watak suka bercanda, bergurau, dan mahir bermain kata. Sosok Tribhuwana Tunggadewi dikisahkan orang yang mengasyikkan sebagai kawan bermain, tapi terlalu sibuk mendampingi suaminya yang tampan Raden Wijaya, yang tidak lain adalah sepupu ketiganya. Sosok Gayatri sama halnya dengan Tribhuwana Tunggadewi mewarisi kecantikan buyut jauhnya Ken Dedes yang terkenal sangat cantik jelita.
Kakak keduanya Mahadewi atau bergelar Narendraduhita baru saja bertunangan dengan Ardaraja. Sedangkan kakak ketiganya Jayendradewi kerap kali tak sabar meminta agar kedua orang tuanya mencarikan calon suami yang cocok untuk dirinya.
Hal berbeda justru terjadi pada Gayatri, di usia yang menginjak 15 tahun ia sama sekali tak tertarik pada pinangan maupun suami. Di matanya kakak-kakaknya manis semua, namun seringkali agak konyol.
Mereka tampak sangat sibuk mempercantik diri dan menarik perhatian para pemuda yang berminat melamarnya. Namun bagi Gayatri, satu-satunya laki-laki yang ingin dibahagiakan oleh Gayatri adalah sang ayah.
Tetapi Gayatri menunjukkan minat terhadap isu-isu yang digeluti ayahandanya. Semakin tumbuh dewasa, semakin sering pula ia terlibat dalam perbincangan tentang agama dan negara dengan ayahnya.
Di sisi lain, sang ayah Kertanagara mencium gelagat putrinya yang haus pengetahuan dan perdebatan. Kertanagara pun menugasi Terenavindu seorang karib dan resi Buddhis yang paling terpelajar. Terenavindu bertugas menjadi guru paruh waktu bagi Gayatri muda.
Gayatri kemudian mempelajari versi ilmu yang disederhanakan dari topik-topik serius yang telah didalami sang ayahnya. Beberapa ilmu diajarkan sang guru mulai dari kitab-kitab Buddhis tentang nalar, kajian peribadatan, yoga, dan meditasi.
Tak hanya pendidikan dan pengetahuan formal saja, Gayatri juga belajar kebudayaan berupa wayang dan wayang orang, yang menyimpan pelajaran - pelajaran berharga tentang kebaikan dan keburukan yang kelak dapat diterapkan pada kehidupannya sendiri.
Sosoknya merupakan anak terakhir dari empat bersaudara. Dimana seluruh saudaranya merupakan perempuan. Inilah yang membuat sang ayah Kertanagara meminta secara khusus segera mencari suami demi meneruskan trah kerajaan. Sebab Kertanagara tidak memiliki anak laki-laki sehingga suksesi Kerajaan Singasari terancam terhambat.
Masa kecil Gayatri dilaluinya dengan bahagia. Menginjak usia remaja di usia 15 tahun kesederhanaan dan watak serius Gayatri kian terlihat. Earl Drake pada bukunya "Gayatri Rajapatni : Perempuan Dibalik Kejayaan Majapahit" mengisahkan sosok Gayatri berbeda dengan ketiga kakaknya.
Tribhuwana Tunggadewi memiliki watak suka bercanda, bergurau, dan mahir bermain kata. Sosok Tribhuwana Tunggadewi dikisahkan orang yang mengasyikkan sebagai kawan bermain, tapi terlalu sibuk mendampingi suaminya yang tampan Raden Wijaya, yang tidak lain adalah sepupu ketiganya. Sosok Gayatri sama halnya dengan Tribhuwana Tunggadewi mewarisi kecantikan buyut jauhnya Ken Dedes yang terkenal sangat cantik jelita.
Kakak keduanya Mahadewi atau bergelar Narendraduhita baru saja bertunangan dengan Ardaraja. Sedangkan kakak ketiganya Jayendradewi kerap kali tak sabar meminta agar kedua orang tuanya mencarikan calon suami yang cocok untuk dirinya.
Hal berbeda justru terjadi pada Gayatri, di usia yang menginjak 15 tahun ia sama sekali tak tertarik pada pinangan maupun suami. Di matanya kakak-kakaknya manis semua, namun seringkali agak konyol.
Mereka tampak sangat sibuk mempercantik diri dan menarik perhatian para pemuda yang berminat melamarnya. Namun bagi Gayatri, satu-satunya laki-laki yang ingin dibahagiakan oleh Gayatri adalah sang ayah.
Tetapi Gayatri menunjukkan minat terhadap isu-isu yang digeluti ayahandanya. Semakin tumbuh dewasa, semakin sering pula ia terlibat dalam perbincangan tentang agama dan negara dengan ayahnya.
Di sisi lain, sang ayah Kertanagara mencium gelagat putrinya yang haus pengetahuan dan perdebatan. Kertanagara pun menugasi Terenavindu seorang karib dan resi Buddhis yang paling terpelajar. Terenavindu bertugas menjadi guru paruh waktu bagi Gayatri muda.
Gayatri kemudian mempelajari versi ilmu yang disederhanakan dari topik-topik serius yang telah didalami sang ayahnya. Beberapa ilmu diajarkan sang guru mulai dari kitab-kitab Buddhis tentang nalar, kajian peribadatan, yoga, dan meditasi.
Tak hanya pendidikan dan pengetahuan formal saja, Gayatri juga belajar kebudayaan berupa wayang dan wayang orang, yang menyimpan pelajaran - pelajaran berharga tentang kebaikan dan keburukan yang kelak dapat diterapkan pada kehidupannya sendiri.
(hri)