Kisah Diposono, Pangeran Mataram yang Kerahkan Makhluk Halus Usir Belanda dan Tionghoa

Sabtu, 09 Desember 2023 - 06:05 WIB
loading...
Kisah Diposono, Pangeran...
Potret Perang Diponegoro, perang besar di jawa yang berlangsung selama lima tahun (1825-1830). Foto/Istimewa
A A A
Perlawanan demi perlawanan kembali dilakukan oleh rakyat Jawa bagian tengah selatan semasa Pangeran Diponegoro. Perlawanan itu menjadi pemantik perlawanan besar melalui Perang Jawa yang dikobarkan oleh Pangeran Diponegoro.

Salah satu perlawanan yang juga menjadi perhatian Belanda yakni pemberontakan yang dilakukan oleh Pangeran Diposono, yang konon juga masih kerabat dari Sultan Hamengkubuwono IV. Sosok Pangeran Diposono sendiri konon dideskripsikan sebagai pribadi yang terkena polio.

Konon Pangeran Diposono juga menderita semacam penyakit jiwa sejak mudanya. Di sisi lain, Pangeran Diposono juga memiliki kelebihan yakni bisa kontak dengan makhluk halus.



Hal ini pula yang coba dimanfaatkannya untuk mengusir Belanda dan Tionghoa, serta menggantikan Sultan Hamengkubuwono IV untuk menduduki takhtanya. Hal itu sebagaimana dikutip dari “Takdir Riwayat Pangeran Diponegoro: 1785 – 1855”.

Tetapi dengan keterbatasannya seperti itu ia memberikan perlawanan kepada Belanda dan kongsi dagang Tionghoa yang berkomplot dengan Belanda. Setelah merekrut bantuan dari berbagai kepala rampok di Kedu dan seorang dukun perempuan.

Pangeran Diposono merencanakan dua pemberontakan yang dilakukan serentak. Satu di selatan Kedu, di sekitar Bendo, sebuah desa perdikan yang diperuntukkan bagi para ulama, dan satu lagi di selatan Yogya, di Gading Temahan dan Lipuro.



Tempat yang terakhir ini merupakan tempat yang sangat penting artinya bagi yang berhak atas tahta Mataram. Rencana Diposono adalah memancing bala tentara Yogya untuk keluar saat memulai pemberontakan di Kedu, dan kemudian menyerbu ke ibu kota kesultanan.

Namun, strategi ini gagal. Dukungan dari pejabat-pejabat pribumi sangat terbatas dan Belanda mampu mengatasi gerakan tanggal 27-28 Januari 1822 itu di Kedu tanpa perlu mendatangkan bala bantuan dari Yogya.

Pemberontakan Diposono di Yogya sendiri kemudian dengan cepat dapat dipadamkan di sekitar Lipuro, di awal Februari. Pangeran pemberontak itu dibawa ke Yogyakarta untuk diadili dan kemudian dijatuhi hukuman mati dengan cara dicekik.



Meski hukuman itu akhirnya diubah oleh Van der Capellen dengan pengasingan seumur hidup di Ambon. Pemberontakan Pangeran Diposono pada Januari-Februari 1822 ini merupakan gangguan yang sangat serius bagi takhta Sultan Hamengku Buwono IV.

Peristiwa itu menandai suatu pemberontakan tradisional oleh seorang kerabat Sultan sendiri terhadap tahta kerajaan. Pengerahan para pemimpin bandit adalah cara tipikal menggalang dukungan dari anggota elite keraton.

Namun, terlepas dari elemen-elemen tradisional ini, besarnya kegeraman rakyat pada umumnya terhadap orang Eropa dan Tionghoa merupakan pertanda penting pada masa itu.
(ams)
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.2277 seconds (0.1#10.140)