KH Soleh Iskandar, Ulama Pejuang Pemimpin Laskar Rakyat Leuwiliang

Sabtu, 18 November 2017 - 05:00 WIB
KH Soleh Iskandar, Ulama Pejuang Pemimpin Laskar Rakyat Leuwiliang
KH Soleh Iskandar, Ulama Pejuang Pemimpin Laskar Rakyat Leuwiliang
A A A
KH Soleh Iskandar merupakan pahlawan Bogor yang telah memberikan sumbangsih tak ternilai selama hidupnya. Nama beliau diabadikan menjadi nama sebuah jalan yang lurus membentang menghubungkan Tol Lingkar Luar Bogor.

Semasa Hidupnya, KH Soleh Iskandar dikenal sebagai Tokoh Nasionalis dan Agamis. KH. Soleh Iskandar dipandang Tokoh Nasionalis berkat jasanya dalam memperjuangkan kemerdekaan.

Beliau adalah salah satu tokoh dengan gelar Mayor yang bersama Panglima Besar Jendral Soedirman membentuk Tentara Nasional Indonesia (TNI) sesaat setelah kemerdekaan RI diakui oleh belanda pada tahun 1949.

Dimana sebelumnya badan pertahanan tersebut bernama Badan Keamanan Rakyat (BKR), Tentara Keamanan Rakyat (TKR), Tentara Republik Indonesia (TRI) serta berbagai laskar-laskar lokal yang terbentuk guna bertahan dari serangan Belanda, seperti Laskar Cimanggu, Laskar Cibuluh, Laskar Rakyat 33, Laskar Rakyat Markas Perjuagan Rakyat Leuwiliang, Pasukan Ki Munding Leuweung dan Bambang Tutuka.

Ada pun pasukan di bawah kepemimpinan KH Soleh Iskandar berasal dari Markas Perjuangan Laskar Rakyat Leuwiliang, yang kemudian melebur bersama Hizbullah Leuwiliang.

Lalu mereorganisasi diri menjadi Batalyon I, Resimen Singadaru Biro Perjuangan Daerah XXXV Banten, dimana dalam bidang persenjataan sudah lebih dari yang dipersyaratkan untuk membentuk suatu Batalyon.

Saat itu persenjataan yang dimiliki adalah 1:2, artinya setiap dua orang pasukan mempunyai satu senjata. Sementara syarat pembentukan satu Balyon TNI adalah memiliki senjata 1:5.

Dengan begitu, setelah sang proklamator Presiden Soekarno mengeluarkan Dekrit Militerisasi Badan-Badan Perjuangan pada Mei 1947, yang menetapkan seluruh Badan Perjuangan mesti melebur atau bergabung (fusi) dengan TRI, Batalyon I Singadaru diterima dengan formasi utuh atau tanpa perombakan personel.

Namun hanya ditambah satu perwira penghubung, Letnan I Hasan Slamet (Gubernur maluku 1976-1987). Satuan ini kemudian dinamai Batalyon VI Tirtayasa, Siliwangi.

Persenjataan yang dimiliki Batalyon di bawah pimpinan KH Soleh Iskandar sangat mencukupi, hal itu bisa didapat dengan cara yang tidak mudah.

Pertama para pejuang membeli senjata bekas tentara Jepang yang telah dirusak (dibakar, dilindas mesin giling dan dibuang di danau (danau Lido Sukabumi, tempat pembuangan senjata Jepang).

Kedua bekerja sama dengan tokoh masyarakat dengan berunding dengan tentara Jepang untuk menyerahkan persenjataan beserta pelurunya untuk di serahkan kepada Indonesia.

Ketiga mencuri senjata pasukan Inggris (termasuk Inggris-India) serta senjata pasukan Jepang. Senjata yang saat itu banyak beredar adalah Lee Enfield buatan Inggris, serta buatan Jepang (Garand, Mauser, Arisaka).

Dalam masa perjuangan menghadapai belanda, tepatnya menjelang Angresi Militer Belanda II, Batalyon VI Tirtayasa Siliwangi mereorganisasi dikarenakan kondisi persenjataan yang memprihatinkan pada divisi siliwangi 1:10, berubah menjadi Batalyon O Tirtayasa Siliwangi, dengan komandan Soleh Iskandar.

Setelah Belanda mengakui kedaulatan NKRI pada tahun 1949, pada tahun 1950 Soleh Iskandar mengundurkan diri dari dunia kemiliteran dan kembali melebur bersama masyarakat.

Selepas dari dunia kemiliteran bersama teman-teman seperjuangan yang jenius menangani persenjataan, kendaraan serta alat-alat lain yang dapat digunakan untuk bertempur.

H. Moch. Ayub dan Soekardja Michord (SM) Palar pada Balatyon O Tirtayasa Siliwangi turut mendirikan Perusahaan Karoseri kendaraan pertama di Indonesia pada tahun 1959.

Dimana pada tahun 1963 di reorganisasi menjadi PT Gunung Tirtayasa yang dikemudian hari lahir perusahaan karoseri besar, Telaga Herang dan Neglasari.

Semasa hidupnya, begitu banyak sumbangsih ide/gagasan serta apa yang sudah KH Soleh Iskandar realisasikan untuk Indonesia dan Bogor pada umumnya.

Salah satunya adalah membangun perumahan modern di desa Pasarean, Pamijahan Bogor (1950), yang diakui badan dunia Unesco sebagai perumahan modern pertama di dunia ketiga yakni Negara-negara yang baru merdeka setelah perang dunia II usai. Masih banyak sumbangsih KH. Soleh Iskandar seperti di bidang agama, pertanian, pendidikan, kesehatan dan keuangan.

sumber:
wikipedia
generasisalaf
diolah dari berbagai sumber
(nag)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.8174 seconds (0.1#10.140)