Pengamat: Bahaya Jika Partai Ngotot Usung Mantan Pecandu Narkoba di Pilkada

Jum'at, 07 Agustus 2020 - 11:11 WIB
loading...
Pengamat: Bahaya Jika Partai Ngotot Usung Mantan Pecandu Narkoba di Pilkada
Pengamat politik Universitas Negeri Jakarta (UNJ) Ubaidillah Badrun. Foto/Istimewa
A A A
BANDUNG - Pengamat politik Universitas Negeri Jakarta (UNJ) Ubaidillah Badrun mengatakan, berbahaya jika partai politik ngotot mengusung calon kepala daerah yang pernah terlibat dalam kasus penyalahgunaan narkoba .

Menurut Ubaidillah, jangan sampai partai memaksakan mantan pecandu narkoba maju di Pilkada Serentak 2020 yang bakal berlangsung pada 9 Desember 2020 mendatang. Sebab, seseorang yang pernah menyalahgunakan narkoba berpotensi kembali mengunakan barang haram tersebut. (BACA JUGA: Formappi: Rakyat Tak Butuh Calon Kepala Daerah Mantan Pecandu Narkoba )

“Ya itu (pecandu narkoba maju di pilkada) berbahaya sekali karena secara sistemik dia (narkoba) merusak generasi. Makanya, salah satu agenda penting pembangunan bangsa itu fokus pada sumber daya manusia (SDM). Kalau SDM nya rusak akibat narkoba, republik ini rusak," kata Ubaidilah kepada wartawan, Kamis (6/8/2020). (BACA JUGA: PBNU Minta KPU Patuhi Putusan MK Larang Pecandu Narkoba Maju di Pilkada )

Kemudian, ujar Ubaidilah, kalau kepala daerah mengonsumsi narkoba, tentu ada kerusakan di dalam tubuh dan pikirannya. Narkoba merusak saraf dan pikiran. Jika kepala daerah itu tidak sehat, baik secara fisik maupun psikis, dan nalar, berisiko besar buat daerahnya. (BACA JUGA: PB HMI Soroti Calon Kepala Daerah Mantan Pecandu Narkoba )

"(Pecandu narkoba) bisa salah mengambil kebijakan, bisa juga dia ketagihan lagi, dan itu tidak efektif memimpin daerah orang-orang yang pernah menyalahgunakan narkoba,” ujar Ubadillah.

Partai politik, tutur dia, harus konsisten mendukung upaya pemerintah memerangi narkoba. Salah satu cara yang dapat dilakukan partai dalam melawan narkoba, partai jangan sampai mengusung calon kepala daerah yang pernah terlibat dalam penyalagunaan narkoba.

Begitu juga penyelenggara pemilu, KPU bisa membuat aturan larangan bagi pecandu narkoba dengan berpedoman pada putusan Mahkamah Konstitusi (MK).

”Bahwa ptusuan MK itu juga berlaku untuk seluruh calon kepala daerah dalam proses-proses pendaftaran. Jadi kalau bermasalah ya harus ditolak,” tutur dia.

Ubadillah mendorong partai politik dan KPU bekerja sama dengan Badan Narkotika Nasional (BNN) untuk memverifikasi calon-calon kepala daerah yang bakal berlaga pada hajatan dan pesta demokrasi tingkat provinsi, kabupaten, dan kota ini. Hal itu sangat penting untuk menelusuri rekam jejak seseorang yang ingin menjadi kepala daerah.

”Partai dan KPU saya kira perlu menggandeng BNN untuk menverifikasi apakah seseorang yang mau nyalon itu pernah terkait kasus narkoba atau hal-hal lain yang melanggar ketentuan yang ada. Jadi saya kira perlu kerjasama dengan kepolisian juga,” tegas Ubadillah.

Ubadillah juga meminta partai politik mematuhi putusan MK, sebagai putusan final dan mengikat. Putusan MK tentang larangan pecandu narkoba maju di Pilkada tak dapat diganggu. Untuk itu, partai politik tidak boleh melanggar undang-undang untuk kepentingan pribadi, kolompok dan golongan.

”Kalau partai memaksakan seseorang yang bermasalah lalu menjadi calon kepala daerah berarti ada kemungkinan transaksional antara partai dan calon kepala daerah itu. Karena engak mungkin orang sampai memperjuangkan seseorang yang bermasalah tanpa ada transaksi di itu. jadi menurut saya sebaiknya (partai) tidak ngotot partai itu untuk mencalonkan orang-orang yang bermasalah,” ungkap dia.

Untuk diketahui, pada Desember 2019 lalu, MK memutuskan tentang syarat pencalonan Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) 2020 yang dimuat dalam Pasal 7 ayat (2) huruf i Undang-undang Nomor 10 Tahun 2016. Putusan MK tersebut melarang pecandu narkoba maju di pilkada.

Putusan Mahkamah Konstitusi tersebut berawal ketika mantan Bupati Ogan Ilir, Ahmad Wazir Noviadi, mengajukan permohonan uji materi aturan tentang syarat pencalonan Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) 2020 Pasal 7 ayat (2) huruf i Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016.

Pasal tersebut adalah larangan bagi seseorang dengan catatan tercela mencalonkan diri sebagai kepala daerah. Dan pemakai dan bandar narkoba dianggap perbuatan tercela.

MK menyebut pemakai narkoba dilarang mencalonkan diri sebagai calon kepala daerah, kecuali dengan alasan kesehatan si pemakai yang dibuktikan dengan keterangan dari dokter. Selain pengguna dan bandar narkoba, perbuatan tercela dalam putusan Mahkamah tersebut juga termasuk judi, mabuk, dan berzina.
(awd)
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.2998 seconds (0.1#10.140)