Kekejaman Ratu Sakti, Raja Pajajaran Rakus Suka Rampas Harta Rakyat hingga Nikahi Ibu Tiri

Minggu, 19 November 2023 - 06:02 WIB
loading...
Kekejaman Ratu Sakti,...
Potret Ratu Sakti, Raja Pajajaran yang rakus suka rampas harta rakyat hingga nikahi ibu tiri. Foto/Ilustrasi
A A A
Kerajaan Pajajaran pernah diperintah seorang raja yang memiliki tabiat sangat buruk. Raja bernama Ratu Sakti ini memerintah usai Sri Baduga Maharaja atau Prabu Siliwangi, Surawisesa, dan Ratu Dewata yang memerintah di Pakuan.

Ratu Dewata merupakan raja ketiga Kerajaan Pajajaran, dan memerintah pada tahun 1535-1543 Masehi, untuk menggantikan ayahnya, Surawisesa. Masih mampu mempertahankan Kerajaan Pajajaran, dengan membuat perjanjian dengan Cirebon dan Demak.

Kerajaan ini semakin surut ketika Ratu Sakti naik takhta menjadi raja keempat Kerajaan Pajajaran. Ratu Sakti hanya sempat menikmati takhta selama delapan tahun, sebelum akhirnya dikudeta oleh Ratu Nilakendra.



Dalam bukunya, Fery Taufiq El-Jaquene menyebutkan Ratu Dewata lebih banyak memilih jalan bertapa dan terlalu alim dalam memimpin Kerajaan Pajajaran. Hal ini diduga akibat Ratu Dewata yang memiliki kelemahan dalam menghadapi kenyataan.

Bahkan dalam Carita Parahiyangan, sosok ratu Dewata dicela dengan berbagai sindiran: “Nyai iyatna-yatna sang kawuri, haywa ta sira kabalik papuasaan”, yang secara harafiah dapat diartikan ”Maka berhati-hatilah yang kemudian, janganlah engkau berpura-pura rajin puasa”.

Bahkan, penulis Carita Parahiyangan, juga menambahkan kalimat: “Samangkana ta precinta” yang secara harafiah dapat diartikan: “Begitulah zaman susah”. Tulisan-tulisan itu menjadi sindiran untuk Ratu Dewata.

Fery Taufiq El-Jaquene dalam bukunya yang berjudul “Hitam Putih Pajajaran, dari Kejayaan hingga Keruntuhan Kerajaan Pajajaran” mengisahkan, ada 15 pertempuran yang dihadapi perwira senior untuk mempertahankan benteng Pakuan Pajajaran dari serangan musuh.



Pertempuran demi pertempuran, harus dijalani para prajuritKerajaan Pajajaran di masa pemerintahan Ratu Dewata. Sejumlah perwira senior, harus menghadapi gelombang serangan ganas dari Banten, melalui Pelabuhan Kelapa.

Meski ketangguhan benteng Pakuan Pajajaran, tak mampu ditembus pasukan Banten, namun dua senopati senior dariKerajaan Pajajaran, harus gugur di medan laga. Kedua senopati tangguh itu adalah Tohaan Ratu Sangiang, dan Tohaan Sarendet.

Diharapkan mampu menjadi raja yang kuat bagiKerajaan Pajajaran, ternyata perilaku Ratu Sakti justru sangat buruk. Dikisahkan, sejak Ratu Sakti naik takhta, Kerajaan Pajajaran ditimpa masalah kompleks.

Masyarakat sudah tidak percaya lagi dengan pemerintahan Ratu Sakti, karena kelaparan merajalela, dibarengi dengan kemaksiatan dan kejahatan. Saat rakyat mengalami bencana kelaparan, Kerajaan Pajajaran tidak memasok kebutuhan pokok rakyat.



Ratu Sakti justru lebih suka mabuk-mabukan, dan jauh dari agama. Tak hanya itu, Ratu Sakti juga tidak mempedulikan tatanan hukum negara, sehingga rakyat mulai membangkang.

Bahkan, Ratu Sakti memiliki moral buruk, memberlakukan hukum semena-mena terhadap masyarakat kecil, yakni dengan menghukum mati penduduk, merampas harta masyarakat tanpa alasan pasti.

Ratu Sakti juga dicap sebagai raja yang berani melanggar adat keraton, sebab telah mengawini seorang putri larangan dari keluaran yang dilarang adat secara keras. Bahkan, Ratu Sakti juga memperistri ibu tirinya.

Dalam Carita Parahiyangan, juga dituliskan tentang keburukan Ratu Sakti, yang berbunyi “Aja tinut de sang kawuri polah sang nata”, yang artinya “Janganlah ditiru kelakuan raja ini oleh mereka yang kemudian menggantikannya”.



Rakyat tak lagi mengurusi Kerajaan Pajajaran, karena sedang mendapatkan gangguan dari luar, seperti dari Banten, Cirebon, dan Demak. Rakyat lebih fokus mengurusi diri sendiri untuk menyelamatkan keluarga masing-masing.

Kisah buruk pemerintahanKerajaan Pajajaran di bawah kepemimpinan Ratu Sakti, berakhir setelah Ratu Nilakendra atau Tohaan Domajaya naik takhta. Ratu Nilakendra naik takhta pada tahun 1551 Masehi, setelah Ratu Sakti tewas.

Harapan akan datangnya ratu adil bagi rakyat Kerajaan Pajajaran, ternyata masih jauh panggang dari api. Ratu Nilakendra yang memerintahKerajaan Pajajaran selama 15 tahun, yakni tahun 1551-1567 Masehi, justru tersesat pada Sekte Tantra yang dianutnya.

Sebagai raja, Ratu Nilakendra tidak melanggar larangan adat apapun, tetapi dia terjebak dalam aliran Tantra, merupakan aliran yang rutinitas melakukan meditasi dengan mengolaborasikan simbol Yoni dan Lingga.

Artinya, dalam melakukan ritual meditasi, Ratu Nilakendra juga melakukan persetubuhan dengan sejumlah wanita. Aliran ini juga dianut raja terakhir Kerajaan Singasari, Kertanegara.



Bahkan, Kertanegara yang merupakan pencetus konsep kerajaan Nusantara, dan berseteru dengan Kerajaan Mongol tersebut, tewas secara tragis dibunuh Jayakatwang. Kertanegara tewas terbunuh saat melakukan ritual meditasi sambil bersetubuh dengan sejumlah wanita.

Sementara Ratu Nilakendra terjerumus dalam aliran mistis Tantra di saat kerajaannya menghadapi ancaman serangan dari Banten, dan Demak.

Tak hanya itu, kala itu rakyat Pajajaran tengah dilanda kelaparan hingga terpaksa menggunakan cara apapun untuk menyambung hidup.

Rakyat Pajajaran dibuat semakin kesal. Saat mereka kelaparan dan tak mendapatkan uluran tangan dari kerajaan. Justru Ratu Nilakendra memperindah keraton, dengan membangun taman yang megah.

Selain itu, Ratu Nilakendra membuat jalur penghubung antara taman dengan gerbang larangan menggunakan batu-batu.

Dia juga melengkapi pernak-pernik istana dengan jimat-jimat, membangun rumah keramat sebanyak 17 baris yang ditulisi bermacam-macam kisah lingkup kerajaan menggunakan lempeng emas.

Ancaman dari Kesultanan Banten, dan Kesultanan Demak, membuat lingkungan Istana Kerajaan Pajajaran dilanda frustasi dan ketegangan yang mencekam menghadapi serangan musuh. Kondisi ini membuat raja beserta para pembesarnya, memperdalam aliran keagamaan Tantra.

Perselisihan antara Kerajaan Pajajaran dengan Kesultanan Banten, dipicu oleh masalah perbatasan antar kerajaan. Masalah penentuan batas kerajaan tersebut, akhirnya memicu perang besar antara Kerajaan Pajajaran dengan Kesultanan Demak.

Anehnya sebagai penganut ajaran Tantra, Ratu Nilakendra membuat bendera keramat untuk melawan pasukan musuh. Bendera ini untuk mengusir musuh. Kekuatan gaib bendera itu, dipercaya dapat membuat pasukan musuh ketakutan saat menyerang Kerajaan Pajajaran.

Kenyataannya, pasukan Kesultanan Banten, tidak pernah merasa takut dengan bendera keramat tersebut. Hingga akhirnya pasukan Ratu Nilakendra berhasil dikalahkan, dan melarikan diri meninggalkan istana Kerajaan Pajajaran.

Pasukan Kesultanan Banten, yang dipimpin putera mahkota, Maulana Yusuf dapat menyerang hingga ke pusat kotaKerajaan Pajajaran.Saat Ratu Nilakendra melarikan diri, nasib Pajajaran sepenuhnya diserahkan kepada pendudukserta prajurit yang tinggal di keraton.
(ams)
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.2560 seconds (0.1#10.140)