Mengenal Perbedaan Mataram Islam dengan Mataram Kuno, Sudah Tahu?

Kamis, 26 Oktober 2023 - 11:54 WIB
loading...
Mengenal Perbedaan Mataram Islam dengan Mataram Kuno, Sudah Tahu?
Kerajaan Mataram Islam dan Mataram Kuno memiliki sejarah dan latar belakang yang berbeda. Foto/Kebudayaan Kemdikbud
A A A
JAKARTA - Kerajaan Mataram Islam dan Mataram Kuno memiliki sejarah dan latar belakang yang berbeda. Meski mempunyai kemiripan nama, dua kerajaan yang pernah ada di Nusantara ini punya sejumlah perbedaan.

Salah satu alasan mengapa kedua kerajaan tersebut dianggap sama, yaitu karena letaknya di Pulau Jawa. Selain itu, kerajaan ini juga dipercaya saling memiliki ikatan satu sama lain.

Perlu diketahui bahwa ada banyak perbedaan pada dua kerajaan besar tersebut. Perbedaan ini menarik diulas agar bisa membedakan antara Kerajaan Mataram Islam dan Mataram Kuno.

Berikut perbedaan dari Kerajaan Mataram Islam dan Kerajaan Mataram Kuno dari sejarahnya.

Perbedaan Mataram Islam dengan Mataram Kuno


1. Mataram Kuno


Mataram Kuno merupakan kerajaan bercorak Hindu-Buddha yang berdiri pada abad ke-8 Masehi di daerah Yogyakarta dan sekitarnya. Kerajaan ini didirikan oleh Rakai Mataram Sang Ratu Sanjaya, yang merupakan keturunan dari Raja Sanna dari Kerajaan Galuh.



Sanjaya mengeluarkan Prasasti Canggal pada tahun 732 Masehi, yang menjadi sumber sejarah tertua tentang berdirinya Mataram Kuno. Prasasti tersebut masih ada dan menjadi saksi sejarah kerajaan ini

Sanjaya kemudian digantikan oleh putranya, Rakai Panangkaran, yang memindahkan ibu kota kerajaan ke daerah Bumi Mataram (sekarang Muntilan). Rakai Panangkaran juga dikenal sebagai pendiri Candi Kalasan dan Candi Sari.

Pada akhir abad ke-8, muncul Dinasti Syailendra, yang merupakan keturunan dari Raja Syailendra dari Kerajaan Sriwijaya. Dinasti ini menguasai Mataram Kuno dengan menikahkan putrinya, Pramodhawardhani, dengan Rakai Pikatan, cucu Rakai Panangkaran.

Dinasti Syailendra mencapai puncak kejayaannya pada masa pemerintahan Samaratungga, putra Pramodhawardhani dan Rakai Pikatan. Samaratungga memerintahkan pembangunan Candi Borobudur, candi Buddha terbesar di dunia.

Setelah kematian Samaratungga, terjadi perebutan kekuasaan antara putranya, Balaputradewa, dan menantunya, Dyah Lokapala. Balaputradewa melarikan diri ke Sriwijaya setelah dikalahkan oleh Dyah Lokapala. Dyah Lokapala kemudian menjadi raja Mataram Kuno dengan gelar Rakai Kayuwangi.

Pada abad ke-10, Mataram Kuno mengalami kemunduran akibat serangan dari Kerajaan Wurawari dan Kerajaan Medang Kamulan. Raja terakhir Mataram Kuno yang diketahui adalah Mpu Sindok, yang memindahkan ibu kota kerajaan ke Jawa Timur pada tahun 929 Masehi.

2. Mataram Islam


Mataram Islam adalah kerajaan bercorak Islam yang berdiri pada abad ke-16 Masehi di daerah Jawa Tengah dan sekitarnya. Kerajaan ini didirikan oleh Sutawijaya, yang merupakan keturunan dari Ki Ageng Pemanahan, seorang adipati di bawah kekuasaan Kerajaan Pajang.



Sutawijaya mendapatkan tanah Mataram sebagai hadiah dari Sultan Hadiwijaya karena berhasil membunuh Arya Penangsang, pemberontak dari Kerajaan Jipang.

Sutawijaya kemudian memerintah dengan gelar Panembahan Senopati dan membangun ibu kota kerajaannya di Kotagede. Ia berhasil menaklukkan beberapa kerajaan kecil di sekitarnya, seperti Kerajaan Demak, Kerajaan Surabaya, dan Kerajaan Tuban.

Panembahan Senopati digantikan oleh putranya, Panembahan Hanyakrawati, yang juga dikenal sebagai Mas Jolang. Ia melanjutkan ekspansi wilayah kerajaannya hingga mencapai Banten dan Cirebon. Namun, ia juga menghadapi pemberontakan dari beberapa adipati, seperti Adipati Wirasaba dan Adipati Purbaya.

Panembahan Hanyakrawati meninggal tanpa meninggalkan pewaris, sehingga terjadi persaingan antara dua saudara iparnya, yaitu Pangeran Purbaya dan Pangeran Benawa. Akhirnya, Pangeran Benawa berhasil merebut tahta dengan bantuan Sunan Giri, salah satu Wali Songo. Ia kemudian menjadi raja Mataram Islam dengan gelar Sultan Agung.

Sultan Agung merupakan raja terbesar dan terkenal dalam sejarah Mataram Islam. Ia memindahkan ibu kota kerajaannya ke Karta (sekarang Kota Gede) dan membangun Masjid Agung Mataram.

Ia juga memperluas wilayah kekuasaannya hingga mencakup hampir seluruh Pulau Jawa, kecuali Batavia, yang dikuasai oleh VOC. Sultan Agung berusaha menyerang Batavia sebanyak tiga kali, tetapi gagal.

Sultan Agung digantikan oleh putranya, Amangkurat I, yang menghadapi banyak masalah dalam pemerintahannya. Ia berkonflik dengan para ulama dan adipati, yang menuduhnya sebagai raja yang zalim dan tidak taat agama.

Amangkurat I digantikan oleh putranya, Amangkurat II, yang berusaha mengembalikan kejayaan Mataram Islam. Ia bersekutu dengan VOC untuk mengalahkan Trunojoyo dan mengembalikan wilayah kerajaannya. Namun, ia juga harus menghadapi pemberontakan dari Pangeran Puger, adiknya, yang mengklaim dirinya sebagai raja Mataram Islam.

Amangkurat II meninggal di Kartasura pada tahun 1703 Masehi dan digantikan oleh putranya, Amangkurat III. Namun, pemberontakan dan perpecahan terus menghantui Mataram Islam hingga akhirnya terbagi menjadi beberapa kerajaan kecil, seperti Surakarta, Yogyakarta, Mangkunegaran, dan Pakualaman.

Berdasarkan penjelasan di atas, kedua kerajaan tersebut sangatlah berbeda. Kerajaan Mataram Islam dan Mataram Kuno memiliki sejarah, peninggalan dan ciri khas yang berbeda.
(okt)
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1424 seconds (0.1#10.140)