Kisah Tragis Singasari Runtuh Akibat Ketamakan Sang Raja

Jum'at, 13 Oktober 2023 - 05:49 WIB
loading...
Kisah Tragis Singasari...
Candi Singasari di Kelurahan Candirenggo, Kecamatan Sinosari, Kabupaten Malang, diduga menjadi tempat perabuan raja terakhir Kerajaan Singasari, Raja Kertanegara. Foto/Dok. kemendikbud.go.id
A A A
Singasari, sebuah kerajaan besar di tanah Jawa yang didirikan oleh Ken Arok, runtuh dan sirna dari muka bumi pada saat dipimpin Raja Kertanegara. Raja penganut aliran Budha Tantrayana ini tewas di dalam istana, oleh serangan pasukan pemberontak yang dipimpin Jayakatwang.



Pasukan dari Gelang-gelang tersebut, dengan leluasa merangsek masuk ke dalam istana Kerajaan Singasari, dan membunuh Kertanegara karena seluruh kekuatan utama pasukan Singasari, tengah dikerahkan untuk ekspediri Pamalayu. Selain itu, sebagian kekuatan pasukan juga dikerahkan untuk membendung serangan pasukan Gelang-gelang yang menyerang dari sisi utara.



Diduga, strategi serangan dua arah yang dilancarkan Jayakatwang, mampu mengelabuhi pasukan Singasari. Mereka menyerang dari sisi utara dengan kekuatan pasukan seadanya, dan secara diam-diam Jayakatwang memimpin pasukannya menyusup dari arah selatan dengan kekuatan yang sangat mematikan.



Kekosongan pasukan di pusat Kerajaan Singasari, benar-benar mampu dimanfaatkan Jayakatwang untuk langsung menusuk istana Kerajaan Singasari, dan menebar maut di dalam istana yang tidak mendapatkan pengawalan ketat tersebut.

Pada saat serangan maut itu menyusup masuk ke jantung Kerajaan Singasari, Raja Kertanegara justru tengah asyik menjalankan salah satu ritual aliran tantrayana yang dianutnya, yakni berupa penyucian melalui pesta minuman keras (Miras), disertai pesta seks.

Pada bukunya yang berjudul "Babad Tanah Jawi", Soedjipto Abimanyu menyebutkan, Ekspedisi Pamalayu selain untuk misi menyatukan nusantara juga untuk membendung pengaruh kekuasaan Kekaisaran Mongol, yang hampir menguasai seluruh daratan di Asia.

Ambisi Kertanegara ini, disebut Soedjipto Abimanyu membuat Kertanegara melupakan keamanan internal kerajaan. Pasukan-pasukan elite Kerajaan Singasari di bawah pimpinan Kebo Anabrang, dikirimkan untuk mendukung ambisi penaklukan Pamalayu pada tahun 1275.

Penasihat Kerajaan Singasari, Mpu Raganata telah mengingatkan Raja Kertanegara, untuk menyisakan pasukan di pusat Kerajaan Singasari. Langkah ini untuk mengantisipasi kemungkinan serangan Jayakatwang. Sayang nasihat itu tak digubris.



Raja Kertanegara tidak mengindahkan nasihat Mpu Raganata, karena menilai Jayakatwang tidak akan memberontak ke Singasari. Pasalnya, Jayakatwang dinilai memiliki hubungan sangat dekat dengan Singasari. Selain sebagai bekas pengawal Kerajaan Singasari, yang diangkat menjadi Adipati Gekang-gelang, Jayakatwang juga memiliki hubungan dekat dengan Kertanegara, yakni sebagai sepupu, sekaligus ipar, dan besan.

Kenyataan berkata lain, Jayakatwang yang memiliki leluhur dari Kerajaan Kediri, dan leluhurnya dihabisi oleh Ken Arok sebagai pendiri Singasari, telah murka terhadap Singasari sehingga melakukan pemberontakan terhadap sepupu, ipar, sekaligus besannya sendiri hingga mengakibatkan Singasari runtuh ditelan bumi.

Dilansir dari laman kebudayaan.kemendikbud.gi.id, Kertanegara merupakan raja terakhir Singasari, yang memerintah pada tahun 1268-1292. Kertanegara merupakan raja yang paling lama memerintah Singasari.

Kertanegara memiliki gelar Siwa-Buddha. Gebrakan baru langsung dilakukannya, sesaat setelah dinobatkan sebagai Raja Singasari, menggantikan posisi ayahnya. Bahkan, pada tahun 1286 dia menundukkan Bali, dan kemudian mencoba menjalin persahabatan serta pengaruh di Melayu, dengan melakukan Ekspedisi Pamalayu.

"Sang raja menitahkan Dyah Adwayabrahma bersama pasukannya mengantarkan hadiah berupa arca Amogapasa Lokeswara, kepada Raja Mauliwarmadewa. Hadiah arca tersebut disambut baik sang raja dengan menghadiahkan kedua putrinya, Dara Jingga dan Dara Petak kepada Raja Kertanegara. Alasan Kertanegara menjalin persahabatan tersebut tak lain adalah untuk membuat pertahanan Nusantara dari invasi yang dilakukan oleh Dinasti Yuan," demikian ditulis dalam laman kebudayaan.kemdikbud.go.id.



Tak hanya Ekspedisi Pamalayu yang menguras hampir seluruh kekuatan pasukan Kerajaan Singasari. Kertanegara, ternyata juga melakukan langkah berani dengan menantang penguasa Mongol, Kubilai Khan. Utusan Kubilai Khan, Meng Khi yang datang ke Singasari pada tahun 1289 menyampaikan pesan agar Singasari tunduk terhadap Yuan, serta diwajibkan mengirimkan upeti.

Gertakan Kubilai Khan melalui utusannya tersebut, tak sedikitpun membuat Kertanegara gentar. Bahkan, dia melakukan perlawanan. Dalam Kidung Harsawijaya, disebutkan Kertanegara justru melukai wajah dan mengiris telinga Meng Khi, lalu memintanya untuk pulang menghadap Kubila Khan.

Perlakuan Kertanegara terhadap Meng Khi tersebut, membuat Kubilai Khan murka. Kubilai Khan langsung memerintahkan untuk mengirimkan pasukan dengan kekuatan penuh, untuk menghukum Raja Jawa tersebut. Namun saat pasukan Kubilai Khan tiba di Pulau Jawa, justru tak mendapati lagi Kertanegara yang telah tewas dihabisi pasukan Jayakatwang.

Kekuatan pasukan Kubilai Khan tersebut, dimanfaatkan oleh menantu Kertanegara, Raden Wijaya untuk melakukan serangan balik terhadap Jayakatwang yang telah menjadi raja, dan mengembalikan kekuasaan Kerajaan Kediri. Strategi ini berhasil dilakukan Raden Wijaya, hingga akhirnya Raden Wijaya mampu menghancurkan balik pasukan Kubilai Khan, dan mendirikan Kerajaan Majapahit.

Dalam laman kebudayaan.kemdikbud.go.id juga disebutkan, kisah tentang Raja Kertanegara melawan kekuasaan Mongol, serta mengirimkan pasukan ke Melayu dalam Ekspedisi Pamalayu ini, menjadi inspirasi Gajah Mada saat menjadi Mahapatih Majapahit.



Gajah Mada berambisi kuat untuk menyatukan Nusantara, seperti yang dilakukan tokoh idolanya, Raja Kertanegara. Ambisi Gajah Mada itu, termuat dalam Sumpah Palapa yang diucapkannya saat dilantik menjadi Mahapatih Majapahit pada tahun 1336 Masehi.

Kekaguman Gajah Mada pada sosok Raja Kertanegara ini, juga diduga menjadi alasannya mendirikan bangunan suci untuk Raja Kertanegara. Bahkan, pendirian bangunan suci untuk Raja Singasari tersebut, juga mendapatkan restu dari Ratu Tribhuwana Tunggadewi yang merupakan Raja Majapahit, dan ibu dari Raja Hayamwuruk.

Bukti pendirian bangunan suci untuk Raja Kertanegara yang dilakukan Gajah Mada tersebut, termuat dalam prasasti batu yang ditemukan di dekat Candi Singosari. Prasasti itu berangka tahun 1273 Saka atau 1351 Masehi.

"…dan juga pada saat yang sama sang Rakryan Mapatih Jirnodhara (Mpu Mada) yang membangun sebuah candi (caitya) bagi kaum/ Brahmana agung dan juga para pemuja Siwa dan Buddha yang sama-sama gugur/bersama Sri Paduka Almarhum (Kertanegara) dan juga para Mantri senior yang juga gugur bersama-sama dengan Sri Paduka…" demikian kutiban alihbahasa dari prasasti batu, dilansir dari laman kebudayaan.kemdikbud.go.id.
(eyt)
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.2390 seconds (0.1#10.140)