Pelukan Air Mata Soekarno ke Musso sebelum Mati Bongkar Pemberontakan PKI Madiun 1948
loading...
A
A
A
MADIUN - Musso atau Muso atau Munawar Muso, tokoh PKI (Partai Komunis Indonesia) asal Kediri, Jawa Timur itu dipeluk Presiden Soekarno (Bung Karno) setelah keduanya sekian lama tidak bertemu. Perjumpaan pada 13 Agustus 1948 itu berlangsung di ruangan Presiden Soekarno.
Dilansir dari buku Orang-orang di Persimpangan Kiri Jalan (1997), pertemuan itu begitu mengharukan. “Bung Karno memeluk Musso dan Musso memeluk Soekarno. Mata berlinang. Kegembiraan ketika itu rupanya tidak dapat mereka keluarkan dengan kata-kata”.
Musso bagi Bung Karno bukan orang baru. Musso lahir di Pagu Kabupaten Kediri 1897 yang secara geografis berjarak dekat dengan Blitar, yakni tempat Soekarno tumbuh besar.
Musso pernah hidup bersama dengan Bung Karno saat keduanya masih sama-sama ngekosdi rumah H.O.S Tjokroaminoto di Surabaya. Musso kala itu sudah aktif di Sarekat Islam (SI) bersama Semaun, dan Soekarno masih pelajar.
Sejak peristiwa Pemberontakan PKI 1926 yang gagal, Musso menghilang, kabur ke Moskow, Uni Soviet. Begitu juga dengan Semaun, Ketua PKI angkatan pertama. Karenanya setelah berpuluh tahun tidak bertemu, perjumpaan Soekarno dan Musso serasa reunian.
Keduanya hanya lebih banyak saling melihat satu sama lain. Hanya pandangan mata dan roman muka mereka menggambarkan kegembiraan itu. Musso tiba di Indonesia pada 11 Agustus 1948. Ia menyamar sebagai sekretaris Soeripno, duta besar Indonesia untuk Eropa Timur.
Kehadiran Musso dengan nama samaran Soeparto sempat menimbulkan desas-desus kecurigaan. Dua hari kemudian, misteri siapa sekretaris Soeripno terjawab.
Setelah beberapa jurus penyambutan, Bung Karno baru bertanya.
“Lho, kok masih awet muda?,” tanya Soekarno.
“O, ya. Tentu saja. Ini memangsemangat Moskow, semangat Moskow selamanya muda,” jawab Musso.
Di ruangan itu, Musso hendak duduk di kursi yang berjarak dengan Soekarno. Namun oleh Soekarno diminta duduk di dekatnya. Di depan Soeripno, Bung Karno menceritakan profil Musso di masa lampau dengan nada bangga.
“Musso ini dari dulu memang jago. Ia yang paling suka berkelahi. Ia memang jago pencak. Juga orang yang suka main musik. Kalau pidato ia akan nyincing lengan bajunya”.
Sebelum pertemuan berakhir dan Musso serta Soeripno pamit pergi, Bung Karno meminta Musso untuk membantu memperkuat negara dan melancarkan revolusi.
Permintaan Soekarno dijawab Musso dengan kalimat pendek.“Itu memang kewajiban saya. Ik kom hier om orde te schepen (saya kemari untuk membereskan),” kata Musso.
Pertemuan penuh keharuan sekaligus kegembiraan itu ternyata tinggal pertemuan. Pada 18 September 1948 atau 37 hari usai pertemuan, Soekarno dan Musso berhadap-hadapan.
Dalam peristiwa Pemberontakan Madiun 1948, Musso berpidato tentang quisling-quisling dan penjual-penjual romusha Soekarno-Hatta. Dan Soekarno menjawab dengan pidato, pilih Soekarno-Hatta atau Musso-Amir Sjarifuddin.
Pemberontakan PKI Madiun 1948 dalam waktu cepat berhasil dipadamkan.
Musso yang melawan saat hendak ditangkap ditembak mati di Ponorogo, Jawa Timur. Jenazah Musso dibakar dan dipertontonkan.Begitulah perjalanan sejarah kemerdekaan Indonesia periode 1945-1949 yang penuh pergolakan.
Dilansir dari buku Orang-orang di Persimpangan Kiri Jalan (1997), pertemuan itu begitu mengharukan. “Bung Karno memeluk Musso dan Musso memeluk Soekarno. Mata berlinang. Kegembiraan ketika itu rupanya tidak dapat mereka keluarkan dengan kata-kata”.
Musso bagi Bung Karno bukan orang baru. Musso lahir di Pagu Kabupaten Kediri 1897 yang secara geografis berjarak dekat dengan Blitar, yakni tempat Soekarno tumbuh besar.
Musso pernah hidup bersama dengan Bung Karno saat keduanya masih sama-sama ngekosdi rumah H.O.S Tjokroaminoto di Surabaya. Musso kala itu sudah aktif di Sarekat Islam (SI) bersama Semaun, dan Soekarno masih pelajar.
Sejak peristiwa Pemberontakan PKI 1926 yang gagal, Musso menghilang, kabur ke Moskow, Uni Soviet. Begitu juga dengan Semaun, Ketua PKI angkatan pertama. Karenanya setelah berpuluh tahun tidak bertemu, perjumpaan Soekarno dan Musso serasa reunian.
Keduanya hanya lebih banyak saling melihat satu sama lain. Hanya pandangan mata dan roman muka mereka menggambarkan kegembiraan itu. Musso tiba di Indonesia pada 11 Agustus 1948. Ia menyamar sebagai sekretaris Soeripno, duta besar Indonesia untuk Eropa Timur.
Kehadiran Musso dengan nama samaran Soeparto sempat menimbulkan desas-desus kecurigaan. Dua hari kemudian, misteri siapa sekretaris Soeripno terjawab.
Setelah beberapa jurus penyambutan, Bung Karno baru bertanya.
“Lho, kok masih awet muda?,” tanya Soekarno.
“O, ya. Tentu saja. Ini memangsemangat Moskow, semangat Moskow selamanya muda,” jawab Musso.
Di ruangan itu, Musso hendak duduk di kursi yang berjarak dengan Soekarno. Namun oleh Soekarno diminta duduk di dekatnya. Di depan Soeripno, Bung Karno menceritakan profil Musso di masa lampau dengan nada bangga.
“Musso ini dari dulu memang jago. Ia yang paling suka berkelahi. Ia memang jago pencak. Juga orang yang suka main musik. Kalau pidato ia akan nyincing lengan bajunya”.
Sebelum pertemuan berakhir dan Musso serta Soeripno pamit pergi, Bung Karno meminta Musso untuk membantu memperkuat negara dan melancarkan revolusi.
Permintaan Soekarno dijawab Musso dengan kalimat pendek.“Itu memang kewajiban saya. Ik kom hier om orde te schepen (saya kemari untuk membereskan),” kata Musso.
Pertemuan penuh keharuan sekaligus kegembiraan itu ternyata tinggal pertemuan. Pada 18 September 1948 atau 37 hari usai pertemuan, Soekarno dan Musso berhadap-hadapan.
Dalam peristiwa Pemberontakan Madiun 1948, Musso berpidato tentang quisling-quisling dan penjual-penjual romusha Soekarno-Hatta. Dan Soekarno menjawab dengan pidato, pilih Soekarno-Hatta atau Musso-Amir Sjarifuddin.
Pemberontakan PKI Madiun 1948 dalam waktu cepat berhasil dipadamkan.
Musso yang melawan saat hendak ditangkap ditembak mati di Ponorogo, Jawa Timur. Jenazah Musso dibakar dan dipertontonkan.Begitulah perjalanan sejarah kemerdekaan Indonesia periode 1945-1949 yang penuh pergolakan.
(ams)