Sejarah Kesultanan Cirebon: Letak, Asal-usul, Masa Kejayaan, Keruntuhan serta Peninggalannya
loading...
A
A
A
JAKARTA - Kesultanan Cirebon merupakan salah satu kerajaan Islam yang memiliki sejarah yang panjang di Indonesia. Terletak di pesisir utara Pulau Jawa, kesultanan ini memiliki perkembangan politik, sosial, ekonomi, dan budaya selama berabad-abad.
Kesultanan Cirebon menghubungkan jalur perdagangan antar pulau karena letaknya di pesisir utara dan berbatasan dengan wilayah Jawa Tengah dan Jawa Barat.
Berikut sejarah Kesultanan Cirebon dari masa kejayaan, keruntuhan, hingga peninggalannya.
Dilansir dari laman Cirebonkota.go.id, sejarah Kesultanan Cirebon terdapat dalam naskah Babad Tanah Sunda dan Carita Purwaka Caruban Nagari.
Cirebon merupakan sebuah dukuh kecil yang awalnya didirikan oleh Ki Gedeng Tapa, yang berkembang menjadi sebuah perkampungan ramai dan diberi nama Caruban.
Caruban adalah tempat di mana terjadi percampuran budaya dan latar belakang pendatang dari beragam suku bangsa, agama, bahasa, adat istiadat, serta mata pencaharian.
Cirebon awalnya didominasi pekerjaan nelayan, menghasilkan ikan dan udang rebon untuk terasi. Nama "Cirebon" berasal dari Cai (air) dan Rebon (udang rebon).
Berkat pelabuhan ramai dan sumber daya alam, Cirebon berkembang menjadi kota besar dan pusat penyebaran agama Islam di Jawa Barat serta berperan penting dalam perdagangan di Nusantara.
Setelah Ki Gedeng Tapa wafat, cucunya Walangsungsang mendirikan istana Pakungwati dan membentuk pemerintahan di Cirebon.
Sebagai Pangeran Cakrabuana atau Haji Abdullah Iman setelah ibadah haji, dia dianggap pendiri Kesultanan Cirebon dan menjadi raja pertama yang aktif menyebarkan agama Islam kepada rakyatnya.
Pangeran Cakrabuana (1430-1479) merupakan keturunan Kerajaan Pajajaran, putra pertama Sri Baduga Maharaja Prabu Siliwangi dan istri pertamanya, Subanglarang.
Dia memiliki dua saudara kandung, Nyai Rara Santang dan Raden Kian Santang. Seharusnya Pangeran Cakrabuana menjadi pewaris takhta Kerajaan Pajajaran karena sebagai anak laki-laki tertua.
Namun, posisinya digantikan oleh adiknya yang bernama Prabu Surawisesa. Hal ini karena Pangeran Cakrabuana memeluk agama Islam yang diturunkan oleh ibunya.
Pada abad ke-16, ajaran agama mayoritas di Kerajaan Pajajaran adalah Sunda Wiwitan, Hindu, dan Budha.
Pangeran Walangsungsang mendirikan Kuta Kosod dan Dalem Agung Pakungwati di daerah Kebon Pesisir pada tahun 1430 M, membentuk pemerintahan di Cirebon, dan dianggap sebagai pendiri pertama Kesultanan Cirebon.
Setelah menunaikan ibadah haji, Pangeran Walangsungsang menjadi Haji Abdullah Iman dan memerintah Cirebon dari keraton Pakungwati, menyebarkan agama Islam di wilayah tersebut.
Masa kejayaan Kesultanan Cirebon terjadi saat dibawah kepemimpinan Sunan Gunung Jati. Sunan Gunung Jati memimpin Kesultanan Cirebon pada masa kejayaannya.
Dia memperluas wilayah kekuasaan hingga mencakup Banten, Indramayu, Brebes, Tegal, Pekalongan, Demak, dan sebagian Jawa Tengah. Sunan Gunung Jati juga menjalin hubungan baik dengan kerajaan-kerajaan di Nusantara dan luar negeri seperti Aceh, Malaka, Turki Utsmani, Portugal, dan Spanyol.
Selain memperluas wilayah, Sunan Gunung Jati juga memainkan peran penting dalam penyebaran Islam di wilayah Sunda dengan pendekatan budaya dan seni, mengembangkan seni wayang golek cepak dan seni batik khas Cirebon.
Selain itu, ia membangun berbagai fasilitas publik termasuk masjid, pesantren, pasar, pelabuhan, dan benteng, seperti Masjid Agung Sang Cipta Rasa, Pesantren Gunung Jati, dan Pelabuhan Cirebon yang menjadi pusat perdagangan.
Runtuhnya Kesultanan Cirebon dimulai pada 1666 saat masa pemerintahan Panembahan Ratu II atau Pangeran Rasmi. Penyebabnya adalah fitnah dari Sultan Amangkurat I, penguasa Mataram dan mertua Panembahan Ratu II.
Sultan Amangkurat I menuduh Panembahan Ratu II bersekongkol dengan Banten untuk menjatuhkan kekuasaan di Mataram, mengakibatkan Panembahan Ratu II diasingkan dan wafat di Surakarta pada 1667.
Setelah kematiannya, Mataram mengambil alih Kerajaan Cirebon secara sepihak, memicu kemarahan Sultan Ageng Tirtayasa dari Banten.
Sultan Ageng Tirtayasa membebaskan putra Panembahan Ratu II yang juga diasingkan oleh Mataram. Akibatnya, Kesultanan Cirebon terpecah menjadi tiga bagian di mana masing-masing dengan sultan yang berkuasa.
Pecahnya kesultanan juga menandai runtuhnya Kesultanan Cirebon. Hal tersebut karena situasi semakin memburuk dengan politik adu domba VOC.
- Keraton Kasepuhan.
- Keraton Kanoman.
- Makam Sunan Gunung Jati.
- Masjid Agung Sang Cipta Rasa.
- Seni Batik Cirebon.
- Seni Wayang Golek.
Demikian informasi mengenai sejarah Kesultanan Cirebon, semoga informasi ini bermanfaat.
Kesultanan Cirebon menghubungkan jalur perdagangan antar pulau karena letaknya di pesisir utara dan berbatasan dengan wilayah Jawa Tengah dan Jawa Barat.
Berikut sejarah Kesultanan Cirebon dari masa kejayaan, keruntuhan, hingga peninggalannya.
Sejarah Kesultanan Cirebon
Dilansir dari laman Cirebonkota.go.id, sejarah Kesultanan Cirebon terdapat dalam naskah Babad Tanah Sunda dan Carita Purwaka Caruban Nagari.
Cirebon merupakan sebuah dukuh kecil yang awalnya didirikan oleh Ki Gedeng Tapa, yang berkembang menjadi sebuah perkampungan ramai dan diberi nama Caruban.
Caruban adalah tempat di mana terjadi percampuran budaya dan latar belakang pendatang dari beragam suku bangsa, agama, bahasa, adat istiadat, serta mata pencaharian.
Cirebon awalnya didominasi pekerjaan nelayan, menghasilkan ikan dan udang rebon untuk terasi. Nama "Cirebon" berasal dari Cai (air) dan Rebon (udang rebon).
Berkat pelabuhan ramai dan sumber daya alam, Cirebon berkembang menjadi kota besar dan pusat penyebaran agama Islam di Jawa Barat serta berperan penting dalam perdagangan di Nusantara.
Setelah Ki Gedeng Tapa wafat, cucunya Walangsungsang mendirikan istana Pakungwati dan membentuk pemerintahan di Cirebon.
Sebagai Pangeran Cakrabuana atau Haji Abdullah Iman setelah ibadah haji, dia dianggap pendiri Kesultanan Cirebon dan menjadi raja pertama yang aktif menyebarkan agama Islam kepada rakyatnya.
Pendirian dan Silsilah Raja Kesultanan Cirebon
Pangeran Cakrabuana (1430-1479) merupakan keturunan Kerajaan Pajajaran, putra pertama Sri Baduga Maharaja Prabu Siliwangi dan istri pertamanya, Subanglarang.
Dia memiliki dua saudara kandung, Nyai Rara Santang dan Raden Kian Santang. Seharusnya Pangeran Cakrabuana menjadi pewaris takhta Kerajaan Pajajaran karena sebagai anak laki-laki tertua.
Namun, posisinya digantikan oleh adiknya yang bernama Prabu Surawisesa. Hal ini karena Pangeran Cakrabuana memeluk agama Islam yang diturunkan oleh ibunya.
Pada abad ke-16, ajaran agama mayoritas di Kerajaan Pajajaran adalah Sunda Wiwitan, Hindu, dan Budha.
Pangeran Walangsungsang mendirikan Kuta Kosod dan Dalem Agung Pakungwati di daerah Kebon Pesisir pada tahun 1430 M, membentuk pemerintahan di Cirebon, dan dianggap sebagai pendiri pertama Kesultanan Cirebon.
Setelah menunaikan ibadah haji, Pangeran Walangsungsang menjadi Haji Abdullah Iman dan memerintah Cirebon dari keraton Pakungwati, menyebarkan agama Islam di wilayah tersebut.
Masa Kejayaan Kesultanan Cirebon
Masa kejayaan Kesultanan Cirebon terjadi saat dibawah kepemimpinan Sunan Gunung Jati. Sunan Gunung Jati memimpin Kesultanan Cirebon pada masa kejayaannya.
Dia memperluas wilayah kekuasaan hingga mencakup Banten, Indramayu, Brebes, Tegal, Pekalongan, Demak, dan sebagian Jawa Tengah. Sunan Gunung Jati juga menjalin hubungan baik dengan kerajaan-kerajaan di Nusantara dan luar negeri seperti Aceh, Malaka, Turki Utsmani, Portugal, dan Spanyol.
Selain memperluas wilayah, Sunan Gunung Jati juga memainkan peran penting dalam penyebaran Islam di wilayah Sunda dengan pendekatan budaya dan seni, mengembangkan seni wayang golek cepak dan seni batik khas Cirebon.
Selain itu, ia membangun berbagai fasilitas publik termasuk masjid, pesantren, pasar, pelabuhan, dan benteng, seperti Masjid Agung Sang Cipta Rasa, Pesantren Gunung Jati, dan Pelabuhan Cirebon yang menjadi pusat perdagangan.
Keruntuhan Kesultanan Cirebon
Runtuhnya Kesultanan Cirebon dimulai pada 1666 saat masa pemerintahan Panembahan Ratu II atau Pangeran Rasmi. Penyebabnya adalah fitnah dari Sultan Amangkurat I, penguasa Mataram dan mertua Panembahan Ratu II.
Sultan Amangkurat I menuduh Panembahan Ratu II bersekongkol dengan Banten untuk menjatuhkan kekuasaan di Mataram, mengakibatkan Panembahan Ratu II diasingkan dan wafat di Surakarta pada 1667.
Setelah kematiannya, Mataram mengambil alih Kerajaan Cirebon secara sepihak, memicu kemarahan Sultan Ageng Tirtayasa dari Banten.
Sultan Ageng Tirtayasa membebaskan putra Panembahan Ratu II yang juga diasingkan oleh Mataram. Akibatnya, Kesultanan Cirebon terpecah menjadi tiga bagian di mana masing-masing dengan sultan yang berkuasa.
Pecahnya kesultanan juga menandai runtuhnya Kesultanan Cirebon. Hal tersebut karena situasi semakin memburuk dengan politik adu domba VOC.
Peninggalan Kesultanan Cirebon
- Keraton Kasepuhan.
- Keraton Kanoman.
- Makam Sunan Gunung Jati.
- Masjid Agung Sang Cipta Rasa.
- Seni Batik Cirebon.
- Seni Wayang Golek.
Demikian informasi mengenai sejarah Kesultanan Cirebon, semoga informasi ini bermanfaat.
(okt)