Inilah 13 Nama Raja Majapahit dari Awal Berdiri hingga Masa Keruntuhan
loading...
A
A
A
JAKARTA - Ada 13 Raja Majapahit yang pernah menduduki kursi kepemimpinan kerajaan tersebut. Kerajaan Majapahit diketahui muncul pada tahun 1293 hingga runtuh pada 1527 Masehi.
Selama berdiri sebagai kerajaan yang kokoh, Majapahit berhasil menguasai hampir seluruh wilayah di Asia Tenggara. Hal tersebut tentu tak lepas dari peranan sang raja yang mempunyai segala cara untuk memajukan kerajaannya.
Berikut ini adalah deretan Raja Majapahit dari awal berdiri hingga runtuhnya Kerajaan Majapahit.
Raden Wijaya , atau Dyah Wijaya, adalah pendiri dan raja pertama Kerajaan Majapahit yang memerintah pada tahun 1293-1309 dan bergelar Sri Kertarajasa Jayawardana.
Raden Wijaya lahir dengan nama Dyah Wijaya dan merupakan cucu dari Mahisa Campaka atau Narasinghamurti. Menurut Nagarakretagama, Raden Wijaya adalah anak dari Dyah Lembu Tal, seorang perwira yuda yang gagah berani dan merupakan ayah dari Raden Wijaya.
Setelah Kerajaan Singasari runtuh karena pemberontakan Jayakatwang, Raden Wijaya harus menempuh perjalanan panjang untuk membalas dendam. Termasuk bekerjasama dengan pasukan dari Kekaisaran Mongol.
Kemudian ia berusaha menyingkirkan pasukan Mongol dari tanah Jawa. Lalu ia pun mendirikan Desa Majapahit dan memproklamasikan dirinya sebagai raja pertama Majapahit pada tanggal 15 Kartika 1215 Saka (10 November 1293).
Selama masa pemerintahannya, Raden Wijaya membangun kerajaannya dengan mengembangkan perdagangan. Selain itu ia juga mengadakan hubungan diplomatik dengan negara-negara tetangga seperti Cina dan Kamboja.
Jayanagara merupakan anak Raden Wijaya dari permaisuri Gayatri. Ia menghadapi banyak pemberontakan selama masa pemerintahannya, seperti dari Sadeng, Keta, dan Wurawari. Namun, ia berhasil menumpas mereka dan mempertahankan kekuasaannya.
Jayanagara dikenal sebagai raja yang gemar berfoya-foya dan memiliki banyak selir. Pada masa pemerintahan Jayanagara, terjadi pergolakan dalam sejarah awal kekaisaran Majapahit . Menurut kitab Pararaton, ia sendiri meninggal akibat dibunuh oleh Ra Tanca, tabib istananya.
Tribhuwana Wijayatunggadewi sendiri adalah putri Raden Wijaya dari permaisuri Tribuana. Raja perempuan yang satu ini naik tahta setelah Sri Jayanagara yang meninggal pada tahun 1328 Masehi.
Pada masa pemerintahan Tribhuwana Wijayatunggadewi, Kerajaan Majapahit belum sepenuhnya tentram karena terjadi beberapa pemberontakan. Pemberontakan tersebut akhirnya dapat ditumpas dengan bantuan Gajah Mada.
Sejak saat itu, Gajah Mada diangkat menjadi mahapatih dan dengan setia membantu sang ratu untuk memajukan Kerajaan Majapahit. Berkat keberanian, kebijaksanaan, dan kecerdasan Tribhuwana Wijayatunggadewi, ekspansi Kerajaan Majapahit mengalami kemajuan pesat.
Tribhuwana Wijayatunggadewi memerintah pada masa yang sulit karena banyaknya pemberontakan yang terjadi. Namun, ia berhasil menumpas pemberontakan tersebut dengan bantuan Gajah Mada.
Selain itu, ia juga berhasil memperluas wilayah kekuasaannya hingga ke Sumatra dan Semenanjung Malaya.
Di bawah kepemimpinannya, Kerajaan Majapahit mencapai puncak kejayaannya. Kepiawaian dan kebijaksanaannya dalam hal mengatur pemerintahan membuat namanya tetap harum sebagai raja yang paling berprestasi sepanjang sejarah kerajaan di nusantara.
Diterangkan dalam kitab Negarakertagama bahwa pada masa kepemimpinannya, kehidupan politik kerajaan Majapahit begitu tenang dan aman. Ia selalu berkeliling desa untuk melihat langsung kehidupan rakyatnya.
Hayam Wuruk memimpin kerajaan dengan bijaksana dan adil sehingga ia dikenal sebagai raja yang sangat disegani oleh rakyatnya. Ia juga dikenal sebagai raja yang sangat pandai dalam bidang diplomasi sehingga mampu menjalin hubungan baik dengan negara-negara tetangga.
Wikramawardhana putra kesayangan Raja Hayam Wuruk dari permaisuri Paduka Sori. Dalam riwayatnya, dia menggantikan ayahnya menjadi raja dan memerintah Majapahit sejak tahun 1389 hingga 1429 Masehi.
Saat menjadi raja, Wikramawardhana menghadapi pemberontakan dari Bhre Wirabhumi, putra Hayam Wuruk dari selirnya Indreswari, yang mengklaim hak atas tahta Majapahit. Pemberontakan ini dikenal sebagai Perang Paregreg dan berlangsung selama 12 tahun.
Meski demikian, Wikramawardhana sendiri lebih dikenal sebagai raja yang bijaksana dan pandai dalam bidang diplomasi. Ia juga dikenal sebagai raja yang sangat mencintai seni dan budaya.
Selanjutnya ada Raja Suhita. Raja yang satu ini merupakan anak Wikramawardhana dari permaisuri Srengganawati. Ia menjadi raja Majapahit setelah ayahnya meninggal karena wabah pes.
Ketika menjadi pemimpin Majapahit, menghadapi ancaman dari Kerajaan Blambangan yang berusaha melepaskan diri dari pengaruh Majapahit. Ia juga mengirimkan utusan ke Cina untuk menjalin hubungan dagang.
Sementara itu, Suhita dikenal sebagai sosok yang pendendam dan memberikan hukuman penggal kepada Raden Gajah (Bhra Narapati). Selama memimpin, Sri Suhita didampingi oleh suaminya, Bhra Hyang Parameswara Ratna Pangkaja.
Kertawijaya adalah raja ketujuh Kerajaan Majapahit yang memerintah dari tahun 1447 hingga 1451 Masehi. Ia adalah adik bungsu dari Ratu Suhita, raja sebelumnya. Sebelum menjadi raja, Kertawijaya pernah menjadi Bhre Tumapel, yaitu menggantikan kakaknya yang meninggal awal tahun 1427.
Kertawijaya naik takhta menggantikan Suhita pada tahun 1447. Pada masa pemerintahannya, sering terjadi gempa bumi dan gunung meletus. Juga terjadi peristiwa pembunuhan penduduk Tidung Galating oleh keponakannya, yaitu Bhre Paguhan putra Bhre Tumapel.
Selain itu, Kerawijaya juga berusaha memperbaiki hubungan dengan Kerajaan Blambangan yang sempat bermusuhan dengan Suhita. Di sisi lain, ia juga menghadapi serangan dari Kerajaan Demak yang mulai menunjukkan kekuatannya.
Rajasawardhana merupakan anak Kertawijaya dari permaisuri Dyah Pitaloka Citraresmi. Ia secara resmi menjadi raja Majapahit setelah ayahnya meninggal.
Rajasawardhana dikenal sebagai raja yang bijaksana dan pandai dalam bidang diplomasi. Namun ia hanya memerintah selama dua tahun sebelum meninggal karena sakit.Pada masa pemerintahannya, terjadi peristiwa penting seperti pengiriman duta besar ke Tiongkok pada tahun 1452.
Menurut Pararaton, setelah wafatnya Rajasawardhana pada tahun 1453, Majapahit mengalami kekosongan pemerintahan selama tiga tahun. Baru pada tahun 1456, Girishawardhana Bhre Wengker naik takhta bergelar Bhra Hyang Purwawisesa.
Saat memimpin Majapahit, ia banyak menghadapi serangan dari Kerajaan Demak yang dipimpin oleh Raden Patah, putra Brawijaya V dari permaisuri yang beragama Islam. Namun, Girishawardhana berhasil mempertahankan Majapahit dari serangan Demak, tetapi kekuasaannya semakin melemah.
Pada masa pemerintahannya, terjadi juga bencana gunung meletus yang mewarnai pemerintahannya. Pada tahun 1466, Bhra Hyang Purwawisesa meninggal dunia dan dicandikan di Candi Waji, Puri, Mojokerto.
Suraprabhawa adalah maharaja Majapahit yang memerintah tahun 1466-1468, bergelar Sri Adi Suraprabhawa Singhawikramawardhana Giripati Pasutabhupati Ketubhuta1. Ia adalah putra bungsu Dyah Kertawijaya, raja Majapahit sebelumnya, dan istrinya bernama Rajasawardhanadewi Dyah Sripura.
Masa pemerintahan Suraprabhawa ditandai oleh kemunduran dan keruntuhan Majapahit. Ia menghadapi pemberontakan dan perpecahan di berbagai wilayah kekuasaannya, seperti Bali, Lombok, Sunda, Palembang, dan Malaka2. Ia juga harus menghadapi ancaman dari Kesultanan Demak yang terus menyerang dan merebut wilayah-wilayah Majapahit di Jawa.
Suraprabhawa pun tidak mampu mengatasi krisis yang melanda kerajaannya dan akhirnya meninggal pada tahun 1468.
Setelah kematian Suraprabhawa, Majapahit terpecah menjadi dua faksi yang saling bertikai. Salah satu faksi dipimpin oleh Bhre Kertabhumi, putra mahkota Rajasawardhana, yang mengklaim sebagai raja Majapahit dengan gelar Brawijaya V.
Raja yang satu ini adalah anak Purwawisesa dari permaisuri Dyah Singamurti. Ia menggulingkan kakaknya Brawijaya IV dan naik tahta sebagai raja Majapahit.
Bhre Kertabumi pernah menghadapi serangan dari Kerajaan Demak yang semakin kuat dan ingin menguasai Jawa. Ia juga berusaha menjalin hubungan baik dengan Cina dan mengirimkan utusan ke sana.
Girindrawardhana Dyah Ranawijaya naik tahta pada tahun 1478, setelah kematian Suraprabhawa, raja Majapahit sebelumnya yang diyakini sebagai ayahnya. Ia menghadapi persaingan dengan Bhre Kertabhumi, putra mahkota Rajasawardhana, yang mengklaim sebagai raja Majapahit dengan gelar Brawijaya V.
Girindrawardhana adalah gelar yang dipakai oleh beberapa raja Majapahit yang berasal dari Keling-Kadiri. Salah satunya adalah Dyah Ranawijaya, yang dianggap sebagai raja terakhir Majapahit yang berkuasa secara mandiri.
Raja ke-12 Majapahit ini berhasil mengalahkan Bhre Kertabhumi pada tahun 1478 dan menyatukan kembali Majapahit. Ia juga berhasil mempertahankan wilayah Majapahit dari serangan Kesultanan Demak, yang dipimpin oleh Raden Patah, putra Brawijaya V
Ketika memerintah, ia berusaha memulihkan kejayaan Majapahit, tetapi tidak berhasil. Girindrawardhana akhirnya tewas dalam pertempuran melawan pasukan Demak yang menyerang kembali Majapahit.
Patih Udara sendiri merupakan patih Majapahit yang menjadi raja terakhir kerajaan ini. Ia naik tahta setelah kematian Girindrawardhana.
Ketika menjadi seorang raja, Patih Udara banyak menghadapi kesulitan, seperti serangan-serangan dari Kerajaan Demak yang semakin agresif. Patih Udara meninggal pada tahun 1527 dan digantikan oleh putranya, Menak Sapetak.
Namun, kekuasaan Majapahit semakin melemah dan tidak mampu menahan serbuan Demak yang terus berlanjut. Pada tahun 1528, Demak berhasil merebut Daha, ibu kota Majapahit saat itu, dan mengakhiri keberadaan Majapahit sebagai kerajaan besar di Nusantara.
Selama berdiri sebagai kerajaan yang kokoh, Majapahit berhasil menguasai hampir seluruh wilayah di Asia Tenggara. Hal tersebut tentu tak lepas dari peranan sang raja yang mempunyai segala cara untuk memajukan kerajaannya.
Berikut ini adalah deretan Raja Majapahit dari awal berdiri hingga runtuhnya Kerajaan Majapahit.
Raja Majapahit dari Masa ke Masa
1. Raden Wijaya (1293-1309 M)
Raden Wijaya , atau Dyah Wijaya, adalah pendiri dan raja pertama Kerajaan Majapahit yang memerintah pada tahun 1293-1309 dan bergelar Sri Kertarajasa Jayawardana.
Raden Wijaya lahir dengan nama Dyah Wijaya dan merupakan cucu dari Mahisa Campaka atau Narasinghamurti. Menurut Nagarakretagama, Raden Wijaya adalah anak dari Dyah Lembu Tal, seorang perwira yuda yang gagah berani dan merupakan ayah dari Raden Wijaya.
Setelah Kerajaan Singasari runtuh karena pemberontakan Jayakatwang, Raden Wijaya harus menempuh perjalanan panjang untuk membalas dendam. Termasuk bekerjasama dengan pasukan dari Kekaisaran Mongol.
Kemudian ia berusaha menyingkirkan pasukan Mongol dari tanah Jawa. Lalu ia pun mendirikan Desa Majapahit dan memproklamasikan dirinya sebagai raja pertama Majapahit pada tanggal 15 Kartika 1215 Saka (10 November 1293).
Selama masa pemerintahannya, Raden Wijaya membangun kerajaannya dengan mengembangkan perdagangan. Selain itu ia juga mengadakan hubungan diplomatik dengan negara-negara tetangga seperti Cina dan Kamboja.
2. Kalagemet atau Sri Jayanagara (1309-1328 M)
Jayanagara merupakan anak Raden Wijaya dari permaisuri Gayatri. Ia menghadapi banyak pemberontakan selama masa pemerintahannya, seperti dari Sadeng, Keta, dan Wurawari. Namun, ia berhasil menumpas mereka dan mempertahankan kekuasaannya.
Jayanagara dikenal sebagai raja yang gemar berfoya-foya dan memiliki banyak selir. Pada masa pemerintahan Jayanagara, terjadi pergolakan dalam sejarah awal kekaisaran Majapahit . Menurut kitab Pararaton, ia sendiri meninggal akibat dibunuh oleh Ra Tanca, tabib istananya.
3. Tribhuwana Wijayatunggadewi (1328-1350 M)
Tribhuwana Wijayatunggadewi sendiri adalah putri Raden Wijaya dari permaisuri Tribuana. Raja perempuan yang satu ini naik tahta setelah Sri Jayanagara yang meninggal pada tahun 1328 Masehi.
Pada masa pemerintahan Tribhuwana Wijayatunggadewi, Kerajaan Majapahit belum sepenuhnya tentram karena terjadi beberapa pemberontakan. Pemberontakan tersebut akhirnya dapat ditumpas dengan bantuan Gajah Mada.
Sejak saat itu, Gajah Mada diangkat menjadi mahapatih dan dengan setia membantu sang ratu untuk memajukan Kerajaan Majapahit. Berkat keberanian, kebijaksanaan, dan kecerdasan Tribhuwana Wijayatunggadewi, ekspansi Kerajaan Majapahit mengalami kemajuan pesat.
Tribhuwana Wijayatunggadewi memerintah pada masa yang sulit karena banyaknya pemberontakan yang terjadi. Namun, ia berhasil menumpas pemberontakan tersebut dengan bantuan Gajah Mada.
Selain itu, ia juga berhasil memperluas wilayah kekuasaannya hingga ke Sumatra dan Semenanjung Malaya.
4. Hayam Wuruk (1350-1389 M)
Di bawah kepemimpinannya, Kerajaan Majapahit mencapai puncak kejayaannya. Kepiawaian dan kebijaksanaannya dalam hal mengatur pemerintahan membuat namanya tetap harum sebagai raja yang paling berprestasi sepanjang sejarah kerajaan di nusantara.
Diterangkan dalam kitab Negarakertagama bahwa pada masa kepemimpinannya, kehidupan politik kerajaan Majapahit begitu tenang dan aman. Ia selalu berkeliling desa untuk melihat langsung kehidupan rakyatnya.
Hayam Wuruk memimpin kerajaan dengan bijaksana dan adil sehingga ia dikenal sebagai raja yang sangat disegani oleh rakyatnya. Ia juga dikenal sebagai raja yang sangat pandai dalam bidang diplomasi sehingga mampu menjalin hubungan baik dengan negara-negara tetangga.
5. Wikramawardhana (1389-1429 M)
Wikramawardhana putra kesayangan Raja Hayam Wuruk dari permaisuri Paduka Sori. Dalam riwayatnya, dia menggantikan ayahnya menjadi raja dan memerintah Majapahit sejak tahun 1389 hingga 1429 Masehi.
Saat menjadi raja, Wikramawardhana menghadapi pemberontakan dari Bhre Wirabhumi, putra Hayam Wuruk dari selirnya Indreswari, yang mengklaim hak atas tahta Majapahit. Pemberontakan ini dikenal sebagai Perang Paregreg dan berlangsung selama 12 tahun.
Meski demikian, Wikramawardhana sendiri lebih dikenal sebagai raja yang bijaksana dan pandai dalam bidang diplomasi. Ia juga dikenal sebagai raja yang sangat mencintai seni dan budaya.
6. Suhita (1429-1447 M)
Selanjutnya ada Raja Suhita. Raja yang satu ini merupakan anak Wikramawardhana dari permaisuri Srengganawati. Ia menjadi raja Majapahit setelah ayahnya meninggal karena wabah pes.
Ketika menjadi pemimpin Majapahit, menghadapi ancaman dari Kerajaan Blambangan yang berusaha melepaskan diri dari pengaruh Majapahit. Ia juga mengirimkan utusan ke Cina untuk menjalin hubungan dagang.
Sementara itu, Suhita dikenal sebagai sosok yang pendendam dan memberikan hukuman penggal kepada Raden Gajah (Bhra Narapati). Selama memimpin, Sri Suhita didampingi oleh suaminya, Bhra Hyang Parameswara Ratna Pangkaja.
7. Kertawijaya (1447-1451 M)
Kertawijaya adalah raja ketujuh Kerajaan Majapahit yang memerintah dari tahun 1447 hingga 1451 Masehi. Ia adalah adik bungsu dari Ratu Suhita, raja sebelumnya. Sebelum menjadi raja, Kertawijaya pernah menjadi Bhre Tumapel, yaitu menggantikan kakaknya yang meninggal awal tahun 1427.
Kertawijaya naik takhta menggantikan Suhita pada tahun 1447. Pada masa pemerintahannya, sering terjadi gempa bumi dan gunung meletus. Juga terjadi peristiwa pembunuhan penduduk Tidung Galating oleh keponakannya, yaitu Bhre Paguhan putra Bhre Tumapel.
Selain itu, Kerawijaya juga berusaha memperbaiki hubungan dengan Kerajaan Blambangan yang sempat bermusuhan dengan Suhita. Di sisi lain, ia juga menghadapi serangan dari Kerajaan Demak yang mulai menunjukkan kekuatannya.
8. Rajasawardhana (1451-1453 M)
Rajasawardhana merupakan anak Kertawijaya dari permaisuri Dyah Pitaloka Citraresmi. Ia secara resmi menjadi raja Majapahit setelah ayahnya meninggal.
Rajasawardhana dikenal sebagai raja yang bijaksana dan pandai dalam bidang diplomasi. Namun ia hanya memerintah selama dua tahun sebelum meninggal karena sakit.Pada masa pemerintahannya, terjadi peristiwa penting seperti pengiriman duta besar ke Tiongkok pada tahun 1452.
9. Girishawardhana (1456-1466 M)
Menurut Pararaton, setelah wafatnya Rajasawardhana pada tahun 1453, Majapahit mengalami kekosongan pemerintahan selama tiga tahun. Baru pada tahun 1456, Girishawardhana Bhre Wengker naik takhta bergelar Bhra Hyang Purwawisesa.
Saat memimpin Majapahit, ia banyak menghadapi serangan dari Kerajaan Demak yang dipimpin oleh Raden Patah, putra Brawijaya V dari permaisuri yang beragama Islam. Namun, Girishawardhana berhasil mempertahankan Majapahit dari serangan Demak, tetapi kekuasaannya semakin melemah.
Pada masa pemerintahannya, terjadi juga bencana gunung meletus yang mewarnai pemerintahannya. Pada tahun 1466, Bhra Hyang Purwawisesa meninggal dunia dan dicandikan di Candi Waji, Puri, Mojokerto.
10. Suraprabhawa (1466-1468)
Suraprabhawa adalah maharaja Majapahit yang memerintah tahun 1466-1468, bergelar Sri Adi Suraprabhawa Singhawikramawardhana Giripati Pasutabhupati Ketubhuta1. Ia adalah putra bungsu Dyah Kertawijaya, raja Majapahit sebelumnya, dan istrinya bernama Rajasawardhanadewi Dyah Sripura.
Masa pemerintahan Suraprabhawa ditandai oleh kemunduran dan keruntuhan Majapahit. Ia menghadapi pemberontakan dan perpecahan di berbagai wilayah kekuasaannya, seperti Bali, Lombok, Sunda, Palembang, dan Malaka2. Ia juga harus menghadapi ancaman dari Kesultanan Demak yang terus menyerang dan merebut wilayah-wilayah Majapahit di Jawa.
Suraprabhawa pun tidak mampu mengatasi krisis yang melanda kerajaannya dan akhirnya meninggal pada tahun 1468.
Setelah kematian Suraprabhawa, Majapahit terpecah menjadi dua faksi yang saling bertikai. Salah satu faksi dipimpin oleh Bhre Kertabhumi, putra mahkota Rajasawardhana, yang mengklaim sebagai raja Majapahit dengan gelar Brawijaya V.
11. Bhre Kertabumi (1468 -1478 M)
Raja yang satu ini adalah anak Purwawisesa dari permaisuri Dyah Singamurti. Ia menggulingkan kakaknya Brawijaya IV dan naik tahta sebagai raja Majapahit.
Bhre Kertabumi pernah menghadapi serangan dari Kerajaan Demak yang semakin kuat dan ingin menguasai Jawa. Ia juga berusaha menjalin hubungan baik dengan Cina dan mengirimkan utusan ke sana.
12. Girindrawardhana (1478-1489 M)
Girindrawardhana Dyah Ranawijaya naik tahta pada tahun 1478, setelah kematian Suraprabhawa, raja Majapahit sebelumnya yang diyakini sebagai ayahnya. Ia menghadapi persaingan dengan Bhre Kertabhumi, putra mahkota Rajasawardhana, yang mengklaim sebagai raja Majapahit dengan gelar Brawijaya V.
Girindrawardhana adalah gelar yang dipakai oleh beberapa raja Majapahit yang berasal dari Keling-Kadiri. Salah satunya adalah Dyah Ranawijaya, yang dianggap sebagai raja terakhir Majapahit yang berkuasa secara mandiri.
Raja ke-12 Majapahit ini berhasil mengalahkan Bhre Kertabhumi pada tahun 1478 dan menyatukan kembali Majapahit. Ia juga berhasil mempertahankan wilayah Majapahit dari serangan Kesultanan Demak, yang dipimpin oleh Raden Patah, putra Brawijaya V
Ketika memerintah, ia berusaha memulihkan kejayaan Majapahit, tetapi tidak berhasil. Girindrawardhana akhirnya tewas dalam pertempuran melawan pasukan Demak yang menyerang kembali Majapahit.
13. Patih Udara (1489-1527 M)
Patih Udara sendiri merupakan patih Majapahit yang menjadi raja terakhir kerajaan ini. Ia naik tahta setelah kematian Girindrawardhana.
Ketika menjadi seorang raja, Patih Udara banyak menghadapi kesulitan, seperti serangan-serangan dari Kerajaan Demak yang semakin agresif. Patih Udara meninggal pada tahun 1527 dan digantikan oleh putranya, Menak Sapetak.
Namun, kekuasaan Majapahit semakin melemah dan tidak mampu menahan serbuan Demak yang terus berlanjut. Pada tahun 1528, Demak berhasil merebut Daha, ibu kota Majapahit saat itu, dan mengakhiri keberadaan Majapahit sebagai kerajaan besar di Nusantara.
(okt)