Kisah PKI Kocar-kacir Digebuk GP Ansor usai Rampas Tanah Muslimat NU Surabaya

Senin, 04 September 2023 - 19:05 WIB
loading...
Kisah PKI Kocar-kacir Digebuk GP Ansor usai Rampas Tanah Muslimat NU Surabaya
Situasi politik di bulan September 1965 sangat panas. Foto/Ilustrasi/Ist.
A A A
Lembaran bulan September baru saja dibuka, namun sudah diwarnai drama politik yang membuat situasi mulai menghangat menuju Pemilu dan Pilpres 2024. September dalam sejarah politik Indonesia, memiliki catatan kelam dalam perjalanan bangsa dengan meletusnya G30S/ PKI tahun 1965.



Jelang tahun 1965 pertikaian antara massa Pemuda Rakyat, BTI, dan Gerwani dengan Ansor Nahdlatul Ulama (NU) meletus di Surabaya. Pertikaian dipicu ulah segerombolan Pemuda Rakyat, BTI, dan Gerwani yang tiba-tiba menduduki tanah milik Muslimat NU.



Dengan berpatokan kebijakan landreform, tanah yang berlokasi di tengah Kota Surabaya itu, mendadak dikuasai para kader PKI (Partai Komunis Indonesia). "Tanah milik Muslimat NU itu langsung dipagari dan dipasang bendera PKI," demikian dikutip dari buku Benturan NU PKI 1948-1965 (2013).



Pada pemilu parlemen tahun 1955, partai NU di Surabaya meraih suara terbanyak, yakni 431 suara. Berdasarkan catatan buku Pemilu 1955 di Indonesia (1971), perolehan suara terbesar kedua diraup oleh PNI (Partai Nasionalis Indonesia), yaitu 265 suara.

Posisi ketiga ditempati PKI dengan perolehan 231 suara, dan Masyumi sebanyak 117 suara. Meski berada di urutan tiga besar, Wali Kota Surabaya saat itu merupakan kader PKI.

Hal itu yang membuat para kader dan simpatisan PKI di Surabaya bersikap lebih berani, yakni termasuk dengan seenaknya menguasai tanah milik Muslimat NU. "Keberanian PKI ini tumbuh karena Wali Kota Surabaya saat itu adalah pilihan PKI sehingga menjadi pembela PKI yang gigih".



Pemuda Ansor NU Surabaya berang. Melihat pagar dan bendera PKI menancap di atas tanah milik Muslimat NU, massa Ansor Jawa Timur langsung bergerak. Seluruh bendera PKI dicabuti dan diganti dengan bendera NU.

Pengerahan massa Ansor Jawa Timur untuk merebut kembali tanah Muslimat NU dilakukan langsung oleh Kiai Yusuf Hasyim (Pak Ud), yakni paman Gus Dur dan H. Chalid Mawardi. Massa Pemuda Rakyat, BTI dan Gerwani yang sempat mencabuti bendera NU dan menggantinya lagi dengan bendera PKI awalnya mencoba bertahan. Bentrokan hebat antara massa Pemuda Ansor NU dengan PKI tak terelakkan.

Massa PKI kocar-kacir. Banyak dari mereka yang terluka dan kemudian memutuskan melarikan diri. Ansor NU berhasil merebut kembali tanah milik Muslimat Surabaya. "Di atas tanah itu kemudian didirikan sekolah dan rumah sakit Islam milik NU".



Peristiwa bentrokan memperebutkan tanah Muslimat NU di Surabaya itu dilaporkan PKI Jawa Timur ke Jakarta. Kiai Yusuf Hasyim dan Chalid Mawardi dipanggil Ketua BPI (Badan Pusat Intelijen). dan sekaligus Wakil Perdana Menteri Subandrio.

Kedua tokoh Ansor NU itu dimarahi dengan tuduhan telah membuat keributan. Keduanya juga diminta menyerahkan kembali tanah yang diperebutkan kepada PKI. Chalid Mawardi dengan tegas menolak tuduhan membuat onar. NU juga menolak menyerahkan tanah kepada PKI karena status tanah jelas-jelas milik Muslimat NU Surabaya.

"Ansor akan siap mempertahankan tanah itu sampai kapan pun, tidak akan membiarkan tanah itu direbut PKI," tegas Chalid Mawardi seperti dikutip dari Benturan NU PKI 1948-1965.



Waperdam Subandrio tidak berani memaksakan kehendaknya. Melihat keteguhan sikap Ansor NU, Subandrio memilih diam dan tidak menuruti kemauan PKI. Kendati demikian, dalam peristiwa di Surabaya itu memperlihatkan bahwa PKI telah berhasil mempengaruhi kebijakan pemerintah dari jenjang terbawah hingga paling tinggi.

Pasca peristiwa 30 September 1965 atau G30S/ PKI, PKI yang masuk lima besar dalam perolehan suara pada Pemilu 1955, dibubarkan dan ditetapkan sebagai partai politik terlarang.
(eyt)
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 1.0125 seconds (0.1#10.140)