Kisah Mistis Kematian Raja Pajang karena Campur Tangan Jin Peliharaan Panembahan Senopati
loading...
A
A
A
Raja Pajang konon meninggal usai penyerangan dari Kerajaan Mataram di bawah pimpinan Panembahan Senopati. Namun ada kisah mengenai meninggalnya Raja Pajang kala itu yang jatuh sakit usai kekalahan melawan Mataram ada kaitannya dengan hal mistis.
Saat Raja Pajang Sultan Hadiwijaya sakit, Senopati yang datang menjenguk sempat ditawari oleh para jin yang tunduk untuk membunuh sang penguasa Pajang ini. Para jin itu datang ketika Sultan Hadiwijaya tengah berbaring sakit dan menanti ajalnya.
Namun dari sejumlah jin ini hanya Senopati yang mampu melihatnya. Konon ketika itu jin menawarkan ke Senopati agar bisa menghabisi nyawa Raja Pajang.
Hal itu dikisahkan pada Babad Tanah Djawi sebagaimana dikutip dari ”Puncak Kekuasaan Mataram: Politik Ekspansi Sultan Agung” dari H.J. De Graaf. Saat itu jin itu menawarkan ke Senopati untuk merebut Kerajaan Pajang dan membunuh Sultan Pajang.
Konon terjadi percakapan antara jin yang mengabdi ke Panembahan Senopati dengan penguasa Mataram itu. “Berikanlah kepada saya perintah untuk itu (akan dilakukan dengan membunuh Sultan Pajang), Sultan akan mati karena saya,” kata jin itu.
Senopati menjawab ragu-ragu, namun tidak menolaknya. Ia melemparkan keputusan ke jin tersebut selagi bercakap-cakap di antara keduanya, tanpa bisa dilihat orang lainnya.
“Terima kasih kepadamu, tetapi saya tidak punya niat seperti itu. Tetapi jika kau mau berbuat demikian, saya tidak memerintahkannya, tetapi juga tidak melarang,” ucap Senopati ke jin itu.
Setelah itu juru taman pergi ke Keraton Pajang, dan Senapati kembali ke Mataram. Pada saat itu Sultan sedang berbaring di tempat tidur, dijaga oleh istri-istrinya, sedangkan putra-putranya duduk menghadap Sultan dengan takzim.
Pangeran Benawa menyampaikan berita tentang penumpukan kembang selasih, yang menimbulkan rasa terima kasih Sultan Pajang itu. Jin itu datang lagi menghampiri sang Sultan Pajang, tak seorang pun melihatnya hingga akhirnya duduk di atas dada Sultan Hadiwijaya.
Setelah itu sang sultan pingsan tak sadarkan diri. Sultan Pajang itu sempat siuman dari pingsannya. Tetapi setelah siuman, penyakitnya bertambah parah. Tak lama kemudian ia meninggal. Jenazahnya dimakamkan di Butuh.
Kisah kematian Sultan Pajang ini dikisahkan berbeda pada Serat Kandha, yang diceritakan perbedaan yang aneh. Di naskah kuno ini tampaknya seolah-olah ingin membersihkan Senopati dari segala noda. Sebab sebelum meninggalnya Raja ia kembali ke Mataram.
Berdasarkan cerita tentang kemunculan dan pengabdian juru taman Senapati (544-547), mestinya disebut berada di sini, ternyata tidak ada. Raja meninggal karena sebab-sebab alamiah.
Konon kata-katanya yang terakhir menganjurkan diterimanya Senopati, harus diundang pada upacara pemakamannya dan diikuti nasehat -nasehatnya.
Sekembalinya di Pajang, Panembahan Senopati mencium kaki Raja yang sudah meninggal sambil menangis. Raja dimakamkan di Butuh.
Saat Raja Pajang Sultan Hadiwijaya sakit, Senopati yang datang menjenguk sempat ditawari oleh para jin yang tunduk untuk membunuh sang penguasa Pajang ini. Para jin itu datang ketika Sultan Hadiwijaya tengah berbaring sakit dan menanti ajalnya.
Namun dari sejumlah jin ini hanya Senopati yang mampu melihatnya. Konon ketika itu jin menawarkan ke Senopati agar bisa menghabisi nyawa Raja Pajang.
Hal itu dikisahkan pada Babad Tanah Djawi sebagaimana dikutip dari ”Puncak Kekuasaan Mataram: Politik Ekspansi Sultan Agung” dari H.J. De Graaf. Saat itu jin itu menawarkan ke Senopati untuk merebut Kerajaan Pajang dan membunuh Sultan Pajang.
Konon terjadi percakapan antara jin yang mengabdi ke Panembahan Senopati dengan penguasa Mataram itu. “Berikanlah kepada saya perintah untuk itu (akan dilakukan dengan membunuh Sultan Pajang), Sultan akan mati karena saya,” kata jin itu.
Senopati menjawab ragu-ragu, namun tidak menolaknya. Ia melemparkan keputusan ke jin tersebut selagi bercakap-cakap di antara keduanya, tanpa bisa dilihat orang lainnya.
“Terima kasih kepadamu, tetapi saya tidak punya niat seperti itu. Tetapi jika kau mau berbuat demikian, saya tidak memerintahkannya, tetapi juga tidak melarang,” ucap Senopati ke jin itu.
Setelah itu juru taman pergi ke Keraton Pajang, dan Senapati kembali ke Mataram. Pada saat itu Sultan sedang berbaring di tempat tidur, dijaga oleh istri-istrinya, sedangkan putra-putranya duduk menghadap Sultan dengan takzim.
Pangeran Benawa menyampaikan berita tentang penumpukan kembang selasih, yang menimbulkan rasa terima kasih Sultan Pajang itu. Jin itu datang lagi menghampiri sang Sultan Pajang, tak seorang pun melihatnya hingga akhirnya duduk di atas dada Sultan Hadiwijaya.
Setelah itu sang sultan pingsan tak sadarkan diri. Sultan Pajang itu sempat siuman dari pingsannya. Tetapi setelah siuman, penyakitnya bertambah parah. Tak lama kemudian ia meninggal. Jenazahnya dimakamkan di Butuh.
Kisah kematian Sultan Pajang ini dikisahkan berbeda pada Serat Kandha, yang diceritakan perbedaan yang aneh. Di naskah kuno ini tampaknya seolah-olah ingin membersihkan Senopati dari segala noda. Sebab sebelum meninggalnya Raja ia kembali ke Mataram.
Berdasarkan cerita tentang kemunculan dan pengabdian juru taman Senapati (544-547), mestinya disebut berada di sini, ternyata tidak ada. Raja meninggal karena sebab-sebab alamiah.
Konon kata-katanya yang terakhir menganjurkan diterimanya Senopati, harus diundang pada upacara pemakamannya dan diikuti nasehat -nasehatnya.
Sekembalinya di Pajang, Panembahan Senopati mencium kaki Raja yang sudah meninggal sambil menangis. Raja dimakamkan di Butuh.
(ams)