Dicurhati Remaja dari Aceh hingga Papua, Ganjar Ingin Lebih Banyak Orang Dengar Suara Anak-anak
loading...
A
A
A
SEMARANG - Tiga anak remaja dari Aceh, Papua, dan Jawa Tengah curhat kepada Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo saat pembukaan Forum Anak Nasional 2023 di Kompleks BPSDMD Provinsi Jawa Tengah, Kota Semarang, Kamis (20/7/2023). Ketiganya bersuara tentang kekerasan atau pelecehan seksual terhadap anak, pendidikan layak, dan perkawinan usia dini.
Tiga remaja itu adalah Celya asal Takengon Nangroe Aceh Darussalam, Darwis Eka Setiadi asal Merauke Papua Selatan, dan Nayla asal Purworejo, Jawa Tengah.
Di hadapan Ganjar, Celya menyampaikan persoalan kekerasan atau pelecehan seksual yang masih terjadi di daerah Aceh. Ironisnya berdasarkan data yang ia dapat, masih banyak pelecehan seksual yang dilakukan oleh anak di bawah umur.
"Kasus pelecehan seksual yang dilakukan oleh anak-anak meningkat. Jadi korbannya anak, pelakunya juga anak. Sebagian (dilakukan) antarteman, sebagian (dilakukan) orang tidak dikenal atau jumpa di jalan," ujar Celya yang merupakan pelajar SMAN 1 Takengon itu kepada Ganjar.
Curhatan berikutnya datang dari putra Merauke, Papua Selatan, bernama Darwis Eka Setiadi. Ia menyampaikan kepada Ganjar, berdasarkan data yang ada, Papua Pegunungan, Papua Tengah, dan Papua Selatan menjadi provinsi atau daerah dengan tingkat penyelesaian pendidikan SD-SMA terendah se-Indonesia.
"Anak putus sekolah itu disebabkan pertama masalah ekonomi, lalu yang kedua adalah kurang dorongan dari keluarga. Saya lihat di Papua itu anak tidak sekolah dibiarkan oleh orang tuanya. Mau sekolah atau tidak terserah, yang penting orang tua mau membiayai. Ini perlu pendekatan, mungkin dari Pemprov bisa mengirimkan kepada ketua suku di Papua untuk sosialisasi bahwa pendidikan itu penting," ujar pelajar SMAN 3 Merauke itu.
Terakhir anak asal Purworejo, Jawa Tengah, bernama Nayla yang menyampaikan bahwa kasus perkawinan dini di Purworejo masih tinggi.
Pada tahun 2022 ada 228 kasus pernikahan usia anak. Hal itu terjadi karena masalah ekonomi, pendidikan, dan paksaan orang tua. Maka dari itu forum anak harus bisa ikut menyuarakan dan berkampanye agar perkawinan dini dapat dicegah.
"Pastinya saya akan mengajak kepada mereka untuk melaporkan permasalahannya kepada yang berwenang. Masih banyak kawan di Purworejo yang belum tahu kalau bisa menyampaikan apa hak dan apa yang mereka inginkan dan sampaikan," kata Nayla saat ditanya Ganjar tentang apa yang harus dilakukan untuk mengatasi persoalan itu.
Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo mengatakan, apa yang disampaikan oleh ketiga anak dari Aceh, Papua, dan Jawa Tengah itu merupakan sampel tentang persoalan yang masih terjadi di sekitarnya.
Kemudian pada forum anak nasional ini perwakilan anak-anak dari seluruh Indonesia akan merumuskan seluruh persoalan. Rumusan itu nanti akan disampaikan kepada Presiden Joko Widodo (Jokowi).
"Tadi kita ambil sampel. Ternyata ada kekerasan terhadap anak, perkawinan dini, dan akses sekolah. Inilah yang menjadi perhatian kita bahwa anak-anak ini memang harus dibukakan ruang agar mereka berbicara dan menyampaikan aspirasi untuk anak-anak seusia mereka," kata Ganjar usai acara.
Khusus di Jawa Tengah sendiri, lanjut Ganjar, anak-anak telah diberikan ruang untuk menyampaikan aspirasinya. Salah satunya adalah melibatkan perwakilan forum anak dalam musrenbang. Tujuannya adalah agar lebih banyak orang mendengarkan suara dari anak-anak.
"Maka kenapa di Jawa Tengah selalu coba kita dorong agar setiap Musrenbang mereka terlibat, mereka ikut, sebenarnya agar lebih banyak orang mendengarkan. Ternyata suara itu jauh di sudut-sudut Indonesia sama kenyataan yang terjadi dan ini menjadi perhatian kita. Mudah-mudahan semua pengambil keputusan agar mendengarkan suara forum anak," kata Ganjar yang datang bersama istri sekaligus Bunda Forum Anak Jawa Tengah, Siti Atikoh.
Sementara itu, Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Bintang Puspayoga mengatakan bahwa apa yang disampaikan oleh anak-anak itu merupakan realitas yang saat ini masih terjadi.
Terkait perkawinan dini itu banyak faktor yang mempengaruhi, termasuk salah satunya adalah budaya. Untuk itu pendampingan yang diberikan harus adil dan peran orangtua menjadi penting di sini.
"Berkaitan dengan kekerasan seksual memang menjadi PR kita. Tidak ada hari tanpa ada isu kekerasan seksual. Dan benar bahwa di Aceh Barat terjadi banyak kekerasan dengan korban anak di bawah umur," katanya.
Ia berharap, selama tiga hari ke depan anak-anak dari berbagai daerah di Indonesia itu bisa memaksimalkan waktu. Khususnya untuk merumuskan suara anak dan peningkatan kapasitas dalam acara forum anak nasional.
"Anak-anak Indonesia adalah pelita penerang bagi bangsa. Kita percaya suara kalian ini berharga dan kaki kecil kalian akan mengantar kita semua menuju Indonesia yang dicita-citakan. Kalian harus menginspirasi dan terus berprestasi untuk menjadi kebanggaan bangsa,"ujarnya.
Lihat Juga: Teliti Langkah Cak Imin sebagai Cawapres 2024, Mahasiswa S2 Paramadina Ini Raih IPK 3,95
Tiga remaja itu adalah Celya asal Takengon Nangroe Aceh Darussalam, Darwis Eka Setiadi asal Merauke Papua Selatan, dan Nayla asal Purworejo, Jawa Tengah.
Di hadapan Ganjar, Celya menyampaikan persoalan kekerasan atau pelecehan seksual yang masih terjadi di daerah Aceh. Ironisnya berdasarkan data yang ia dapat, masih banyak pelecehan seksual yang dilakukan oleh anak di bawah umur.
"Kasus pelecehan seksual yang dilakukan oleh anak-anak meningkat. Jadi korbannya anak, pelakunya juga anak. Sebagian (dilakukan) antarteman, sebagian (dilakukan) orang tidak dikenal atau jumpa di jalan," ujar Celya yang merupakan pelajar SMAN 1 Takengon itu kepada Ganjar.
Curhatan berikutnya datang dari putra Merauke, Papua Selatan, bernama Darwis Eka Setiadi. Ia menyampaikan kepada Ganjar, berdasarkan data yang ada, Papua Pegunungan, Papua Tengah, dan Papua Selatan menjadi provinsi atau daerah dengan tingkat penyelesaian pendidikan SD-SMA terendah se-Indonesia.
"Anak putus sekolah itu disebabkan pertama masalah ekonomi, lalu yang kedua adalah kurang dorongan dari keluarga. Saya lihat di Papua itu anak tidak sekolah dibiarkan oleh orang tuanya. Mau sekolah atau tidak terserah, yang penting orang tua mau membiayai. Ini perlu pendekatan, mungkin dari Pemprov bisa mengirimkan kepada ketua suku di Papua untuk sosialisasi bahwa pendidikan itu penting," ujar pelajar SMAN 3 Merauke itu.
Terakhir anak asal Purworejo, Jawa Tengah, bernama Nayla yang menyampaikan bahwa kasus perkawinan dini di Purworejo masih tinggi.
Pada tahun 2022 ada 228 kasus pernikahan usia anak. Hal itu terjadi karena masalah ekonomi, pendidikan, dan paksaan orang tua. Maka dari itu forum anak harus bisa ikut menyuarakan dan berkampanye agar perkawinan dini dapat dicegah.
"Pastinya saya akan mengajak kepada mereka untuk melaporkan permasalahannya kepada yang berwenang. Masih banyak kawan di Purworejo yang belum tahu kalau bisa menyampaikan apa hak dan apa yang mereka inginkan dan sampaikan," kata Nayla saat ditanya Ganjar tentang apa yang harus dilakukan untuk mengatasi persoalan itu.
Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo mengatakan, apa yang disampaikan oleh ketiga anak dari Aceh, Papua, dan Jawa Tengah itu merupakan sampel tentang persoalan yang masih terjadi di sekitarnya.
Kemudian pada forum anak nasional ini perwakilan anak-anak dari seluruh Indonesia akan merumuskan seluruh persoalan. Rumusan itu nanti akan disampaikan kepada Presiden Joko Widodo (Jokowi).
"Tadi kita ambil sampel. Ternyata ada kekerasan terhadap anak, perkawinan dini, dan akses sekolah. Inilah yang menjadi perhatian kita bahwa anak-anak ini memang harus dibukakan ruang agar mereka berbicara dan menyampaikan aspirasi untuk anak-anak seusia mereka," kata Ganjar usai acara.
Khusus di Jawa Tengah sendiri, lanjut Ganjar, anak-anak telah diberikan ruang untuk menyampaikan aspirasinya. Salah satunya adalah melibatkan perwakilan forum anak dalam musrenbang. Tujuannya adalah agar lebih banyak orang mendengarkan suara dari anak-anak.
"Maka kenapa di Jawa Tengah selalu coba kita dorong agar setiap Musrenbang mereka terlibat, mereka ikut, sebenarnya agar lebih banyak orang mendengarkan. Ternyata suara itu jauh di sudut-sudut Indonesia sama kenyataan yang terjadi dan ini menjadi perhatian kita. Mudah-mudahan semua pengambil keputusan agar mendengarkan suara forum anak," kata Ganjar yang datang bersama istri sekaligus Bunda Forum Anak Jawa Tengah, Siti Atikoh.
Sementara itu, Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Bintang Puspayoga mengatakan bahwa apa yang disampaikan oleh anak-anak itu merupakan realitas yang saat ini masih terjadi.
Terkait perkawinan dini itu banyak faktor yang mempengaruhi, termasuk salah satunya adalah budaya. Untuk itu pendampingan yang diberikan harus adil dan peran orangtua menjadi penting di sini.
"Berkaitan dengan kekerasan seksual memang menjadi PR kita. Tidak ada hari tanpa ada isu kekerasan seksual. Dan benar bahwa di Aceh Barat terjadi banyak kekerasan dengan korban anak di bawah umur," katanya.
Ia berharap, selama tiga hari ke depan anak-anak dari berbagai daerah di Indonesia itu bisa memaksimalkan waktu. Khususnya untuk merumuskan suara anak dan peningkatan kapasitas dalam acara forum anak nasional.
"Anak-anak Indonesia adalah pelita penerang bagi bangsa. Kita percaya suara kalian ini berharga dan kaki kecil kalian akan mengantar kita semua menuju Indonesia yang dicita-citakan. Kalian harus menginspirasi dan terus berprestasi untuk menjadi kebanggaan bangsa,"ujarnya.
Lihat Juga: Teliti Langkah Cak Imin sebagai Cawapres 2024, Mahasiswa S2 Paramadina Ini Raih IPK 3,95
(shf)