Seleksi 14 Kursi DPR Papua Pengangkatan, Barisan Merah Putih: Harus Cinta NKRI
loading...
A
A
A
JAYAPURA - Proses seleksi 14 kursi anggota DPR Papua sumber Pengangkatan atau Otsus harus ketat. Calon yang terpilih harus orang yang betul-betul memiliki ketokohan dan cinta terhadap Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).
Tokoh Papua William Frans Ansanai menjelaskan, marwah 14 kursi Otsus tersebut sesuai historisnya adalah pada Pemilu 2009 di mana banyak anak Papua gagal dipilih dalam parlemen. Hingga akhirnya Barisan Merah Putih yang diketuai almarhum Ramses Ohee dan Sekjen Yonas Nusy dan pihaknya selaku komisioner menggodok persoalan tersebut.
"Nah atas latar belakang itu, Barisan Merah Putih berpikir bagaimana solusinya kemudian terjadi proses di sana dan dasar menetapkannya lewat Perdasus," kata William Frans Ansanai selaku Pembina Barisan Merah Putih Papua di Jayapura, Minggu (9/7/2023).
Dia menyatakan, pihaknya meminta produk Perdasus karena selama ini pemerintah tidak mengeluarkan peraturan pemerintah untuk kursi pengangkatan. Alasannya karena dianggap undang-undang otsus ini super body yang memudahkan suatu ketika orang Papua bisa merdeka karena undang-undang khusus ini.
"Itu latar belakang lahirnya undang-undang Otsus, sehingga apa yang dilahirkan selalu dicurigai. Karena itu perjuangan kita adalah, lewat Barisan Merah Putih kita meyakinkan negara ini bahwa jika kursi ini kita menangkan kemudian putra-putra merah putih duduk di dalamnya maka kita akan mengimbangi suara-suara yang bicara tentang Papua Merdeka," tegasnya.
Sehingga jika ada pihak-pihak yang duduk di 14 kursi Otsus tersebut, lantas tidak berbicara atas Bangsa Indonesia maka tidak boleh dipilih. Terlebih pihak yang bicara tentang Papua Merdeka.
"Yang bicara Papua Merdeka tidak boleh duduk di kursi itu (14 kursi Otsus) karena latar belakangnya jelas, dan yang memperjuangkan ini adalah organisasi Barisan Merah Putih, ini tidak bisa ditawarkan," tandasnya.
William Frans Ansanai menyebut, harusnya Barisan Merah Putih memiliki kewenangan dalam seleksi para calon, lantaran sama halnya dengan partai politik yang memiliki calon legislatifnya. BMP yang telah memperjuangkan kursi Otsus tersebut harus diberikan kewenangan untuk seleksi siapa-siapa yang akan duduk di DPR.
"Seleksi kursi pengangkatan sumber Otsus ini harus dilakukan oleh BMP, karena kursi ini yang berjuang adalah BMP dan ada keputusannya MK-nya. BMP berhak menentukan calon-calonnya yang akan duduk di DPR. Karena jika tidak, maka nanti ada yang teriak-teriak minta merdeka. Ini yang tidak kami inginkan," tegasnya lagi.
Dia menambahkan, 14 kursi pengangkatan sumber Otsus itu adalah murni untuk NKRI.
"Kami akan melawan siapapun yang melakukan gerakan anti terhadap negara Indonesia. NKRI, Merah Putih harus kita perjuangkan dan harga mati," pungkasnya.
Tokoh Papua William Frans Ansanai menjelaskan, marwah 14 kursi Otsus tersebut sesuai historisnya adalah pada Pemilu 2009 di mana banyak anak Papua gagal dipilih dalam parlemen. Hingga akhirnya Barisan Merah Putih yang diketuai almarhum Ramses Ohee dan Sekjen Yonas Nusy dan pihaknya selaku komisioner menggodok persoalan tersebut.
"Nah atas latar belakang itu, Barisan Merah Putih berpikir bagaimana solusinya kemudian terjadi proses di sana dan dasar menetapkannya lewat Perdasus," kata William Frans Ansanai selaku Pembina Barisan Merah Putih Papua di Jayapura, Minggu (9/7/2023).
Dia menyatakan, pihaknya meminta produk Perdasus karena selama ini pemerintah tidak mengeluarkan peraturan pemerintah untuk kursi pengangkatan. Alasannya karena dianggap undang-undang otsus ini super body yang memudahkan suatu ketika orang Papua bisa merdeka karena undang-undang khusus ini.
"Itu latar belakang lahirnya undang-undang Otsus, sehingga apa yang dilahirkan selalu dicurigai. Karena itu perjuangan kita adalah, lewat Barisan Merah Putih kita meyakinkan negara ini bahwa jika kursi ini kita menangkan kemudian putra-putra merah putih duduk di dalamnya maka kita akan mengimbangi suara-suara yang bicara tentang Papua Merdeka," tegasnya.
Sehingga jika ada pihak-pihak yang duduk di 14 kursi Otsus tersebut, lantas tidak berbicara atas Bangsa Indonesia maka tidak boleh dipilih. Terlebih pihak yang bicara tentang Papua Merdeka.
"Yang bicara Papua Merdeka tidak boleh duduk di kursi itu (14 kursi Otsus) karena latar belakangnya jelas, dan yang memperjuangkan ini adalah organisasi Barisan Merah Putih, ini tidak bisa ditawarkan," tandasnya.
William Frans Ansanai menyebut, harusnya Barisan Merah Putih memiliki kewenangan dalam seleksi para calon, lantaran sama halnya dengan partai politik yang memiliki calon legislatifnya. BMP yang telah memperjuangkan kursi Otsus tersebut harus diberikan kewenangan untuk seleksi siapa-siapa yang akan duduk di DPR.
"Seleksi kursi pengangkatan sumber Otsus ini harus dilakukan oleh BMP, karena kursi ini yang berjuang adalah BMP dan ada keputusannya MK-nya. BMP berhak menentukan calon-calonnya yang akan duduk di DPR. Karena jika tidak, maka nanti ada yang teriak-teriak minta merdeka. Ini yang tidak kami inginkan," tegasnya lagi.
Dia menambahkan, 14 kursi pengangkatan sumber Otsus itu adalah murni untuk NKRI.
"Kami akan melawan siapapun yang melakukan gerakan anti terhadap negara Indonesia. NKRI, Merah Putih harus kita perjuangkan dan harga mati," pungkasnya.
(shf)