Akhir Tragis Jayanegara, Meregang Nyawa Setelah Goda Istri Tabib

Jum'at, 05 Mei 2023 - 08:21 WIB
loading...
Akhir Tragis Jayanegara, Meregang Nyawa Setelah Goda Istri Tabib
Raja kedua Majapahit, Jayanegara berakhir tragis di tangan abdi dalem karena menggoda istrinya. Dia ditikam saat proses pengobatan bisul yang dideritanya. Foto: Dok/SINDOnews
A A A
JAYANEGARA naik takhta menjadi raja Majapahit kedua menggantikan ayahnya Raden Wijaya yang menurut Nagarakretagama meninggal dunia tahun 1309. Ibunya adalah wanita berdarah melayu bernama Dara Petak.

Jayanegara dikenal memiliki perangai yang buruk sehingga namanya disebut Kalagemet yang berarti sindiran sebagaimana disebut dalam Kitab Pararaton. Sementara nama Jayanegara termaktub dalam Kitab Negarakertagama.

Akibat perangainya yang buruk itulah membuat hidupnya berakhir tragis. Dia tewas di tangan abdi dalem yang juga seorang tabib istana karena tidak terima istrinya digoda oleh sang raja. Jayanegara tewas ditikam usai menjalani operasi pembedahan bisul yang dilakukan Ra Tanca.

Slamet Muljana dalam bukunya ‘Puncak Kemegahan Sejarah Kerajaan Majapahit’ menceritakan, peristiwa tragis itu berawal dari tidak diijinkannya putri Tribuanarunggadewi dan Rajadewi Maharajasa yang merupakan dua putri keturunan Raja Kertanegara menikah oleh Raja Jayanegara. Alasannya karena keduanya hendak dikawini oleh Jayanegara.



Alhasil tindakan asusila tak senonoh diterima kedua putri Kertanegara. Tindakan Jayanegara ini didengar oleh Dharmaputra Tanca. Tanca pun mengadukannya kepada Gajah Mada, yang kala itu menjadi Mahapatih. Para jejaka dan laki-laki menghendaki sang putri disingkirkan oleh Raja Jayanegara.

Pada saat bersamaan, secara kebetulan Jayanegara menderita sakit bisul. Kondisi ini membuat Jayanegara tidak dapat keluar dari istana, dan harus selalu berbaring di atas tempat tidur. Tanca pun dipanggil untuk mengobatinya. Tanca dipercaya lantaran memiliki kemampuan mengobati penyakit. Tanca pun memasuki kamar tidur untuk mengobati Jayanegara.

Kala itu, bengkak pada kaki raja harus dibedah, setelah satu hingga dua kali pembedahan tidak berhasil. Raja dipersilakan mengesampingkan selimutnya. Alhasil, pembedahan bisul ketiga kalinya pada kaki sang raja berhasil dilakukan. Namun seiring pembedahan berhasil, Tanca pun melampiaskan dendamnya menikam Jayanegara. Raja kedua Majapahit itu pun tewas.



Gajah Mada yang mengetahui kejadian tersebut langsung bangkit dan menusuk Tanca. Tusukan Gajah Mada, membuat Tanca mati. Kejadian pembunuhan sang Raja Jayanegara tercatat pada tahun 1328 Masehi atau 1250 Saka.

Dalam kitab Nagarakretagama menyebutkan bahwa Jayanegara diangkat sebagai yuwaraja atau raja muda di Kadiri atau Daha pada tahun 1295. Diduga, saat memerintah di Kadiri, usia Jayanegara masih sangat muda, karena ayahnya Raden Wijaya baru menikahi Dara Petak yang diduga juga bernama Indreswari pada tahun 1293.

Selama memerintah Kadiri, Jayanegara dibantu oleh Lembu Sora. Nama Lembu Sora juga tercatat dalam prasasti Pananggungan, dengan jabatan sebagai patih Daha.

Dalam menjalankan pemerintahannya di Majapahit, Jayanegara membentuk susunan mahamantri yang terdiri dari para wanita. Yakni Rakryan Mahamantri Hino, Dyah Sri Rangganata; Rakryan Mahamantri Sirikan, Dyah Kameswara; dan Rakryan Mahamantri Halu, Dyah Wiswanata.


Kitab Pararaton mencatat, sejumlah pengikut setia Raden Wijaya, beberapa kali melancarkan pemberontakan terhadap pemerintahan Jayanegara. Di antaranya, dilakukan oleh Ranggalawe yang diduga terjadi tahun 1309 saat Jayanegara naik tahta di Majapahit. Bahkan, patih yang membantunya memerintah di Kadiri, atau Daha, Lembu Sora, turut melakukan pemberontakan pada tahun 1311.

Pemberontakan ini terjadi karena hasutan Mahapati yang diduga juga musuh dalam selimut Jayanegara. Pemberontakan berikutnya, dilancarkan oleh Nambi pada tahun 1316. Pemberontakan ini, diduga akibat ambisi ayah Nambi, Aria Wiraraja. Sebelum memberontak kepada rajanya, Nambi menjabat sebagai patih istana, namun ayahnya menginginkan Nambi menjadi raja.

Aksi pemberontakan paling dahsyat, adalah yang dilakukan Kuti pada tahun 1319. Di mana Kuti mampu menguasai istana Majapahit, hingga membuat Jayanegara lari mengungsi di Desa Badamder. Namun, berkat kelihaian dan keberanian Mahapatih Gajah Mada dengan pasukan Bhayangkaranya, akhirnya pemberontakan Kuti berhasil ditumpas.

Bukan hanya menghadapi pemberontakan dari internal kerajaannya. Jayanegara ternyata juga sempat menghadapi serangan dari pasukan Mongol. Hal ini didasarkan pada kesaksian seorang misonaris Odorico da Pordenone saat mengunjungi Pulau Jawa. Upaya pasukan Mogol menjajah Jawa, berhasil digagalkan oleh pasukan Majapahit.

Pemberontakan-pemberontakan itu, ternyata tidak sepenuhnya mampu dihentikan. Hal ini terungkap dalam buku ‘Puncak Kemegahan Sejarah Kerajaan Majapahit’ karya Slamet Muljana.

Slamet menyebut, Kuti merupakan bagian dari tujuh Dharmaputra Raja atau abdi dalem. Mereka terdiri dari Kuti, Semi, Pangsa, Wedeng, Juju, Tanca, dan Banyak. Usai Kuti dibunuh karena pemberontakan, para abdi dalem ini masih menyimpan bara akibat ketidakpuasan mereka terhadap kebijakan Jayanegara. Bahkan, para abdi dalem ini masih terus berupaya membunuh rajanya. Dari tujuh abdi dalem tersebut, masih menyisakan satu orang yakni Tanca. Dialah yang akhirnya berhasil membunuh raja lalu dibalas Gajah Mada.

Sementara versi lain menyebutkan, bahwa Gajah Mada sebenarnya tidak suka pada Jayanegara, sehingga memperalat Tanca membunuh raja. Lalu, Gajah Mada langsung membunuh Tanca untuk menghilangkan jejak. Konspirasi pembunuhan Jayanegara tersebut terungkap dalam buku ‘Gajah Mada Pahlawan Persatuan Nusantara’ karya Muhammad Yamin.



Dalam bukunya, Yamin menyebutkan, Tanca merasa tidak senang kepada raja karena membunuh Kuti. Rasa tidak senang Tanca kepada Jayanegara yang telah membunuh Kuti, teman Tanca sesama Dharmaputera. Semakin membara, akibat kabar menggemparkan dari istri Tanca, yang menyebut telah diganggu Jayanegara.

Kabar dari istri Tanca tersebut, membuat Gajah Mada memeriksa Tanca secara intensif. Saat proses pemeriksaan berjalan, ternyata Jayanegara sakit bisul dan meminta Tanca membedahnya. Pada saat itulah Tanca melampiaskan dendamnya dengan membunuh raja menggunakan pisau.

Versi lainnya menyebutkan, Jayanegara mati setelah minum racun buatan Tanca. Racun tersebut sengaja dibuat Tanca, karena adanya hasutan dari para pemberontak. Usai mangkat, Kitab Pararaton menyebut, Jayanegara didharmakan dalam Candi Srenggapura di Kapopongan dengan arca di Antawulan.

Saat mangkat, Jayanegara belum memiliki keturunan. Hal ini membuat tahta raja Majapahit dijabat Gayatri yang merupakan ibu suri di kerajaan Majapahit. Tetapi karena Gayatri telah menjadi seorang Bhiksuni, akhirnya raja Majapahit diisi adik tiri Jayanagara, Dyah Gitarja yang bergelar Tribhuwana Wijayatunggadewi Keberadaan Candi Bajang Ratu sebagai sisa tempat pendharmaan Jayanegara, hingga kini masih berdiri kokoh.

Situs peninggalan Majapahit berupa bangunan struktur batu bata ini, bentuknya berupa gapura beratap mirip dengan bentuk Candi Penataran di Blitar. Situs Candi Bajang Ratu berdiri kokoh di Desa Temon, Kecamatan Trowulan.

Diperkirakan, didirikan pada pertengahan abad ke-13. Beberapa versi menyebutkan, Bajang Ratu diartikan sebagai raja yang gagal. Bajang berarti batal atau bisa juga diartikan kecil atau kerdil. Sementara Ratu berarti raja.

Sementara menurut Kitab Nagarakretagama, Jayanegara dimakamkan di dalam pura berlambang arca Wisnuparama. Jayanegara juga dicandikan di Silapetak dan Bubat sebagai Wisnu, serta di Sukalila sebagai Buddha jelmaan Amoghasiddhi.

Sumber:
dok.sindonews/okezone
(nic)
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1750 seconds (0.1#10.140)