Kisah Kesaktian Tombak Kiai Pleret Mencabut Nyawa Raja Jipang Arya Penangsang

Sabtu, 08 April 2023 - 07:24 WIB
loading...
Kisah Kesaktian Tombak Kiai Pleret Mencabut Nyawa Raja Jipang Arya Penangsang
Tombak Kiai Pleret, pusaka keramat yang menewaskan Raja Jipang, Arya Penangsang. Foto/Ilustrasi/Dok.SINDOphoto
A A A
Genderang perang ditabuh Kerajaan Pajang, untuk menakhlukkan Jipang. Raja Pajang, Sultan Adiwijaya atau Jaka Tingkir, bakal menghadiahkan tanah Pati, dan Mataram, bagi siapa saja yang berhasil mengalahkan Raja Jipang, Arya Penangsang.



Di rumah Ki Gede Pamanahan berkumpul empat tokoh Mataram. Mereka sedang membicarakan ajakan perang dari Jaka Tingkir. Nasehat Ki Juru Martani mengemukakan skema cerdik untuk menghabisi Arya Penangsang.



Dalam bukunya yang berjudul "Puncak Kekuasaan Mataram: Politik Ekspansi Sultan Agung", H.J. De Graaf mengisahkan bagaimana strategi khusus dari Ki Juru Martani. Di mana Ki Gede Pamanahan, dan Ki Panjawi maju menawarkan diri. Tanpa bantuan orang lain kecuali keluarganya sendiri, Ki Gede Pamanahan berjanji akan melakukan perlawanan.



Setelah itu pasukan mereka berbaris menuju Caket, dengan kekuatan 200 orang. Di sana mereka menangkap perumput dari istana Panangsang, yang sedang mencari rumput untuk kuda Gagak Rimang. Dengan imbalan 15 rial satu telinga perumput itu diiris, sedangkan pada sebelah lainnya diikatkan surat tantangan yang bernada ejekan.

Dalam keadaan demikianlah perumput yang malang itu kembali ke istana. Patih Kerajaan Jipang, Ki Mataun, sangat terkejut melihat perumput itu, dan dengan sia-sia mencoba meredakan ledakan kemarahan Arya Penangsang.

Kedatangan perumput yang teraniaya, beserta surat penghinaan itu memang benar-benar membuat marah Arya Penangsang yang baru saja duduk di meja makan. Dia langsung mengepalkan tangannya, dan memukul piringnya sampai pecah.



Kakaknya bernama Aria Mataram, berusaha meredakannya. Tetapi, Penangsang sudah lari menghilang di atas kudanya, sambil melecutnya sekeras-kerasnya. Sementara itu, Ki Mataun yang sakit asma mengikutinya dengan napas terengah-engah, dan tidak dapat menyusulnya.

Setelah menyerukan kata-kata ejekan dan tantangan, Raja Jipang menyeberangi kali. Kemudian datanglah kutukan, karenanya barang siapa yang menyeberangi kali, akan kalah perang. Setelah itu terjadilah pertempuran sengit. Sekalipun perutnya terluka parah, Araya Penangsang menantang Karebet.

Kemudian putra Ki Gede Pamanahan, Sutawijaya, melanjutkan pertempuran dengan bersenjatakan tombak Kiai Pleret, sedangkan kedua kakaknya melindunginya. Kiai Juru Martani dengan cerdiknya melepaskan seekor kuda betina, sehingga kuda jantan Arya Penangsang menjadi liar.



Tetapi Sutawijaya, yang menunggang kuda kecil bersurai pendek, hampir saja terjatuh. Semenjak itu semua keturunan Sutawijaya tidak boleh menunggang kuda yang demikian dalam berperang. Sekuel peperangan ini kurang, dijelaskan lengkap pada Serat Kandha.

Setelah itu Sutawijaya turun dari kudanya dan berhasil membunuh Arya Penangsang dengan tombaknya yang keramat. Sebagian ujung tombak itu patah. Mayat Penangsang dirawat oleh orang-orang dari Sela. Ki Mataun yang datang terlambat diserang dan dibunuh. Kepalanya ditancapkan di atas sepotong bambu yang dipancangkan di tepi sungai, tentara Jipang akhirnya menyerah.
(eyt)
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 1.9932 seconds (0.1#10.140)