Asal Usul dan Sejarah Grobogan, Wilayah yang Kental Pergolakan
loading...
A
A
A
JAKARTA - Grobogan merupakan salah satu kabupaten yang ada di Jawa Tengah . Sebelum menjadi wilayah administrasi yang sah, kabupaten ini dikenal dengan daerah yang selalu bergolak di sepanjang sejarahnya.
Adanya wilayah Grobogan tentu tak lepas dari campur tangan kerajaan dan pihak kolonialisme kala itu. Maka tak heran ketika daerah yang satu ini menyimpan banyak sejarah, beberapa di antaranya berkaitan dengan asal usul nama dan sejarah terbentuknya Kabupaten Grobogan.
Peristiwa tersebut sangat mengesankan bagi Sunan Ngudung. Sebagai kenangan, tempat pengambilan benda pusaka tersebut diberi nama dengan nama Grobogan atau yang berupa grobog.
Grobog adalah sebuah kotak persegi panjang yang digunakan untuk menyimpan uang atau barang yang dibuat dari kayu. Selain itu grobog juga bisa diartikan sebagai kandang yang berbentuk kotak untuk mengangkut binatang buas hasil tangkapan perburuan.
Keberadaan Kabupaten Grobogan berawal pada hari Senin Kliwon 21 Jumadilakhir 1650 atau 4 Maret 1726. Sejarah ini diambil dari cerita saat Susuhunan Amangkurat IV mengangkat seorang abdi yang telah berjasa kepadanya.
Ng. Wongsodipo, nama abdi itu, kemudian diangkat menjadi bupati Tanah Monconagari yang menjadi taklukan raja yakni Grobogan dengan gelar R.T. Martopuro. Wilayah kekuasaannya meliputi Sela, Teras Karas, Wirosari, Santenan, Grobogan serta beberapa daerah di Sukowati bagian utara Bengawan Solo (babad Kartasura atau Babad Pacina 172-174).
Karena Kertasura masih dalam keadaan kacau, maka pengawasan terhadap daerah Grobogan diserahkan kepada keponakan sekaligus menantunya yang bernama R.T. Suryonagoro (Suwandi).
Sementara untuk R. T. Martopuro sendiri masih tetap di Kartasura. R.T. Suryonagoro diserahi tugas untuk menciptakan struktur pemerintahan kabupaten pangreh praja, seperti adanya bupati, patih, kaliwon, pamewu, mantri, dan seterusnya sampai jabatan bekel di desa-desa.
Pada saat itu, Ibukota kabupaten berada di Grobogan. Namun tidak lama setelah itu atau pada tahun 1864, ibu kota kemudian dipindah ke Purwodadi.
Saat Belanda menjajah Indonesia, pemerintah kolonial telah membagi wilayah menjadi beberapa Gewesten yang bersifat administratif yang kemudian dibagi lagi menjadi Regentschap.
Regentschap Grobogan kala itu berada di dalam lingkungan Semarang Gewest. Kemudian setelah diberlakukannya Decentralisatie Besluit pada tahun 1905, Regentschap diberi hak otonom untuk mengelola daerahnya sendiri dan Grobogan memperoleh otonomi penuh pada tahun 1908.
Pada tahun 1928, berdasarkan Stattbad 1928 No. 117, Kabupaten Grobogan mendapat tambahan dua distrik dari Kabupaten Demak yaitu Distrik Manggar dengan ibukota di Godong dan Distrik Singenkidul dengan ibukota di Gubug.
Kemudian pada tahun 1933, kabupaten Grobogan juga memperoleh tambahan Asistenan Klambu dari Distrik Undaan Kudus. Pada masa pendudukan Jepang, terjadi perubahan tata pemerintahan daerah, yaitu dengan Undang-undang No. 27 tahun 1942.
Dalam peraturan tersebut, seluruh Jawa kecuali daerah Vorstenlanden dibagi atas : Syuu (Karesidenen), Si (Kotapraja), Ken (Kabupaten), Gun (Distrik), Son (Onder Distrik), dan Ku (Kelurahan/Desa).
Setelah Indonesia merdeka dan diberlakukannya Undang-undang No. 22 Tahun 1948 tentang Pemerintahan Daerah, maka Daerah Negara Republik Indonesia tersusun dalam tiga tingkatan, yaitu : Propinsi, Kabupaten, dan Desa (Kota Kecil).
Selanjutnya dengan adanya UU No. 13 Tahun 1950 dibentuklah Daerah-daerah Tingkat II di lingkungan Provinsi Jawa Tengah. Wilayah Grobogan pun kemudian resmi menjadi wilayah Kabupaten.
Dengan Perda Kabupaten Dati II Grobogan No. 11 Tahun 1991, maka ditetapkan pula bahwa Hari Jadi Kabupaten Grobogan adalah : Hari Senin Kliwon, 21 Jumadil Akhir 1650 atau 4 Maret 1726 atau 1 Rajab 1138 H.
Adanya wilayah Grobogan tentu tak lepas dari campur tangan kerajaan dan pihak kolonialisme kala itu. Maka tak heran ketika daerah yang satu ini menyimpan banyak sejarah, beberapa di antaranya berkaitan dengan asal usul nama dan sejarah terbentuknya Kabupaten Grobogan.
Asal Usul Nama Grobogan
Munculnya nama Grobogan berawal dari penyerangan Pusat Kerajaan Majapahit oleh pasukan Demak yang dipimpin oleh Sunan Ngudung dan Sunan Kudus. Peperangan tersebut dimenangkan oleh Demak, benda pusaka Majapahit pun diambil dan dimasukkan ke dalam Grobog.Peristiwa tersebut sangat mengesankan bagi Sunan Ngudung. Sebagai kenangan, tempat pengambilan benda pusaka tersebut diberi nama dengan nama Grobogan atau yang berupa grobog.
Grobog adalah sebuah kotak persegi panjang yang digunakan untuk menyimpan uang atau barang yang dibuat dari kayu. Selain itu grobog juga bisa diartikan sebagai kandang yang berbentuk kotak untuk mengangkut binatang buas hasil tangkapan perburuan.
Sejarah Kabupaten Grobogan
Mengutip laman resmi pemerintahannya, Sejarah terbentuknya wilayah Grobogan sudah ada sejak zaman Kerajaan Mataram Hindu. Daerah ini menjadi pusat Kerajaan Mataram dengan ibu kotanya di Medhang Kamulan atau Purwodadi.Keberadaan Kabupaten Grobogan berawal pada hari Senin Kliwon 21 Jumadilakhir 1650 atau 4 Maret 1726. Sejarah ini diambil dari cerita saat Susuhunan Amangkurat IV mengangkat seorang abdi yang telah berjasa kepadanya.
Ng. Wongsodipo, nama abdi itu, kemudian diangkat menjadi bupati Tanah Monconagari yang menjadi taklukan raja yakni Grobogan dengan gelar R.T. Martopuro. Wilayah kekuasaannya meliputi Sela, Teras Karas, Wirosari, Santenan, Grobogan serta beberapa daerah di Sukowati bagian utara Bengawan Solo (babad Kartasura atau Babad Pacina 172-174).
Karena Kertasura masih dalam keadaan kacau, maka pengawasan terhadap daerah Grobogan diserahkan kepada keponakan sekaligus menantunya yang bernama R.T. Suryonagoro (Suwandi).
Sementara untuk R. T. Martopuro sendiri masih tetap di Kartasura. R.T. Suryonagoro diserahi tugas untuk menciptakan struktur pemerintahan kabupaten pangreh praja, seperti adanya bupati, patih, kaliwon, pamewu, mantri, dan seterusnya sampai jabatan bekel di desa-desa.
Pada saat itu, Ibukota kabupaten berada di Grobogan. Namun tidak lama setelah itu atau pada tahun 1864, ibu kota kemudian dipindah ke Purwodadi.
Saat Belanda menjajah Indonesia, pemerintah kolonial telah membagi wilayah menjadi beberapa Gewesten yang bersifat administratif yang kemudian dibagi lagi menjadi Regentschap.
Regentschap Grobogan kala itu berada di dalam lingkungan Semarang Gewest. Kemudian setelah diberlakukannya Decentralisatie Besluit pada tahun 1905, Regentschap diberi hak otonom untuk mengelola daerahnya sendiri dan Grobogan memperoleh otonomi penuh pada tahun 1908.
Pada tahun 1928, berdasarkan Stattbad 1928 No. 117, Kabupaten Grobogan mendapat tambahan dua distrik dari Kabupaten Demak yaitu Distrik Manggar dengan ibukota di Godong dan Distrik Singenkidul dengan ibukota di Gubug.
Kemudian pada tahun 1933, kabupaten Grobogan juga memperoleh tambahan Asistenan Klambu dari Distrik Undaan Kudus. Pada masa pendudukan Jepang, terjadi perubahan tata pemerintahan daerah, yaitu dengan Undang-undang No. 27 tahun 1942.
Dalam peraturan tersebut, seluruh Jawa kecuali daerah Vorstenlanden dibagi atas : Syuu (Karesidenen), Si (Kotapraja), Ken (Kabupaten), Gun (Distrik), Son (Onder Distrik), dan Ku (Kelurahan/Desa).
Setelah Indonesia merdeka dan diberlakukannya Undang-undang No. 22 Tahun 1948 tentang Pemerintahan Daerah, maka Daerah Negara Republik Indonesia tersusun dalam tiga tingkatan, yaitu : Propinsi, Kabupaten, dan Desa (Kota Kecil).
Selanjutnya dengan adanya UU No. 13 Tahun 1950 dibentuklah Daerah-daerah Tingkat II di lingkungan Provinsi Jawa Tengah. Wilayah Grobogan pun kemudian resmi menjadi wilayah Kabupaten.
Dengan Perda Kabupaten Dati II Grobogan No. 11 Tahun 1991, maka ditetapkan pula bahwa Hari Jadi Kabupaten Grobogan adalah : Hari Senin Kliwon, 21 Jumadil Akhir 1650 atau 4 Maret 1726 atau 1 Rajab 1138 H.
(bim)