Laut Natuna Dibanjiri Kapal Lengkong dan Cantrang, Ketua Nelayan: Pasti Akan Terjadi Pembakaran!
loading...
A
A
A
NATUNA - Sebanyak 52 kapal pukat lengkong memenuhi perairan Laut Subi, Kabupaten Natuna, Kepulauan. Ironisnya, kapal-kapal berkapasitas di atas 30 Gross Tonage (GT) tersebut sering menangkap ikan di bawah 4 mil laut dari bibir pantai.
Ketua Aliansi Nelayan Natuna, Henri mengatakan, nelayan Natuna sempat mendatangi kapal pukat lengkong tersebut. Pasalnya kapal yang berasal dari Tanjung Balai itu seharusnya beroperasi di atas 12 mil laut.
"Ada sekitar 52 kapal lengkong dan berada di lokasi yang sama, di bawah 4 mil. Awalnya masih kita tegur," ujar Henri, Selasa (28/03/2023).
Menurutnya, tidak hanya kapal pukat lengkong namun juga ada kapal cantrang yang sering menangkap ikan di bawah 30 mil laut. Hal tersebut membuat hasil tangkapan ikan nelayan Natuna turun.
"Mereka seharusnya di atas 30 mil laut. Ini buat nelayan Natuna resah karena hasil tangkapan berkurang, rumpun dirusak, mau cari umpan juga tidak bisa lagi karena sudah habis oleh kapal tersebut," katanya.
Henri menjelaskan, permasalahan ini sering terjadi di perairan Laut Subi dan Laut Natuna lainnya. Selain itu juga sudah dilaporkan ke Pengawasan Sumber Daya Kelautan dan Perikanan (PSDKP), TNI AL, atau pun Polairud tapi tidak ada tindakan hingga kini.
Nantinya, nelayan Natuna dipastikan akan membakar kapal-kapal yang berukuran di atas 30 GT tersebut jika masih beroperasi di zona yang tidak sesuai aturan. Hal ini juga disebabkan tidak adanya tindakan dari pihak aparat berwenang.
"Kalau terjadi lagi, ke depan pasti akan terjadi pembakaran. Kalau mereka melanggar, harusnya disanksi dan ini tidak. Terkesan pembiaran," ungkapnya.
Wakil Bupati Natuna, Rodhial Huda mengatakan, permasalahan yang dihadapi oleh para Nelayan Natuna sudah disampaikan ke Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP).
Oleh karena itu, KKP diminta bertanggung jawab serta mengawasi keberadaan kapal pukat lengkong dan cantrang di Laut Natuna.
"Kita minta tanggung jawab KKP yang memberikan izin itu untuk mengawasi," katanya.
Menurutnya, meski pemerintah daerah tidak memiliki kewenangan di laut tetapi pihaknya tetap menentang penggunaan alat tangkap yang tidak ramah lingkungan di Natuna.
Di sisi lain, Pemerintah Kabupaten Natuna juga berkepentingan dalam menjaga dan membela nelayan yang menggantungkan hidup dari laut.
Kehadiran kapal-kapal yang berkapasitas di atas 30 GT itu juga membuat risau Pemerintah Daerah Kabupaten Natuna. Lantaran para nelayan Natuna dikhawatirkan akan melakukan hal yang tidak diinginkan atau terjadi bentrokan.
"Kita sudah risau. Jangan sampai terjadi bentrokan dari nelayan. KKP harus maksimalkan pengawasan terkait masalah ini," kata Rodhial Huda.
Selain itu, aparat terkait juga diminta untuk memperkuat dan memperketat pengawasan terhadap kapal yang melakukan penangkapan pada wilayah di bawah 30 mil. Pasalnya daerah itu merupakan kawasan untuk nelayan tradisional setempat.
Ketua Aliansi Nelayan Natuna, Henri mengatakan, nelayan Natuna sempat mendatangi kapal pukat lengkong tersebut. Pasalnya kapal yang berasal dari Tanjung Balai itu seharusnya beroperasi di atas 12 mil laut.
"Ada sekitar 52 kapal lengkong dan berada di lokasi yang sama, di bawah 4 mil. Awalnya masih kita tegur," ujar Henri, Selasa (28/03/2023).
Menurutnya, tidak hanya kapal pukat lengkong namun juga ada kapal cantrang yang sering menangkap ikan di bawah 30 mil laut. Hal tersebut membuat hasil tangkapan ikan nelayan Natuna turun.
"Mereka seharusnya di atas 30 mil laut. Ini buat nelayan Natuna resah karena hasil tangkapan berkurang, rumpun dirusak, mau cari umpan juga tidak bisa lagi karena sudah habis oleh kapal tersebut," katanya.
Henri menjelaskan, permasalahan ini sering terjadi di perairan Laut Subi dan Laut Natuna lainnya. Selain itu juga sudah dilaporkan ke Pengawasan Sumber Daya Kelautan dan Perikanan (PSDKP), TNI AL, atau pun Polairud tapi tidak ada tindakan hingga kini.
Nantinya, nelayan Natuna dipastikan akan membakar kapal-kapal yang berukuran di atas 30 GT tersebut jika masih beroperasi di zona yang tidak sesuai aturan. Hal ini juga disebabkan tidak adanya tindakan dari pihak aparat berwenang.
"Kalau terjadi lagi, ke depan pasti akan terjadi pembakaran. Kalau mereka melanggar, harusnya disanksi dan ini tidak. Terkesan pembiaran," ungkapnya.
Wakil Bupati Natuna, Rodhial Huda mengatakan, permasalahan yang dihadapi oleh para Nelayan Natuna sudah disampaikan ke Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP).
Oleh karena itu, KKP diminta bertanggung jawab serta mengawasi keberadaan kapal pukat lengkong dan cantrang di Laut Natuna.
"Kita minta tanggung jawab KKP yang memberikan izin itu untuk mengawasi," katanya.
Menurutnya, meski pemerintah daerah tidak memiliki kewenangan di laut tetapi pihaknya tetap menentang penggunaan alat tangkap yang tidak ramah lingkungan di Natuna.
Di sisi lain, Pemerintah Kabupaten Natuna juga berkepentingan dalam menjaga dan membela nelayan yang menggantungkan hidup dari laut.
Kehadiran kapal-kapal yang berkapasitas di atas 30 GT itu juga membuat risau Pemerintah Daerah Kabupaten Natuna. Lantaran para nelayan Natuna dikhawatirkan akan melakukan hal yang tidak diinginkan atau terjadi bentrokan.
"Kita sudah risau. Jangan sampai terjadi bentrokan dari nelayan. KKP harus maksimalkan pengawasan terkait masalah ini," kata Rodhial Huda.
Selain itu, aparat terkait juga diminta untuk memperkuat dan memperketat pengawasan terhadap kapal yang melakukan penangkapan pada wilayah di bawah 30 mil. Pasalnya daerah itu merupakan kawasan untuk nelayan tradisional setempat.
(shf)