Kesaktian Sunan Geseng, Mampu Selamat dari Kobaran Api hingga Munculkan Makanan
loading...
A
A
A
Dia mencari kesana-kemari, dibantu beberapa muridnya yang lain. Karena tak kunjung menemukan yang dicari, Sunan pun memerintahkan membakar ilalang yang lebat di hutan itu untuk memudahkan pencarian. Maka dibakarlah ilalang yang lebat itu oleh murid-murid Sunan Kalijaga.
Api membubung tinggi, dan ilalang pun musnah. Setelah api reda, dan lembah yang semula penuh dengan ilalang itu terang benderang dan tampaklah Cokrojoyo. Sekalipun api membakar ilalang di sekelilingnya.
Tapi, ajaib tubuh Cokrojoyo dan tongkat sang Sunan tak terbakar sedikitpun, hanya beberapa bagian bajunya yang terbakar. Betapa terharunya Sunan Kalijaga menyaksikan kesetiaan dan kekuatan hati Cokrojoyo. Konon sejak saat itu Cokrojoyo diberi gelar Sunan Geseng oleh Sunan Kalijaga.
Setelah itu Sunan Geseng ditugasi berdakwah dan menjadi imam di daerah Lowanu, Purworejo, Jawa Tengah. Beberapa waktu tinggal di Lowanu, kemudian dia menetap di Jolosytro, Bantul, Yogyakarta sampai akhir hayatnya.
Sampai kini makam Sunan Geseng masih sering diziarahi banyak orang. Kisah mengenai karomah Sunan Geseng juga terkenal di daerah Jatinom, Klaten. Mereka mengenal Sunan Geseng dengan sebutan Ki Ageng Gribik. Julukan itu berangkat dari pilihan Sunan Geseng untuk tinggal di rumah beratap gribik –anyaman daun nyiur.
Menurut legenda setempat, ketika Ki Ageng Gribik pulang dari menunaikan ibadah haji, dia melihat penduduk Jatinom kelaparan. Dia membawa sepotong kue apem, dibagikan kepada ratusan orang yang kelaparan. Semuanya kebagian. Ki Ageng Gribik meminta warga yang kelaparan makan secuil kue apem seraya mengucapkan zikir: Ya-Qowiyyu (Allah Mahakuat).
Mereka pun kenyang dan sehat. Sampai kini, masyarakat Jatinom menghidupkan legenda Ki Ageng Gribik itu dengan menyelenggarakan upacara ”Ya-Qowiyyu” pada setiap bulan Syafar. Setelah tersohor dengan nama Sunan Geseng, Sunan Kalijaga mengikut sertakan dalam majelis wali di Demak.
Majelis Walipun mengangkat Sunan Geseng sebagai bendahara Kerajaan Demak Bintoro. Sunan Gesengpun diperintah untuk mempersiapkan makanan dan minuman untuk jamuan para tamu pelantikan Raden Fatah sebagai Sultan Demak.
Tinggal satu hari lagi hari pelantikan tiba, Sunan Kalijaga melihat ke dapur tempat persiapan jamuan. Alangkah terkejutnya, Sunan Kalijaga melihat tidak ada persiapan apa-apa. Para juru masak segera ditanya Sunan Kalijaga, dan mereka mengatakan belum menerima segala keperluan untuk jamuan dari Sunan Geseng.
Sesegera mungkin Sunan Kalijaga mencari Sunan Geseng untuk diminta pertanggung jawaban. Sunan Geseng yang sedang asyik berdzikir kepada Allah SWT di masjid kaget akan datangnya gurunya. Setelah Sunan Kalijaga menceritakan semuanya kepada Sunan Geseng, diapun terkejut dan memohon maaf karena dia lupa akan tugasnya sebab keasyikan berdzikir.
Api membubung tinggi, dan ilalang pun musnah. Setelah api reda, dan lembah yang semula penuh dengan ilalang itu terang benderang dan tampaklah Cokrojoyo. Sekalipun api membakar ilalang di sekelilingnya.
Tapi, ajaib tubuh Cokrojoyo dan tongkat sang Sunan tak terbakar sedikitpun, hanya beberapa bagian bajunya yang terbakar. Betapa terharunya Sunan Kalijaga menyaksikan kesetiaan dan kekuatan hati Cokrojoyo. Konon sejak saat itu Cokrojoyo diberi gelar Sunan Geseng oleh Sunan Kalijaga.
Setelah itu Sunan Geseng ditugasi berdakwah dan menjadi imam di daerah Lowanu, Purworejo, Jawa Tengah. Beberapa waktu tinggal di Lowanu, kemudian dia menetap di Jolosytro, Bantul, Yogyakarta sampai akhir hayatnya.
Sampai kini makam Sunan Geseng masih sering diziarahi banyak orang. Kisah mengenai karomah Sunan Geseng juga terkenal di daerah Jatinom, Klaten. Mereka mengenal Sunan Geseng dengan sebutan Ki Ageng Gribik. Julukan itu berangkat dari pilihan Sunan Geseng untuk tinggal di rumah beratap gribik –anyaman daun nyiur.
Menurut legenda setempat, ketika Ki Ageng Gribik pulang dari menunaikan ibadah haji, dia melihat penduduk Jatinom kelaparan. Dia membawa sepotong kue apem, dibagikan kepada ratusan orang yang kelaparan. Semuanya kebagian. Ki Ageng Gribik meminta warga yang kelaparan makan secuil kue apem seraya mengucapkan zikir: Ya-Qowiyyu (Allah Mahakuat).
Mereka pun kenyang dan sehat. Sampai kini, masyarakat Jatinom menghidupkan legenda Ki Ageng Gribik itu dengan menyelenggarakan upacara ”Ya-Qowiyyu” pada setiap bulan Syafar. Setelah tersohor dengan nama Sunan Geseng, Sunan Kalijaga mengikut sertakan dalam majelis wali di Demak.
Majelis Walipun mengangkat Sunan Geseng sebagai bendahara Kerajaan Demak Bintoro. Sunan Gesengpun diperintah untuk mempersiapkan makanan dan minuman untuk jamuan para tamu pelantikan Raden Fatah sebagai Sultan Demak.
Tinggal satu hari lagi hari pelantikan tiba, Sunan Kalijaga melihat ke dapur tempat persiapan jamuan. Alangkah terkejutnya, Sunan Kalijaga melihat tidak ada persiapan apa-apa. Para juru masak segera ditanya Sunan Kalijaga, dan mereka mengatakan belum menerima segala keperluan untuk jamuan dari Sunan Geseng.
Sesegera mungkin Sunan Kalijaga mencari Sunan Geseng untuk diminta pertanggung jawaban. Sunan Geseng yang sedang asyik berdzikir kepada Allah SWT di masjid kaget akan datangnya gurunya. Setelah Sunan Kalijaga menceritakan semuanya kepada Sunan Geseng, diapun terkejut dan memohon maaf karena dia lupa akan tugasnya sebab keasyikan berdzikir.