Monumen Plataran Saksi Bisu Perjuangan Taruna Akmil Jaga Kemerdekaan
loading...
A
A
A
Paska kemerdekaan 17 Agustus 1945 Belanda kembali datang untuk menguasai lagi Indonesia. Berbagai cara pun dilakukan, terutama guna memperlemah posisi Indonesia di mata dunia. Di antaranya dengan penangkapan tokoh-tokoh yang mempunyai pengaruh, seperti tokoh poltik maupun pimpian pejuang termasuk penyerangan ke markas-markas pertahanan.
Hal ini menyebabkan di berbagai daerah banyak terjadi pertempuran untuk mempertahankan kemerdekaan tersebut. Bukan itu saja, karena situasi dianggap genting di Jakarta, pemerintah Indonesia memutuskan untuk memindah Ibukota negara dari Jakarta ke Yogyakarta 4 Januari 1946.
Namun begitu, rakyat Indonesia tidak tinggal daiam mempertahankan kemerdekaant. Baik melalui diplomasi maupun pertempuran dengan Belanda. Untuk perlawanan ini. tentara, pejuang dan rakyat saling bahu membahu. Termasuk Taruna Aakademi Militer atau Militer Academy (MA) juga tidak mau ketinggalan. Mereka ikut menyerang pertahanan Belanda di Yogyakarta.
Atas serangan ini, Belanda membalasnya dengan menyerang pos-pos pertahanan pejuang. Pos pertahanan Taruna MA di Plataran Kiyudan, Selomartani, Kalasan, Sleman pun juga tidak luput dari sasaran serangan Belanda. Puncaknya 24 Februari 2020 terjadilah pertempuran di Plataran.
Pertempuran antara Taruna MA bersama pejuang lain dengan Belanda di Plataran, berawal saat Letnan Abdul Jalil yang tewas saat bertempur dengan Belanda di Sambiroto, Purwomatani, Kalasan. 22 Februari 1949. Saat pakainnya digeledah, Belanda menemukan buku harian Abdul Jalil. Di buku harian tersebut tercatat titik-titik markas-markas pejuang di wilayah Kalasan. Seperti di Kringinan dan Ngasem.
Mengetahui hal itu Belanda, pada 22 februari Malam langsung menyerang markas-markas itu Rencana Belanda tersebut sudah diketahui, sehingga para pejuang sebelum Belanda datang telah meninggalkan markas ke tempat lain. Namun Belanda terus mengejar. Puncaknya, 24 Maret 1949 pertempuran pun tidak dapat dihindarkan di Dusun Plataran Kiyudan, Selomartani, Kalasan.
Dalam pertempuran itu beberapa Taruna MA dan pejuang lain meninggal. Satu di antaranya Husein. Bahkan oleh Belanda kepala Husein di penggal sebab Husein dikira orang Jepang. Dari peristiwa inilah dibangun Monumen Plataran sebagai saksi bisu perjuangan taruna MA dan pejuang lain dalam mempertahankan kemerdekaan Indonesia.
“Ya di tempat ini dulu terjadi pertempuran antara Tarunan MA dan pejuang lain dengan Belanda,” kata pengelola Monumen Plataran, Tomik Subaryadi. (Baca juga : Kisah Keranda Mayat Legendaris 1929 )
Monumen Plataran ini dibangun pada tahun 1976 dan diresmikan pada tanggal 24 Februari 1977 oleh Jenderal Surono. Luas Monumen Plataran 7500 meter. Di dalam Monumen Plataran dibangun patung taruna berdiri setinggi 5 meter di atas batur yang berisi nama-nama pahlawan yang gugur, dengan latar belakang tugu dan patung burung garuda di atasnya. “Patung itu sebagai simbol pejuang Husein yang dipotong tubuhnya,” terang Tomik
Selain itu juga ada delapan patung taruna naik burung garuda yang sedang memanjatkan doa kepada yang Maha Kuasa, agar para arwah pejuang diterima, dua buah joglo yang melambangkan bulan ke dua yakni Februari serta 24 buah anak tangga dan ukiran kaca bertulis MA atau Militer Academy
"Seluruh pembangunan monumen ini sesuai dengan konstruksi aslinya, nggak asal bikin, dan semua ada maknanya masing-masing," jelasnya.
Untuk itu, keberadaan monumen ini sangat penting dan harus diperkenalkan kepada generasi muda. Sehingga bukan hanya akan menjadi aset penitng, namun juga dapat menjadi pembelajaran, khususnya tentang perjuangan dalam mempertahankan kemerdekaan. Sebab tidak semua tahu tentang keberadaan monumen ini.
“Seperti Monumen Plataran ini memberikan gambaran tentang besarnya semangat yang dimiliki para taruna. Di mana dalam usia yang masih sangat muda dan persenjataan yang tidak lengkap bukanlah alasan bagi mereka untuk tidak ikut dalam usaha perjuangan mempertahankan kemerdekaan,” ungkapnya.
Hal ini menyebabkan di berbagai daerah banyak terjadi pertempuran untuk mempertahankan kemerdekaan tersebut. Bukan itu saja, karena situasi dianggap genting di Jakarta, pemerintah Indonesia memutuskan untuk memindah Ibukota negara dari Jakarta ke Yogyakarta 4 Januari 1946.
Namun begitu, rakyat Indonesia tidak tinggal daiam mempertahankan kemerdekaant. Baik melalui diplomasi maupun pertempuran dengan Belanda. Untuk perlawanan ini. tentara, pejuang dan rakyat saling bahu membahu. Termasuk Taruna Aakademi Militer atau Militer Academy (MA) juga tidak mau ketinggalan. Mereka ikut menyerang pertahanan Belanda di Yogyakarta.
Atas serangan ini, Belanda membalasnya dengan menyerang pos-pos pertahanan pejuang. Pos pertahanan Taruna MA di Plataran Kiyudan, Selomartani, Kalasan, Sleman pun juga tidak luput dari sasaran serangan Belanda. Puncaknya 24 Februari 2020 terjadilah pertempuran di Plataran.
Pertempuran antara Taruna MA bersama pejuang lain dengan Belanda di Plataran, berawal saat Letnan Abdul Jalil yang tewas saat bertempur dengan Belanda di Sambiroto, Purwomatani, Kalasan. 22 Februari 1949. Saat pakainnya digeledah, Belanda menemukan buku harian Abdul Jalil. Di buku harian tersebut tercatat titik-titik markas-markas pejuang di wilayah Kalasan. Seperti di Kringinan dan Ngasem.
Mengetahui hal itu Belanda, pada 22 februari Malam langsung menyerang markas-markas itu Rencana Belanda tersebut sudah diketahui, sehingga para pejuang sebelum Belanda datang telah meninggalkan markas ke tempat lain. Namun Belanda terus mengejar. Puncaknya, 24 Maret 1949 pertempuran pun tidak dapat dihindarkan di Dusun Plataran Kiyudan, Selomartani, Kalasan.
Dalam pertempuran itu beberapa Taruna MA dan pejuang lain meninggal. Satu di antaranya Husein. Bahkan oleh Belanda kepala Husein di penggal sebab Husein dikira orang Jepang. Dari peristiwa inilah dibangun Monumen Plataran sebagai saksi bisu perjuangan taruna MA dan pejuang lain dalam mempertahankan kemerdekaan Indonesia.
“Ya di tempat ini dulu terjadi pertempuran antara Tarunan MA dan pejuang lain dengan Belanda,” kata pengelola Monumen Plataran, Tomik Subaryadi. (Baca juga : Kisah Keranda Mayat Legendaris 1929 )
Monumen Plataran ini dibangun pada tahun 1976 dan diresmikan pada tanggal 24 Februari 1977 oleh Jenderal Surono. Luas Monumen Plataran 7500 meter. Di dalam Monumen Plataran dibangun patung taruna berdiri setinggi 5 meter di atas batur yang berisi nama-nama pahlawan yang gugur, dengan latar belakang tugu dan patung burung garuda di atasnya. “Patung itu sebagai simbol pejuang Husein yang dipotong tubuhnya,” terang Tomik
Selain itu juga ada delapan patung taruna naik burung garuda yang sedang memanjatkan doa kepada yang Maha Kuasa, agar para arwah pejuang diterima, dua buah joglo yang melambangkan bulan ke dua yakni Februari serta 24 buah anak tangga dan ukiran kaca bertulis MA atau Militer Academy
"Seluruh pembangunan monumen ini sesuai dengan konstruksi aslinya, nggak asal bikin, dan semua ada maknanya masing-masing," jelasnya.
Untuk itu, keberadaan monumen ini sangat penting dan harus diperkenalkan kepada generasi muda. Sehingga bukan hanya akan menjadi aset penitng, namun juga dapat menjadi pembelajaran, khususnya tentang perjuangan dalam mempertahankan kemerdekaan. Sebab tidak semua tahu tentang keberadaan monumen ini.
“Seperti Monumen Plataran ini memberikan gambaran tentang besarnya semangat yang dimiliki para taruna. Di mana dalam usia yang masih sangat muda dan persenjataan yang tidak lengkap bukanlah alasan bagi mereka untuk tidak ikut dalam usaha perjuangan mempertahankan kemerdekaan,” ungkapnya.
(nun)