Kurang Cukup Bukti, Polda Jateng Hentikan Penyidikan Kasus Syeh Puji
loading...
A
A
A
SEMARANG - Kasus dugaan persetubuhan dan pencabulan terhadap anak yang dilakukan Syeh Puji pada 5 Desember 2019 lalu memasuki babak akhir. Penyidik menghentikan penyidikan kasus tersebut dengan pertimbangan kurang cukup bukti kuat.
Pada Kamis (16/7/2020) hari ini, Polda Jawa Tengah (Jateng) merilis perkembangan terbaru kasus yang dilaporkan ketua Komnas Anak Provinsi Jawa Tengah, Endar Susilo tersebut.
(Baca juga: Depresi, Pasien RS Ananda Purwokerto Nekat Terjun dari Lantai II )
Kasus bermula, sekira Juni 2016, Sujiono alias Syeh Puji melakukan pernikahan siri terhadap anak berinisial DTA yang dilakukan di komplek Pondok Pesantren Miftahul Jannah yang terletak di Desa Bedono Kec. Jambu Kab. Semarang
Keduanya dinikahkan oleh kyai Pondok Pesanteren yang bernama Miftahul Huda dan yang ikut hadir dalam pernikahan siri tersebut adalah ibu, kakak-kakak saudari DTA.
(baca juga: Ponpes di Jateng Diminta Perketat Protokol Kesehatan COVID-19 )
Pada saat dilakukan pernikahan tersebut, anak DTA masih berumur 7 (tujuh) tahun, dan SP memberi mas kawin berupa kitab suci Al Quran. Setelah prosesi pernikahan memangku dan menciumi TA di depan para saksi yang hadir dalam pernikahan siri tersebut.
"Dari pengaduan tersebut penyidik melakukan pemeriksaan terhadap 18 saksi, termasuk ahli pidana dan dokter yang melakukan visum terhadap DTA," kata Direktur Reserse Kriminal Umum Polda Jateng, Kombes Pol Wihastono Yoga Pranoto,
Ia menjelaskan, dari beberapa saksi yang diperiksa tidak ada yang mendukung dan mengiyakan pengakuan saudara APRI, atas pernyataanya bahwa telah terjadi pernikahan siri antara SP dengan anak DTA pada 2016 lalu.
Pemeriksaan visum juga telah dilakukan untuk anak DTA yang hasilnya tidak ditemukan luka-luka akibat kekerasan benda tajam maupun benda tumpul serta tidak ditemukan luka robekan selaput dara maupun organ kelamin lainnya. Sehingga dugaan kekerasan dan persetubuhan terhadap anak DTA ini tidak benar.
Berdasarkan keterangan dari ahli pidana, Maya Indah S, dugaan tindak pidana persetubuhan ataupun tindak pidana percabulan terhadap anak (DTA) tidak cukup bukti.
"Maka penyidik dapat menghentikan penyelidikan atas kasus ini. Karena dianggap tidak memenuhi unsur tindak pidana , dan tidak adanya bukti permulaan yang cukup atas terjadinya tindak pidana dalam kasus ini," pungkasnya.
Pada Kamis (16/7/2020) hari ini, Polda Jawa Tengah (Jateng) merilis perkembangan terbaru kasus yang dilaporkan ketua Komnas Anak Provinsi Jawa Tengah, Endar Susilo tersebut.
(Baca juga: Depresi, Pasien RS Ananda Purwokerto Nekat Terjun dari Lantai II )
Kasus bermula, sekira Juni 2016, Sujiono alias Syeh Puji melakukan pernikahan siri terhadap anak berinisial DTA yang dilakukan di komplek Pondok Pesantren Miftahul Jannah yang terletak di Desa Bedono Kec. Jambu Kab. Semarang
Keduanya dinikahkan oleh kyai Pondok Pesanteren yang bernama Miftahul Huda dan yang ikut hadir dalam pernikahan siri tersebut adalah ibu, kakak-kakak saudari DTA.
(baca juga: Ponpes di Jateng Diminta Perketat Protokol Kesehatan COVID-19 )
Pada saat dilakukan pernikahan tersebut, anak DTA masih berumur 7 (tujuh) tahun, dan SP memberi mas kawin berupa kitab suci Al Quran. Setelah prosesi pernikahan memangku dan menciumi TA di depan para saksi yang hadir dalam pernikahan siri tersebut.
"Dari pengaduan tersebut penyidik melakukan pemeriksaan terhadap 18 saksi, termasuk ahli pidana dan dokter yang melakukan visum terhadap DTA," kata Direktur Reserse Kriminal Umum Polda Jateng, Kombes Pol Wihastono Yoga Pranoto,
Ia menjelaskan, dari beberapa saksi yang diperiksa tidak ada yang mendukung dan mengiyakan pengakuan saudara APRI, atas pernyataanya bahwa telah terjadi pernikahan siri antara SP dengan anak DTA pada 2016 lalu.
Pemeriksaan visum juga telah dilakukan untuk anak DTA yang hasilnya tidak ditemukan luka-luka akibat kekerasan benda tajam maupun benda tumpul serta tidak ditemukan luka robekan selaput dara maupun organ kelamin lainnya. Sehingga dugaan kekerasan dan persetubuhan terhadap anak DTA ini tidak benar.
Berdasarkan keterangan dari ahli pidana, Maya Indah S, dugaan tindak pidana persetubuhan ataupun tindak pidana percabulan terhadap anak (DTA) tidak cukup bukti.
"Maka penyidik dapat menghentikan penyelidikan atas kasus ini. Karena dianggap tidak memenuhi unsur tindak pidana , dan tidak adanya bukti permulaan yang cukup atas terjadinya tindak pidana dalam kasus ini," pungkasnya.
(msd)