Kisah Pasukan Elite Majapahit Selamatkan Jayanegara dari Pemberontakan Ra Kuti
loading...
A
A
A
PERAN pasukan elite atau khusus dalam sebuah negara merupakan hal yang sangat penting. Hampir semua negara di dunia, baik yang bentuknya modern maupun kerajaan, pasti memiliki pasukan elite.
Pasukan ini biasanya memiliki ciri yang sama. Bersifat tertutup, terdiri dari kurang 100 orang, memiliki senjata khusus, dan bertugas menjadi tameng hidup untuk melindungi raja atau kepala negara dari serangan musuh.
Salah satu pasukan elite dunia yang cukup dikenal adalah Bhayangkara. Pasukan elite dari Kerajaan Majapahit ini dipimpin oleh Gajah Mada dan memiliki prestasi gemilang melindungi raja dari pemberontakan.
Berikut Cerita Pagi akan mengulas pasukan elite tersebut. Kisah heroik pasukan elite Bhayangkara yang dipimpin Gajah Mada itu berawal dari pemberontakan Kuti, terhadap Raja Majapahit kedua Jayanegara, pada 1319.
Dikisahkan, bahwa Raja Jayanegara memiliki banyak kelemahan dalam berbagai sisi, sehingga tidak bisa mendeteksi sejak awal adanya pemberontakan dari dalam istana. Tetapi tidak demikian dengan Gajah Mada.
Rencana pemberontakan itu sudah diketahui oleh Gajah Mada dengan membaca sejumlah pertanda dalam politik istana saat itu. Gajah Mada telah mengetahui, bahwa Kuti atau Ra Kuti atau Rakryan Kuti akan berontak.
Sebelum terjadi pemberontakan, Gajah Mada melatih para prajurit khususnya itu setiap hari. Jumlahnya tidak lebih dari 20 orang. Mereka dilatih dengan sangat keras oleh Senopati Gajah Engon dan Gagak Bongol.
Kisah latihan pasukan elite Bhayangkara ini dilukiskan dengan sangat indah oleh karya fiksi Langit Kresna Hariadi.
"Untuk mengisi kemampuan bidik, setiap hari selalu diselenggarakan latihan mengayun pisau dan melepas bidikan anak panah," tulis Langit Kresna Hariadi, dikutip dari Gajah Mada: Bergelut dalam Kemelut Takhta dan Angkara.
Melalui latihan yang keras itu, masing-masing pasukan khusus Bhayangkara memiliki keahlian di atas rata-rata.
Selain mulai menggencarkan latihan perang, Gajah Mada juga mulai meningkatkan kewaspadaan dan memperketat penjagaan terhadap Jayanegara. Hal ini menyusul makin agresifnya Ra Kuti melakukan serangan politik.
Ra Kuti adalah satu dari sejumlah anggota Dharmaputra atau orang-orang yang dipercaya oleh raja. Selain Ra Kuti, anggota Dharmaputra lainnya adalah Ra Semi, Ra Wedeng, Ra Yuyu, Ra Banyak dan Ra Pangsa.
Dalam serat Pararaton disebutkan, pemberontakan Ra Kuti merupakan salah satu pemberontakan yang paling berbahaya bagi Majapahit. Dalam pemberontakan itu, Ra Kuti berhasil merebut Kotapraja Majapahit.
Tidak hanya itu, dia juga berhasil melengserkan Jayanegara dari takhta kekuasannya. Dalam menjalankan aksinya, Ra Kuti dibantu oleh Ra Yuyu dan Ra Tanca. Ra Kuti juga tahu kehebatan pasukan elite Bhayangkara.
Saat pecah pemberontakan, Gajah Mada dan pasukan elitenya mengambil langkah cepat penyelamatan Jayanegara dari upaya pembunuhan Ra Kuti. Jayanegara dan putri kerajaan, serta keluarganya selamat di Desa Bedender.
Namun ternyata Ra Kuti telah memperhitungkan Gajah Mada. Dia memasang mata-matanya di pasukan elite Bhayangkara, sehingga setiap gerak geriknya diketahui oleh Ra Kuti. Gajah Mada pun kecolongan.
Dari hasil penyelidikannya, diketahui ternyata mata-mata itu adalah Singa Parapen. Dengan tangan dingin, Gajah Mada lalu menghukum mati pengkhianat itu dan mulai sangat selektif dengan pasukan elitenya.
Gajah Mada juga memanggil kepala pasukan tentara Majapahit yang sedang bertugas di Bali untuk pulang. Setelah kekuatan terkumpul, mereka lalu melakukan serangan balik kepada pasukan Ra Kuti di Kotapraja Majapahit.
Pertempuran pasukan Gajah Mada dan Ra Kuti berlangsung sengit. Namun, pasukan elite Bhayangkara jauh lebih unggul. Kekuasaan Ra Kuti pun runtuh dan Jayanegara kembali mendapatkan takhtanya di Majapahit.
Demikian ulasan singkat Cerita Pagi, semoga bermanfaat.
Sumber tulisan:
1. Gesta Bayuadhy, Kisah Cinta Gajah Mada, Dipta, 2015.
2. Langit Kresna Hariadi, Gajah Mada: Bergelut dalam Kemelut Takhta dan Angkara, Tiga Serangkai, 2008.
3. Sri Wintala Achmad, Pesona & Sisi Kelam Majapahit, Araska, 2021.
Pasukan ini biasanya memiliki ciri yang sama. Bersifat tertutup, terdiri dari kurang 100 orang, memiliki senjata khusus, dan bertugas menjadi tameng hidup untuk melindungi raja atau kepala negara dari serangan musuh.
Salah satu pasukan elite dunia yang cukup dikenal adalah Bhayangkara. Pasukan elite dari Kerajaan Majapahit ini dipimpin oleh Gajah Mada dan memiliki prestasi gemilang melindungi raja dari pemberontakan.
Berikut Cerita Pagi akan mengulas pasukan elite tersebut. Kisah heroik pasukan elite Bhayangkara yang dipimpin Gajah Mada itu berawal dari pemberontakan Kuti, terhadap Raja Majapahit kedua Jayanegara, pada 1319.
Dikisahkan, bahwa Raja Jayanegara memiliki banyak kelemahan dalam berbagai sisi, sehingga tidak bisa mendeteksi sejak awal adanya pemberontakan dari dalam istana. Tetapi tidak demikian dengan Gajah Mada.
Rencana pemberontakan itu sudah diketahui oleh Gajah Mada dengan membaca sejumlah pertanda dalam politik istana saat itu. Gajah Mada telah mengetahui, bahwa Kuti atau Ra Kuti atau Rakryan Kuti akan berontak.
Sebelum terjadi pemberontakan, Gajah Mada melatih para prajurit khususnya itu setiap hari. Jumlahnya tidak lebih dari 20 orang. Mereka dilatih dengan sangat keras oleh Senopati Gajah Engon dan Gagak Bongol.
Kisah latihan pasukan elite Bhayangkara ini dilukiskan dengan sangat indah oleh karya fiksi Langit Kresna Hariadi.
"Untuk mengisi kemampuan bidik, setiap hari selalu diselenggarakan latihan mengayun pisau dan melepas bidikan anak panah," tulis Langit Kresna Hariadi, dikutip dari Gajah Mada: Bergelut dalam Kemelut Takhta dan Angkara.
Melalui latihan yang keras itu, masing-masing pasukan khusus Bhayangkara memiliki keahlian di atas rata-rata.
Selain mulai menggencarkan latihan perang, Gajah Mada juga mulai meningkatkan kewaspadaan dan memperketat penjagaan terhadap Jayanegara. Hal ini menyusul makin agresifnya Ra Kuti melakukan serangan politik.
Ra Kuti adalah satu dari sejumlah anggota Dharmaputra atau orang-orang yang dipercaya oleh raja. Selain Ra Kuti, anggota Dharmaputra lainnya adalah Ra Semi, Ra Wedeng, Ra Yuyu, Ra Banyak dan Ra Pangsa.
Dalam serat Pararaton disebutkan, pemberontakan Ra Kuti merupakan salah satu pemberontakan yang paling berbahaya bagi Majapahit. Dalam pemberontakan itu, Ra Kuti berhasil merebut Kotapraja Majapahit.
Tidak hanya itu, dia juga berhasil melengserkan Jayanegara dari takhta kekuasannya. Dalam menjalankan aksinya, Ra Kuti dibantu oleh Ra Yuyu dan Ra Tanca. Ra Kuti juga tahu kehebatan pasukan elite Bhayangkara.
Saat pecah pemberontakan, Gajah Mada dan pasukan elitenya mengambil langkah cepat penyelamatan Jayanegara dari upaya pembunuhan Ra Kuti. Jayanegara dan putri kerajaan, serta keluarganya selamat di Desa Bedender.
Namun ternyata Ra Kuti telah memperhitungkan Gajah Mada. Dia memasang mata-matanya di pasukan elite Bhayangkara, sehingga setiap gerak geriknya diketahui oleh Ra Kuti. Gajah Mada pun kecolongan.
Dari hasil penyelidikannya, diketahui ternyata mata-mata itu adalah Singa Parapen. Dengan tangan dingin, Gajah Mada lalu menghukum mati pengkhianat itu dan mulai sangat selektif dengan pasukan elitenya.
Gajah Mada juga memanggil kepala pasukan tentara Majapahit yang sedang bertugas di Bali untuk pulang. Setelah kekuatan terkumpul, mereka lalu melakukan serangan balik kepada pasukan Ra Kuti di Kotapraja Majapahit.
Pertempuran pasukan Gajah Mada dan Ra Kuti berlangsung sengit. Namun, pasukan elite Bhayangkara jauh lebih unggul. Kekuasaan Ra Kuti pun runtuh dan Jayanegara kembali mendapatkan takhtanya di Majapahit.
Demikian ulasan singkat Cerita Pagi, semoga bermanfaat.
Sumber tulisan:
1. Gesta Bayuadhy, Kisah Cinta Gajah Mada, Dipta, 2015.
2. Langit Kresna Hariadi, Gajah Mada: Bergelut dalam Kemelut Takhta dan Angkara, Tiga Serangkai, 2008.
3. Sri Wintala Achmad, Pesona & Sisi Kelam Majapahit, Araska, 2021.
(san)