Bencana Alam Intai 24 Kabupaten/Kota di Sulawesi Selatan

Kamis, 16 Juli 2020 - 09:18 WIB
loading...
Bencana Alam Intai 24...
Bencana alam atau hidrometerologi yang hampir tiap tahun terjadi masih perlu diwaspadai. Foto : Istimewa
A A A
MAKASSAR - Bencana masih mengintai Sulsel. Tidak hanya bencana non-alam berupa pandemi COVID-19 yang masih terus dikendalikan. Bencana alam atau hidrometerologi yang hampir tiap tahun terjadi masih perlu diwaspadai. Baca : Banjir Bandang Terjang Ribuan Rumah Warga di Masamba

BNPB RI sebelumnya merilis data pada periode 1 Januari-14 Juli 2020 mencatat ada 1.634 kasus bencana alam yang terjadi di Indonesia. Sulsel, salah satu provinsi terbesar di luar Jawa, dilaporkan ada 93 kali kejadian bencana dalam kurun waktu itu.

Kepala Bidang Pencegahan dan Kesiapsiagaan BPBD Sulsel, Endro Yudo Waryono menekankan, untuk saat ini wilayah Sulsel bagian Utara masih perlu diwaspadai. Sepain Luwu Utara, daerah sekitarnya dianggap memiliki tingkat kerawanan yang tinggi.

"Termasuk juga daerah seputaran Luwu Utara, Luwu Timur, Palopo, Toraja memang disana tingkat kerawanannya tinggi. Rawan bencana banjir dan tanah longsor. Karena apa, karena (daerahnya) terdiri dari bukit-bukit. Sehingga bukit-bukit itu sangat berpotensi ada banjir dan tanah longsor," sebut Endro.

Terpisah, Kepala Puslitbang Studi Kebencanaan Unhas, Prof Adi Maulana tak menampik, Sulsel masuk daerah rawan bencana di Indonesia. Hampir semua jenis bencana dikatakan terjadi dan tersebar di 24 kabupaten/kota.

"Kalau di Sulsel sebenarnya semua bencana alam, kecuali letusan gunung berapi, itu mengancam semua. Pertama tentu saja kalau bicara soal banjir," kata Adi yang dihubungi melalui sambungan telepon.

Bencana banjir dikatakan terjadi di semua daerah. Utamanya di kota-kota besar di 24 kabupaten/kota di Sulsel. Selain cuaca yang ekstrim, banjir bisa dipicu karena alih fungsi lahan yang menyebabkan daerah resapan lingkungan tidak mendukung.

"Hampir semua kota-kota besar di Sulsel masuk dalam zona merah itu. Karena itu tadi, alih fungsi lahan di bagian hulu, kemudian drainase kurang baik, dalam artian seperti saluran sungai yang tidak dipelihara dengan baik. Perpaduan antara itu," urai dia.

Selain itu bencana longsor. Peristiwa ini diakui rentan terjadi di hampir semua jalan provinsi. Misalnya sebut Adi, jalan poros Malino-Sinjai, poros Barru-Soppeng, poros Toraja-Palopo, poros Enrekang-Toraja, dan poros dari arah Mamasa-Toraja.

"Semua itu adapah daerah-daerah dimana menunggu waktu sebenarnya. Makanya harus dipetakan, diidentifikasi titik mana yamg rawan. Tinggal ditindaklanjuti baik pemerintah maupun pemerintah daerah melakukan mitigasi sejak awal," pinta dia.

Bencana gempa bumi pun dikatakan berpotensi terjadi. Apalagi Sulsel memiliki tiga patahan atau sesar aktif yang menyebabkan terjadinya gempa. Salah satu diantaranya sesar Matano yang melintasi daerah Luwu Timur sampai Luwu Utara. Selanjutnya ada patahan sesar Saddang yang melintasi daerah Toraja, Mamasa sampai Enrekang. Baca Juga : Alih Fungsi Lahan yang Tidak Terkontrol Pemicu Banjir Bandang

"Kemudian patahan Walanae. Nah ini yamg sebenarnya lagi aktif-aktifnya sekarang. Sesar Walanae itu memanjang dari arah Pinrang, masuk daerah Soppeng, masuk Wajo, kemudian Bone sampai dengan Sinjai sampai berakhir di ujung Bulukumba. Daerah-daerah ini harus diwaspadai untuk gempa bumi," tandas Adi.

Penanganan antisipasi bencana harus secara harus komprehensif dilakukan. Dengan pengetahuan awal lokasi titik rawan bencana, seharusnya bisa jadi acuan dalam mengevaluasi kembali rencana tata ruang, agar ada antisipasi dini untuk menimalisir dampak bencana.

"Sebenarnya seluruh stakeholder dalam hal ini pemerintah deerah itu harus cara komprehensif kalau mau menanggulanginya. Kalau misalnya hanya separuh-separuh, dia hanya sekadar menunda. Tapi nanti akan terjadi," tandas Guru Besar Teknik Geologi Unhas ini.

Apalagi tren saat ini yang terjadi pemanasan global atau global warming. Kondisi ini menyebabkan terjadinya anomali cuaca. Prakiraan musim dianggap semakin sulit dilakukan. Bencana hidrometeorologi akan semakin sering terjadi. Baca Lagi : Begini Analisa Awal Penyebab Banjir Bandang di Masamba

"Musim sekarang sudah tidak seperti dulu lagi. Misalnya bisa diprediksi bahwa kita di Sulsel dibagi menjadi 3 zona, ada zona utara, Tengah, dan Selatan yang masing-masing punya siklus musim yang berbeda. Sekarang susah, bisa tiba-tiba bagian Utara musim hujan, kemudian bagian tengah musim kering. Jadi musim sekarang sudah tidak mengijuti pakem yang seperti dulu karena ada pemanasan global," jelas Adi.
(sri)
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2025 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.3104 seconds (0.1#10.24)