Legiun Mangkunegaran, Unit Pasukan Khusus yang Mampu Tandingi Militer Eropa
loading...
A
A
A
Komando Pasukan Khusus (Kopassus), Komando Pasukan Gerak Cepat (Kopasgat), dan Korps Marinir yang memiliki sederet pasukan elite, namanya begitu garang dikancah dunia militer. Bahkan, negara-negara lain mengakui kehebatan pasukan tempur milik TNI tersebut.
Tapi siapa sangka, jauh sebelum republik ini lahir, dan pasukan-pasukan elite TNI tersebut ada, di Nusantara ternyata sudah ada pasukan militer modern yang kemampuannya setara dengan militer modern Eropa. Ya, pasukan itu bernama Legiun Mangkunegaran.
Dalam bukunya yang berjudul "Legiun Mangkunegaran (1808-1942)" jurnalis senior Iwan Santosa menyebutkan, pembentukan Legiun Mangkunegaran dilakukan atas perintah Kaisar Perancis, Napoleon Bonaparte. Yakni saat Perancis menguasai Hindia Belanda.
Legiun Mangkunegaran merupakan pasukan Praja Mangkunegaran di Surakarta, yang pembentukannya mirip dengan tentara Perancis, Grand Armee. Pada masanya, Grand Armee merupakan pasukan bersenjata paling digdaya di dunia.
Dalam perkembangannya, sejak dibentuk pada 1808, Legiun Mangkunegaran juga mampu menjelma menjadi kekuatan pasukan militer paling modern di Asia. Iwan Santosa dalam tulisannya menyebutkan, Legiun Mangkunegaran merupakan pembaruan radikal di bidang militer.
Pembaruan radikal militer di Tanah Jawa tersebut, disebutkan dalam buku "Legiun Mangkunegaran (1808-1942) sudah terjadi jauh sebelum adanya restorasi Meiji di Jepang, dan tumbangnya Dinasti Qing di China.
Dilansir dari puromangkunegaran.com, Legiun Mangkunegaran terbagi dalam tiga kecabangan yang hingga kini masih digunakan oleh pasukan militer di berbagai negara di dunia. Yakni infanteri, kavaleri, dan artileri.
Salah satu bukti kejayaan Legiun Mangkunegaran, hingga kini masih bisa disaksikan dari bangunan markas kavaleri-artileri yang berada di sebelah timur Puro Mangkunegaran.
Dalam puromangkunegaran.com disebutkan, pembentukan Legiun Mangkunegaran tidak dapat dilepaskan dari tradisi kemiliteran yang diletakkan oleh Pangeran Sambernayawa atau KGPAA Mangkunegara I.
Jauh sebelum Legiun Mangkunegaran terbentuk, ternyata sudah ada cikal bakal pasukan tempur mematikan. Yakni, pasukan gerilya yang berjuang selama belasan tahun bersama Pangeran Sambernyawa.
Pasukan gerilya tersebut, akhirnya dibentuk menjadi Praja Mangkunegaran, saat Pangeran Sambernyowo berkuasa pada tahun 1757. Pada saat pembentukan Praja Mangkunegaran, sebanyak 12 kesatuan yang berpengalaman bergerilya tetap dipertahankan. Kekuatan pasukan ditambah dengan 22 unit infanteri, kavaleri dan artileri yang masing-masing terdiri dari 44 orang.
Wafatnya Mangkunegara I, ternyata tidak menyurutkan keberadaan Praja Mangkunegaran. Bahkan, satuan militer tersebut justru semakin dikembangkan di masa Mangkunegara II. Yakni dengan pembentukan Legiun Mangkunegaran, pada tahun 1808.
Mangkunegara II memiliki visi yang sangat kuat dalam pembentukan pasukan elite tempur tersebut. Selain mengadopsi Grande Armee, pembentukan Legiun Mangkunegaran juga mengadopsi Legionnaire atau Legiun, sebuah organisasi militer Perancis, yang berarti pasukan bala tentara.
Sebagai pasukan elite tempur modern, Legiun Mangkunegaran disebut dalam puromangkunegaran.com, juga mengadopsi militer Perancis secara fisik, persenjataan, taktik, dan organisasi.
Meski tidak menyukai Belanda, Mangkunegara II tetap menggunakan perwira-perwira militer Belanda, Perancis, dan Inggris untuk melatih Legiun Mangkunegaran secara profesional. Hal ini dilakukan, demi pembangunan militer yang kuat.
Selama pembentukannya, Legiun Mangkunegaran mendapatkan beragam pelatihan kemiliteran di Soldat Sekul. Anggota pasukan elite tempur tersebut, dilatih mahir menggunakan berbagai senjata, yakni keris, pedang, tombak, sumpit, panah, senjata api, hingga meriam sebagai senjata artileri.
Tak hanya itu, prajurit yang tergabung dalam Legiun Mangkunegaran juga mendapatkan pelatihan untuk pergerekan pasukan dengan mobilitas tinggi menggunakan kuda, baik untuk pasukan infanteri, kavaleri, maupun artileri. Mereka juga dilantih menghadapi pertempuran dalam jangka panjang, serta menghadapi perang gerilya.
Pada masa awal pembentukannya, Legiun Mangkunegaran berkekuatan sebanyak 1.150. Jumlah tersebut terbagi dalam 800 prajurit infanteri (Fusilier), 100 prajurit penyerbu (Jagers), 200 prajurit kavaleri (berkuda), dan 50 prajurit rijdende artileri (meriam).
Selama bertugas, prajurit Legiun Mangkunegaran dipersenjatai berbagai jenis senjata modern dan senjata khas prajurit Jawa. Yakni terdiri dari keris, pedang, tombak, panah, pistol, senapan, serta meriam.
Dalam struktur organisasinya, Legiun Mangkunegara memiliki dua perwira senior berpangkat mayor, empat letnan ajudan, sembilan kapitein, delapan letnan tua, delapan letnan muda, 32 sersan, 62 kopral, flankier 900 orang, dragonder (dragoon) 200 orang, dan steffel 50 orang.
Sebagai pasukan elite tempur, para prajurit Legiun Mangkunegaran juga mengenakan seragam khusus. Bagi para bintara, dan prajurit mengenakan seragam topi syako dan jas hitam pendek. Sedangkan untuk perwira, mengenakan topi syako, jas hitam, dan celana putih.
Hebatnya lagi, Legiun Mangkunegaran ternyata tidak hanya beranggotan kaum pria saja. Pasukan tempur ini, juga memiliki pasukan bersenjata yang terlatih dari kaum perempuan. Keahlian pasukan perempuan ini, tak sekedar bertempur dan menggunakan senjata, mereka juga mampu bernyanyi dan memainkan alat musik. Keberadaan pasukan perempuan ini, juga digunakan untuk menyambut para tamu kehormatan.
Dalam bukunya, Iwan Santosa menyebutkan, Legiun Mangkunegaran terlibat dalam banyak pertempuran hebat yang turut menentukan perjalanan sejarah negeri ini. Saat pecah Perang Diponegoro, tahun 1825-1830, Legiun Mangkunegaran bertugas menjaga Yogyakarta dan Surakarta dari serangan pasukan Pangeran Diponegoro. Pasukan ini juga yang akhirnya menghancurkan benteng terakhir Pangeran Diponegoro.
Saat pecah pertempuran di Jatingaleh, Semarang, pada tahun 1811, Legiun Mangkunegaran juga menjadi bagian dari pasukan yang dipimpin Gubernur Jenderal Janssens. Legiun Mangkunegaran, juga terlibat pada perang Aceh tahun 1873, menumpas bajak laut di Bangka, pada tahun 1919-1920.
Bahkan, saat pecah perang dunia kedua, Legiun Mangkunegaran masih terlibat dalam pertempuran sengit untuk mempertahankan Jawa dari serangan Jepang, pada tahun 1942. Dalam catatan puromangkunegaran.com, disebutkan Legiun Mangkunegaran mampu bertahan sampai masa kekuasaan Mangkunegara VII.
Pasukan elite yang mampu bertahan lebih dari satu abad, dan memiliki pengalaman tempur yang luar biasa tersebut, mampu memadukan budaya Jawa dan Eropa. Tak hanya dari seragam militernya yang menggabungkan gaya militer Perancis dan Jawa. Pasukan ini juga memadukan senjata modern dan tradisional, serta memiliki strategi perang ala Eropa yang dipadukan dengan strategi perang Pangeran Sambernyawa.
Hingga kini, tradisi pasukan Legiun Mataram yang pernah disegani oleh militer di dunia tersebut, masih banyak diadopsi pasukan-pasukan tempur di TNI. Semangat nasionalisme, kepatuhan kepada pemimpin, serta mengutamakan tugas dan kesetiaan sesama anggota, menjadi nilai-nilai yang masih terus dikembangkan dalam tubuh pasukan tempur di zaman modern ini.
Baca Juga
Tapi siapa sangka, jauh sebelum republik ini lahir, dan pasukan-pasukan elite TNI tersebut ada, di Nusantara ternyata sudah ada pasukan militer modern yang kemampuannya setara dengan militer modern Eropa. Ya, pasukan itu bernama Legiun Mangkunegaran.
Dalam bukunya yang berjudul "Legiun Mangkunegaran (1808-1942)" jurnalis senior Iwan Santosa menyebutkan, pembentukan Legiun Mangkunegaran dilakukan atas perintah Kaisar Perancis, Napoleon Bonaparte. Yakni saat Perancis menguasai Hindia Belanda.
Legiun Mangkunegaran merupakan pasukan Praja Mangkunegaran di Surakarta, yang pembentukannya mirip dengan tentara Perancis, Grand Armee. Pada masanya, Grand Armee merupakan pasukan bersenjata paling digdaya di dunia.
Dalam perkembangannya, sejak dibentuk pada 1808, Legiun Mangkunegaran juga mampu menjelma menjadi kekuatan pasukan militer paling modern di Asia. Iwan Santosa dalam tulisannya menyebutkan, Legiun Mangkunegaran merupakan pembaruan radikal di bidang militer.
Pembaruan radikal militer di Tanah Jawa tersebut, disebutkan dalam buku "Legiun Mangkunegaran (1808-1942) sudah terjadi jauh sebelum adanya restorasi Meiji di Jepang, dan tumbangnya Dinasti Qing di China.
Dilansir dari puromangkunegaran.com, Legiun Mangkunegaran terbagi dalam tiga kecabangan yang hingga kini masih digunakan oleh pasukan militer di berbagai negara di dunia. Yakni infanteri, kavaleri, dan artileri.
Salah satu bukti kejayaan Legiun Mangkunegaran, hingga kini masih bisa disaksikan dari bangunan markas kavaleri-artileri yang berada di sebelah timur Puro Mangkunegaran.
Baca Juga
Dalam puromangkunegaran.com disebutkan, pembentukan Legiun Mangkunegaran tidak dapat dilepaskan dari tradisi kemiliteran yang diletakkan oleh Pangeran Sambernayawa atau KGPAA Mangkunegara I.
Jauh sebelum Legiun Mangkunegaran terbentuk, ternyata sudah ada cikal bakal pasukan tempur mematikan. Yakni, pasukan gerilya yang berjuang selama belasan tahun bersama Pangeran Sambernyawa.
Pasukan gerilya tersebut, akhirnya dibentuk menjadi Praja Mangkunegaran, saat Pangeran Sambernyowo berkuasa pada tahun 1757. Pada saat pembentukan Praja Mangkunegaran, sebanyak 12 kesatuan yang berpengalaman bergerilya tetap dipertahankan. Kekuatan pasukan ditambah dengan 22 unit infanteri, kavaleri dan artileri yang masing-masing terdiri dari 44 orang.
Wafatnya Mangkunegara I, ternyata tidak menyurutkan keberadaan Praja Mangkunegaran. Bahkan, satuan militer tersebut justru semakin dikembangkan di masa Mangkunegara II. Yakni dengan pembentukan Legiun Mangkunegaran, pada tahun 1808.
Mangkunegara II memiliki visi yang sangat kuat dalam pembentukan pasukan elite tempur tersebut. Selain mengadopsi Grande Armee, pembentukan Legiun Mangkunegaran juga mengadopsi Legionnaire atau Legiun, sebuah organisasi militer Perancis, yang berarti pasukan bala tentara.
Baca Juga
Sebagai pasukan elite tempur modern, Legiun Mangkunegaran disebut dalam puromangkunegaran.com, juga mengadopsi militer Perancis secara fisik, persenjataan, taktik, dan organisasi.
Meski tidak menyukai Belanda, Mangkunegara II tetap menggunakan perwira-perwira militer Belanda, Perancis, dan Inggris untuk melatih Legiun Mangkunegaran secara profesional. Hal ini dilakukan, demi pembangunan militer yang kuat.
Selama pembentukannya, Legiun Mangkunegaran mendapatkan beragam pelatihan kemiliteran di Soldat Sekul. Anggota pasukan elite tempur tersebut, dilatih mahir menggunakan berbagai senjata, yakni keris, pedang, tombak, sumpit, panah, senjata api, hingga meriam sebagai senjata artileri.
Tak hanya itu, prajurit yang tergabung dalam Legiun Mangkunegaran juga mendapatkan pelatihan untuk pergerekan pasukan dengan mobilitas tinggi menggunakan kuda, baik untuk pasukan infanteri, kavaleri, maupun artileri. Mereka juga dilantih menghadapi pertempuran dalam jangka panjang, serta menghadapi perang gerilya.
Pada masa awal pembentukannya, Legiun Mangkunegaran berkekuatan sebanyak 1.150. Jumlah tersebut terbagi dalam 800 prajurit infanteri (Fusilier), 100 prajurit penyerbu (Jagers), 200 prajurit kavaleri (berkuda), dan 50 prajurit rijdende artileri (meriam).
Selama bertugas, prajurit Legiun Mangkunegaran dipersenjatai berbagai jenis senjata modern dan senjata khas prajurit Jawa. Yakni terdiri dari keris, pedang, tombak, panah, pistol, senapan, serta meriam.
Dalam struktur organisasinya, Legiun Mangkunegara memiliki dua perwira senior berpangkat mayor, empat letnan ajudan, sembilan kapitein, delapan letnan tua, delapan letnan muda, 32 sersan, 62 kopral, flankier 900 orang, dragonder (dragoon) 200 orang, dan steffel 50 orang.
Sebagai pasukan elite tempur, para prajurit Legiun Mangkunegaran juga mengenakan seragam khusus. Bagi para bintara, dan prajurit mengenakan seragam topi syako dan jas hitam pendek. Sedangkan untuk perwira, mengenakan topi syako, jas hitam, dan celana putih.
Hebatnya lagi, Legiun Mangkunegaran ternyata tidak hanya beranggotan kaum pria saja. Pasukan tempur ini, juga memiliki pasukan bersenjata yang terlatih dari kaum perempuan. Keahlian pasukan perempuan ini, tak sekedar bertempur dan menggunakan senjata, mereka juga mampu bernyanyi dan memainkan alat musik. Keberadaan pasukan perempuan ini, juga digunakan untuk menyambut para tamu kehormatan.
Dalam bukunya, Iwan Santosa menyebutkan, Legiun Mangkunegaran terlibat dalam banyak pertempuran hebat yang turut menentukan perjalanan sejarah negeri ini. Saat pecah Perang Diponegoro, tahun 1825-1830, Legiun Mangkunegaran bertugas menjaga Yogyakarta dan Surakarta dari serangan pasukan Pangeran Diponegoro. Pasukan ini juga yang akhirnya menghancurkan benteng terakhir Pangeran Diponegoro.
Saat pecah pertempuran di Jatingaleh, Semarang, pada tahun 1811, Legiun Mangkunegaran juga menjadi bagian dari pasukan yang dipimpin Gubernur Jenderal Janssens. Legiun Mangkunegaran, juga terlibat pada perang Aceh tahun 1873, menumpas bajak laut di Bangka, pada tahun 1919-1920.
Bahkan, saat pecah perang dunia kedua, Legiun Mangkunegaran masih terlibat dalam pertempuran sengit untuk mempertahankan Jawa dari serangan Jepang, pada tahun 1942. Dalam catatan puromangkunegaran.com, disebutkan Legiun Mangkunegaran mampu bertahan sampai masa kekuasaan Mangkunegara VII.
Pasukan elite yang mampu bertahan lebih dari satu abad, dan memiliki pengalaman tempur yang luar biasa tersebut, mampu memadukan budaya Jawa dan Eropa. Tak hanya dari seragam militernya yang menggabungkan gaya militer Perancis dan Jawa. Pasukan ini juga memadukan senjata modern dan tradisional, serta memiliki strategi perang ala Eropa yang dipadukan dengan strategi perang Pangeran Sambernyawa.
Hingga kini, tradisi pasukan Legiun Mataram yang pernah disegani oleh militer di dunia tersebut, masih banyak diadopsi pasukan-pasukan tempur di TNI. Semangat nasionalisme, kepatuhan kepada pemimpin, serta mengutamakan tugas dan kesetiaan sesama anggota, menjadi nilai-nilai yang masih terus dikembangkan dalam tubuh pasukan tempur di zaman modern ini.
(eyt)