Kedahsyatan Pusaka Canang Ki Bicak dan Keris Kiai Culik Mandaraka yang Bikin Musuh Mataram Kocar-kacir
loading...
A
A
A
Panembahan Senopati mendirikan Kerajaan Mataram, setelah berhasil memerdekakan diri dari Kerajaan Pajang. Banyak cerita mistis yang menyelimuti Panembahan Sinopati saat mendirikan Kerajaan Mataram, termasuk keberadaan pusaka sakti Canang Ki Bicak, dan Keris Kiai Culik Mandaraka.
Kedua pusaka itu, disebut-sebut memiliki kesaktian yang dahsyat hingga membuat musuh-musum Kerajaan Mataram nyalinya menciut dan kocar-kacir melarikan diri saat harus berhadapan dengan pasukan yang dipimpin Panembahan Senopati.
Canang, yakni sebuah wadah untuk menaruh sesajen atau bunga. Biasa digunakan dalam ritual tertentu, sebagai perantara untuk memanjatkan doa atau mantra kepada sang pencipta alam semesta.
Dikisahkan kedua benda pusaka tersebut, mampu membuat kocar-kacir pasukan Pajang, dan Pati, yang hendak menyerbu Mataram, di waktu yang berbeda. Benda-benda pusaka itu, dipercaya bisa mendatangkan gejolak alam yang membuat lawan-lawan Mataram keder.
H. J. De Graaf dalam bukunya yang berjudul "Awal Kebangkitan Mataram: Masa Pemerintahan Senapati" menyebutkan, Adipati Pati meminta hak pengurusan atas semua tanah pedesaan di sebelah utara. Dia meminta 100 mata tombak dengan batangnya kepada Raja Mataram.
Panembahan Senapati memberikan seluruh mata tombaknya, kecuali batang tombaknya. Sebab dikatakan Panembahan Senopati, pemberian batang tombak berarti perang. Kebijakan Panembahan Senopati itu, membuat Adipati Pati geram, lalu mempersiapkan pasukan melintasi perbatasan dan menaklukkan semua penduduk desa di sebelah utara Pegunungan Kendeng.
Semua wilayah di sebelah utara Pegunungan Kendeng menyerah, kecuali Demak, yang mempersenjatai diri di dalam lingkungan bentengnya. Selanjutnya, Pati menghimpun pasukan dan menuju Mataram, untuk melakukan penyerangan.
Perlu beberapa waktu bagi Adipati Pragola, untuk menghimpun banyak prajurit yang disiapkan menyerang Mataram. Ia pun mengirimkan informasi ke Panembahan Senopati, sebagai peringatan akan adanya penyerbuan ke wilayah yang dipimpin saudara sepupunya itu.
Pangeran mahkota Mataram bergerak menuju Prambanan, tentara Pati menuju Kemalon, setelah beristirahat melanjutkan perjalanan. Sang Raja Mataram, Panembahan Senopati turun langsung ke gelanggang perang, ia naik kuda dan sempat beristirahat di Prambanan.
Melewati tengah malam Panembahan Senopati melanjutkan perjalanannya lagi. Di luar benteng pertahanan pasukan Pati di Dengkeng, pasukan Mataram berteriak-teriak, dan benda sakti Canang Ki Bicak dipukul bertalu-talu. Sementara keris Kiai Culik Mandaraka berhasil mematahkan tiga batang pohon kelapa yang menjadi pagar benteng.
Panembahan Senopati berhasil memasuki benteng pertahanan yang dibangun Adipati Pragola, dengan mengendarai kudanya. Tak berselang lama, tiba-tiba banjir besar menerjang benteng pertahanan. Banjir bandang berisi air dan lumpur meluap dari letusan Gunung Merapi.
Pasukan Pati berlarian menyelamatkan diri melihat fenomena alam yang terjadi. Adipati Pragola turut lari dan kembali ke Pati. Di Pati ia memanggil para bupati di sekitarnya, guna menyusun bala tentara tambahan. Sebab banyak tentara Pati yang tenggelam saat sungai meluap.
Kedua pusaka itu, disebut-sebut memiliki kesaktian yang dahsyat hingga membuat musuh-musum Kerajaan Mataram nyalinya menciut dan kocar-kacir melarikan diri saat harus berhadapan dengan pasukan yang dipimpin Panembahan Senopati.
Canang, yakni sebuah wadah untuk menaruh sesajen atau bunga. Biasa digunakan dalam ritual tertentu, sebagai perantara untuk memanjatkan doa atau mantra kepada sang pencipta alam semesta.
Baca Juga
Dikisahkan kedua benda pusaka tersebut, mampu membuat kocar-kacir pasukan Pajang, dan Pati, yang hendak menyerbu Mataram, di waktu yang berbeda. Benda-benda pusaka itu, dipercaya bisa mendatangkan gejolak alam yang membuat lawan-lawan Mataram keder.
H. J. De Graaf dalam bukunya yang berjudul "Awal Kebangkitan Mataram: Masa Pemerintahan Senapati" menyebutkan, Adipati Pati meminta hak pengurusan atas semua tanah pedesaan di sebelah utara. Dia meminta 100 mata tombak dengan batangnya kepada Raja Mataram.
Panembahan Senapati memberikan seluruh mata tombaknya, kecuali batang tombaknya. Sebab dikatakan Panembahan Senopati, pemberian batang tombak berarti perang. Kebijakan Panembahan Senopati itu, membuat Adipati Pati geram, lalu mempersiapkan pasukan melintasi perbatasan dan menaklukkan semua penduduk desa di sebelah utara Pegunungan Kendeng.
Baca Juga
Semua wilayah di sebelah utara Pegunungan Kendeng menyerah, kecuali Demak, yang mempersenjatai diri di dalam lingkungan bentengnya. Selanjutnya, Pati menghimpun pasukan dan menuju Mataram, untuk melakukan penyerangan.
Perlu beberapa waktu bagi Adipati Pragola, untuk menghimpun banyak prajurit yang disiapkan menyerang Mataram. Ia pun mengirimkan informasi ke Panembahan Senopati, sebagai peringatan akan adanya penyerbuan ke wilayah yang dipimpin saudara sepupunya itu.
Pangeran mahkota Mataram bergerak menuju Prambanan, tentara Pati menuju Kemalon, setelah beristirahat melanjutkan perjalanan. Sang Raja Mataram, Panembahan Senopati turun langsung ke gelanggang perang, ia naik kuda dan sempat beristirahat di Prambanan.
Baca Juga
Melewati tengah malam Panembahan Senopati melanjutkan perjalanannya lagi. Di luar benteng pertahanan pasukan Pati di Dengkeng, pasukan Mataram berteriak-teriak, dan benda sakti Canang Ki Bicak dipukul bertalu-talu. Sementara keris Kiai Culik Mandaraka berhasil mematahkan tiga batang pohon kelapa yang menjadi pagar benteng.
Panembahan Senopati berhasil memasuki benteng pertahanan yang dibangun Adipati Pragola, dengan mengendarai kudanya. Tak berselang lama, tiba-tiba banjir besar menerjang benteng pertahanan. Banjir bandang berisi air dan lumpur meluap dari letusan Gunung Merapi.
Pasukan Pati berlarian menyelamatkan diri melihat fenomena alam yang terjadi. Adipati Pragola turut lari dan kembali ke Pati. Di Pati ia memanggil para bupati di sekitarnya, guna menyusun bala tentara tambahan. Sebab banyak tentara Pati yang tenggelam saat sungai meluap.
(eyt)