Kisah Pembantaian Anak Bangsawan yang Membuat Kerajaan Mataram Luluh Lantak oleh Serangan Dahsyat Trunajaya

Senin, 16 Januari 2023 - 07:15 WIB
Bahkan sebagian tokoh yang dibantai oleh Amangkurat I adalah tokoh-tokoh di Jawa Timur yang dihormati, termasuk salah satunya ayah Trunajaya bernama Raden Demang Melayakusuma. Mertua Sultan Amangkurat I Pangeran Pekik, yang merupakan anak Adipati Surabaya, juga tak lepas dieksekusi oleh Raja Mataram keempat tersebut.

Pembantaian anak turun kebangsawanan Jawa Timur ini memicu persoalan serius permusuhan antara Amangkurat I dengan para kawula Jawa Timur. Hasilnya bisa terbukti, pasca Amangkurat I mangkat alias wafat, anaknya Amangkurat II juga harus menanggung konflik yang disebabkan ayahnya.

Raden Trunajaya adalah keturunan penguasa Madura, yang dipaksa tinggal di Keraton Mataram setelah kekalahan dan pencaplokan oleh Mataram, pada tahun 1624. Setelah ayahnya Trunajaya dieksekusi oleh Amangkurat I pada 1656, ia meninggalkan Keraton Mataram dan pindah ke Kajoran. Ia lalu menikahi putri dari Raden Kajoran, kepala dari keluarga yang berkuasa di sana.



Keluarga Kajoran sendiri adalah keluarga ulama kuno yang kemudian terikat pernikahan dengan keluarga kerajaan. Sebagai tokoh agama, Raden Kajoran khawatir dengan kebrutalan dan kebringasan pemerintahan Amangkurat I, termasuk eksekusi mati para bangsawan di keraton. Hal ini memicu niatan para bangsawan di Jawa Timur memberontak ke Kerajaan Mataram.

Apalagi pasukan Trunajaya juga diperkuat oleh pasukan Makassar pasca jatuhnya Makassar ke VOC. Para migran dari Makassar ini pun akhirnya bergabung ke pasukan Trunajaya ketika melakukan pemberontakan ke Mataram.

Tercatat ada sekitar 9.000 orang terdiri dari pada pejuang Makassar, bangsawan Jawa, dan Madura, turut serta melakukan pemberontakan ke Mataram. Hal ini konon membuat jumlahnya meningkat tajam. Bahkan para penguasa Giri, yang merupakan pengikut Sunan Giri juga turut berperang bergabung pada tahun 1676, melakukan pemberontakan ke Mataram.

Ayah mertua Trunajaya, Raden Kajoran berpengaruh cukup besar pada terkumpulnya pasukan begitu besar ini. Bahkan ia dan pasukannya juga turut bergabung setelah kemenangan Trunajaya Gegodog, pada September 1676. Pemberontakan ini kian kuat setelah Pangeran Sampang, yang kelak mendapat gelar Cakraningrat II, juga turut bergabung setelah jatuhnya Ibu Kota Mataram pada 1677.
(eyt)
Halaman :
tulis komentar anda
Video Rekomendasi
Berita Terkait
Rekomendasi
Terpopuler
Berita Terkini More