Tanggapi Bupati Numfor Ganti Nama Rumah Sakit Lukas Enembe, Warga Jayapura: Ganti Juga Nama Stadion
Selasa, 06 Desember 2022 - 07:19 WIB
JAYAPURA - Bupati Biak Numfor Herry Ario Naap (HAN) memerintahkan jajarannya, Asisten I dan II untuk mengganti nama RSUD Pratama Lukas Enembe di Biak Numfor. Pasalnya, Lukas Enembe selama menjabat Gubernur Papua dianggap kurang memperhatikan pembangunan di Kabupaten Biak.
Diketahui, RSUD tipe D dengan nama Lukas Enembe yang dibangun di Distrik Numfor tersebut diresmikan oleh Gubernur Papua Lukas Enembe pada 18 Mei 2017 ketika Bupati Biak masih dijabat Thomas Ondy. Dalam kesempatan itu, Gubernur Papua berjanji akan membantu penambahan fasilitas rumah sakit.
“Pastinya ke depan kami akan bantu untuk melengkapi semua fasilitas yang dibutuhkan di rumah sakit ini,” terang Gubernur Lukas saat itu.
Menanggapi hal itu, Ketua Forum Bela Negara Provinsi Papua Sarlens LS Ayatanoi mengatakan, pernyataan Bupati Biak Numfor, HAN merupakan ekspresi kekecewaan seorang pejabat daerah yang sudah tak dapat ditahan lagi.
Sarlens menduga, ada banyak pejabat daerah dan tokoh masyarakat yang kecewa lantaran merasa tidak ada keadilan dalam pendistribusian dana pembangunan ke wilayah mereka selama masa kepemimpinan Gubernur Lukas Enembe.
“Seorang bupati sudah dengan tegas mengatakan demikian, maka hal itu merupakan aspirasi atau apa yang dirasakan oleh masyarakat Biak Numfor. Jadi, sungguh sangat disayangkan selama 10 tahun (masyarakat Biak Numfor) tidak merasakan dengan baik pendistribusian dana Otsus,’’ ujar pria kelahiran Serui ini.
Dirinya setuju jika nama Lukas Enembe yang dilekatkan menjadi nama RSUD di Distrik Numfor itu diganti dengan nama tokoh lain yang dinilai berjasa terhadap kemajuan di Kabupaten Biak Numfor.
‘’Kalau pun nama (RSUD Lukas Enembe) itu diganti, itu sudah harus. Sehingga pemberian nama untuk rumah sakit Lukas Enembe di Biak Numfor itu sebenarnya tidak pantas, harus diganti dengan nama tokoh-tokoh, atau pendiri Kabupaten Biak Numfor atau nama pahlawan di situ,’’ tegas Sarlens.
Sarlens yang juga menjabat sebagai Sekretaris Umum Badan Musyawarah 7 Wilayah Adat Kepala-kepala Suku Raja di Papua ini mengatakan, pemberian nama tokoh tertentu untuk sebuah tempat, bangunan atau monumen, harus memiliki relevansi histori antara tokoh yang bersangkutan dengan daerah yang menjadi locus pembangunan monumen atau gedung tersebut. Menurutnya tidak ada relevansi historis antara Kabupaten Biak Numfor dengan Lukas Enembe.
Diketahui, RSUD tipe D dengan nama Lukas Enembe yang dibangun di Distrik Numfor tersebut diresmikan oleh Gubernur Papua Lukas Enembe pada 18 Mei 2017 ketika Bupati Biak masih dijabat Thomas Ondy. Dalam kesempatan itu, Gubernur Papua berjanji akan membantu penambahan fasilitas rumah sakit.
“Pastinya ke depan kami akan bantu untuk melengkapi semua fasilitas yang dibutuhkan di rumah sakit ini,” terang Gubernur Lukas saat itu.
Menanggapi hal itu, Ketua Forum Bela Negara Provinsi Papua Sarlens LS Ayatanoi mengatakan, pernyataan Bupati Biak Numfor, HAN merupakan ekspresi kekecewaan seorang pejabat daerah yang sudah tak dapat ditahan lagi.
Sarlens menduga, ada banyak pejabat daerah dan tokoh masyarakat yang kecewa lantaran merasa tidak ada keadilan dalam pendistribusian dana pembangunan ke wilayah mereka selama masa kepemimpinan Gubernur Lukas Enembe.
“Seorang bupati sudah dengan tegas mengatakan demikian, maka hal itu merupakan aspirasi atau apa yang dirasakan oleh masyarakat Biak Numfor. Jadi, sungguh sangat disayangkan selama 10 tahun (masyarakat Biak Numfor) tidak merasakan dengan baik pendistribusian dana Otsus,’’ ujar pria kelahiran Serui ini.
Dirinya setuju jika nama Lukas Enembe yang dilekatkan menjadi nama RSUD di Distrik Numfor itu diganti dengan nama tokoh lain yang dinilai berjasa terhadap kemajuan di Kabupaten Biak Numfor.
‘’Kalau pun nama (RSUD Lukas Enembe) itu diganti, itu sudah harus. Sehingga pemberian nama untuk rumah sakit Lukas Enembe di Biak Numfor itu sebenarnya tidak pantas, harus diganti dengan nama tokoh-tokoh, atau pendiri Kabupaten Biak Numfor atau nama pahlawan di situ,’’ tegas Sarlens.
Sarlens yang juga menjabat sebagai Sekretaris Umum Badan Musyawarah 7 Wilayah Adat Kepala-kepala Suku Raja di Papua ini mengatakan, pemberian nama tokoh tertentu untuk sebuah tempat, bangunan atau monumen, harus memiliki relevansi histori antara tokoh yang bersangkutan dengan daerah yang menjadi locus pembangunan monumen atau gedung tersebut. Menurutnya tidak ada relevansi historis antara Kabupaten Biak Numfor dengan Lukas Enembe.
tulis komentar anda