Kisah Syekh Mutamakkin, Ajaran Tasawufnya Meresahkan Ulama Istana Mataram
Jum'at, 05 Agustus 2022 - 05:07 WIB
Syiar Syekh Ahmad al-Mutamakkin atau Syekh Mutamakkin atau Ki Cebolek kepada masyarakat Tuban , Jawa Timur mengusik sejumlah ulama setempat. Ajaran wahdatul wujud atau manunggaling kawula gusti yang dibeberkan, telah meresahkan.
Syekh Mutamakkin mengajarkan ilmu hakekat kepada masyarakat awam yang baru belajar Islam. Dia mengajarkan tasawuf Islam dengan mendedah Serat Dewaruci. Bagi pandangan ulama Tuban, apa yang dilakukan Syekh Mutamakkin dianggap menyimpang.
Katib Anom Kudus, seorang ulama kraton Mataram Islam menegaskan, sepak terjang Mutamakkin harus dihentikan. Katib Anom Kudus didukung Katib Witana asal Surabaya dan Katib Busu dari Gresik. Mereka membawa tudingan kesesatan itu ke dalam kerajaan.
Dalam serat Cebolek karya Raden Ngabehi Yosodipuro I (1729-1803), tudingan kesesatan Syekh Mutamakkin disampaikan kepada raja Mataram Islam, Susuhunan Amangkurat IV (1719-1726). Termasuk tentang dua ekor anjing piaraan Syekh Mutamakkin yang bernama Abdul Qohhar dan Qomaruddin, juga dilaporkan.
Pemakaian nama Abdul Qohhar dan Qomaruddin dinilai penistaan, karena serupa dengan nama penghulu dan katib di Tuban. Isi Serat Cebolek menempatkan Syekh Mutamakkin sebagai pihak yang terpojok tanpa bisa membela diri.
“Serat Cebolek mewakili cerita dari pihak penguasa,” tulis M Solahudin dalam Napak Tilas Masyayikh Biografi 25 Pendiri Pesantren Tua di Jawa-Madura.
Syekh Mutamakkin diperkirakan lahir tahun 1645 di Desa Cebolek, Kabupaten Tuban, Jawa Timur. Saat ini Desa Cebolek telah berganti nama menjadi Desa Winong. Hal itu juga yang membuat Syekh Mutamakkin kerap dipanggil Ki Cebolek atau Mbah Mbolek.
Ayah Syekh Mutamakkin adalah Pangeran Benowo II atau Raden Sumahadinegara yang pada tahun 1617 hijrah ke Giri (Gresik) untuk mencari suaka. Peristiwa itu terjadi saat Kerajaan Mataram Islam menyerang Kerajaan Pajang. Sementara ibunda Syekh Mutamakkin merupakan keturunan Sayyid Ali Bejagung, Tuban.
Syekh Mutamakkin mengajarkan ilmu hakekat kepada masyarakat awam yang baru belajar Islam. Dia mengajarkan tasawuf Islam dengan mendedah Serat Dewaruci. Bagi pandangan ulama Tuban, apa yang dilakukan Syekh Mutamakkin dianggap menyimpang.
Katib Anom Kudus, seorang ulama kraton Mataram Islam menegaskan, sepak terjang Mutamakkin harus dihentikan. Katib Anom Kudus didukung Katib Witana asal Surabaya dan Katib Busu dari Gresik. Mereka membawa tudingan kesesatan itu ke dalam kerajaan.
Dalam serat Cebolek karya Raden Ngabehi Yosodipuro I (1729-1803), tudingan kesesatan Syekh Mutamakkin disampaikan kepada raja Mataram Islam, Susuhunan Amangkurat IV (1719-1726). Termasuk tentang dua ekor anjing piaraan Syekh Mutamakkin yang bernama Abdul Qohhar dan Qomaruddin, juga dilaporkan.
Pemakaian nama Abdul Qohhar dan Qomaruddin dinilai penistaan, karena serupa dengan nama penghulu dan katib di Tuban. Isi Serat Cebolek menempatkan Syekh Mutamakkin sebagai pihak yang terpojok tanpa bisa membela diri.
“Serat Cebolek mewakili cerita dari pihak penguasa,” tulis M Solahudin dalam Napak Tilas Masyayikh Biografi 25 Pendiri Pesantren Tua di Jawa-Madura.
Syekh Mutamakkin diperkirakan lahir tahun 1645 di Desa Cebolek, Kabupaten Tuban, Jawa Timur. Saat ini Desa Cebolek telah berganti nama menjadi Desa Winong. Hal itu juga yang membuat Syekh Mutamakkin kerap dipanggil Ki Cebolek atau Mbah Mbolek.
Ayah Syekh Mutamakkin adalah Pangeran Benowo II atau Raden Sumahadinegara yang pada tahun 1617 hijrah ke Giri (Gresik) untuk mencari suaka. Peristiwa itu terjadi saat Kerajaan Mataram Islam menyerang Kerajaan Pajang. Sementara ibunda Syekh Mutamakkin merupakan keturunan Sayyid Ali Bejagung, Tuban.
tulis komentar anda