KPPU Telusuri Dugaan Kartel Penentuan Tarif Ferry Batam-Singapura
Selasa, 28 Juni 2022 - 05:46 WIB
MEDAN - Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) menduga adanya kesepakatan harga (kartel) dalam penentuan tarif tiket ferry penyeberangan dari Batam ke Singapura dan rute sebaliknya.
Kepala KPPU Kantor Perwakilan I-Medan, Ridho Pamungkas, mengatakan, terbatasnya jumlah operator ferry yang melayani pelayaran, maka pasar yang terbentuk adalah pasar oligopoli. Dalam pasar oligopoli, ada kecenderungan terbentuknya kartel.
"Kartel ini semacam kesepakatan antar operator untuk sama-sama menaikkan harga agar memaksimalkan keuntungan yang mereka dapat. Perilaku kartel, jelas dilarang," kata Ridho, Senin (27/6/2022).
Pada penentuan tarif ferry Batam-Singapura, jelas Ridho, terdapat indikasi kesepakatan di antara operator. Pertama, ada pernyataan dari salah satu Manajer Operasional operator ferry, yang membenarkan bahwa selama ini pihaknya memang menggunakan BBM yang dibeli dari Singapura untuk operasional.
"Alasan tersebut yang akhirnya membuat kesepakatan antara operator dalam menaikkan harga tiket, demi menutup biaya operasional," jelasnya.
Kedua, meskipun ada kesepakatan untuk menurunkan harga tiket diantara operator dari Rp800.000 menjadi Rp700.000, namun masih relatif mahal dan bisa jadi tarif yang terbentuk hasil kesepakatan secara sepihak oleh operator.
Ketiga, harga tiket Batam-Singapura jauh lebih mahal dibandingkan harga tiket Batam-Johor Baru yang relatif lebih jauh jaraknya.
"Untuk memastikan dugaan kartel tersebut, KPPU segera mengundang sekaligus memeriksa seluruh stakeholder Industri Pariwisata, khususnya para operator penyedia jasa transportasi ferry penyeberangan, guna menemukan berbagai fakta lapangan yang sebenarnya," sebutnya.
Ridho menilai kartel akan berdampak terhadap harga jasa yang dibayar konsumen jauh di atas harga kompetitifnya. Sehingga akan menyebabkan masyarakat berpikir ulang untuk melakukan perjalanan, baik untuk bisnis maupun wisata. "Hal ini tentunya akan berdampak cukup signifikan bagi pemulihan ekonomi Batam pasca pandemi COVID-19," pungkasnya.
Kepala KPPU Kantor Perwakilan I-Medan, Ridho Pamungkas, mengatakan, terbatasnya jumlah operator ferry yang melayani pelayaran, maka pasar yang terbentuk adalah pasar oligopoli. Dalam pasar oligopoli, ada kecenderungan terbentuknya kartel.
"Kartel ini semacam kesepakatan antar operator untuk sama-sama menaikkan harga agar memaksimalkan keuntungan yang mereka dapat. Perilaku kartel, jelas dilarang," kata Ridho, Senin (27/6/2022).
Pada penentuan tarif ferry Batam-Singapura, jelas Ridho, terdapat indikasi kesepakatan di antara operator. Pertama, ada pernyataan dari salah satu Manajer Operasional operator ferry, yang membenarkan bahwa selama ini pihaknya memang menggunakan BBM yang dibeli dari Singapura untuk operasional.
"Alasan tersebut yang akhirnya membuat kesepakatan antara operator dalam menaikkan harga tiket, demi menutup biaya operasional," jelasnya.
Kedua, meskipun ada kesepakatan untuk menurunkan harga tiket diantara operator dari Rp800.000 menjadi Rp700.000, namun masih relatif mahal dan bisa jadi tarif yang terbentuk hasil kesepakatan secara sepihak oleh operator.
Ketiga, harga tiket Batam-Singapura jauh lebih mahal dibandingkan harga tiket Batam-Johor Baru yang relatif lebih jauh jaraknya.
"Untuk memastikan dugaan kartel tersebut, KPPU segera mengundang sekaligus memeriksa seluruh stakeholder Industri Pariwisata, khususnya para operator penyedia jasa transportasi ferry penyeberangan, guna menemukan berbagai fakta lapangan yang sebenarnya," sebutnya.
Ridho menilai kartel akan berdampak terhadap harga jasa yang dibayar konsumen jauh di atas harga kompetitifnya. Sehingga akan menyebabkan masyarakat berpikir ulang untuk melakukan perjalanan, baik untuk bisnis maupun wisata. "Hal ini tentunya akan berdampak cukup signifikan bagi pemulihan ekonomi Batam pasca pandemi COVID-19," pungkasnya.
tulis komentar anda