Jamin Kepastian Hukum, UU Ruang Bawah Tanah Diusulkan Segera Dibentuk

Selasa, 21 Juni 2022 - 22:08 WIB
Tenaga Ahli Dewan Pertimbangan Presiden (Wantimpres) Bidang Politik Hukum dan Agraria, Dr. Bambang Slamet Riyadi usul pembentukan UU Ruang Bawah Tanah. Foto ist
JAKARTA - Proyek pengembangan jaringan mass rapid transit (MRT) Jakarta ternyata diminati banyak investor asing. Salah satunya adalah Kerajaan Inggris yang siap menggelontorkan investasi sebesar Rp22 triliun. Namun, untuk menjamin kepastian hukum bagi investor, UU Ruang Bawah Tanah perlu segera dibentuk.

Hal ini disampaikan Tim Ahli Dewan Pertimbangan Presiden (Wantimpres) Bidang Politik Hukum dan Agraria, Dr. Bambang Slamet Riyadi. Menurut Bambang, niat Kerajaan Inggris tersebut harus didukung karena sesuai dengan program Presiden Joko Widodo yaitu mengundang para investor sebanyak-banyak untuk berinvestasi di Indonesia.

Namun, kata Bambang, harus disadari bahwa tidak sedikit persoalan terkait proses perizinan terutama agraria dalam aspek kesesuaian pemanfaatan ruang dan dampak lingkungannya,



Saat ini, kata Bambang, terjadi kevakuman atau kekosongan hukum terkait pengelolaan ruang bawah tanah. "Sehingga perlu dibentuknya undang-undang sebagai payung hukum dan kepastian hukum bagi para investor," kata pria yang memperoleh gelar doktor Ilmu Hukum dari Universitas Gajah Mada itu, Selasa (21/6/2022).

Bambang pun memberi contoh penggunaan ruang bawah tanah yang dinilainya bermasalah. Pertama, pengelolaan mal bawah tanah yang dibangun empat level di bawah Lapangan Karebosi, Kota Makasar oleh PT Tosan Permai Lestari. Pengelolaan ini didasarkan pada kebijakan Pemerintah Kota Makasar yang memberikan izin kepada PT Tosan Permai Lestari.

Menurut Bambang, kevakuman hukum ruang bawah tanah memberi celah hukum kepada pemerintah Kota Makasar untuk menyalagunakan kewenangannya demi kepentingan pemilik modal.

Contoh kedua, mega-proyek MRT Jakarta yang menggunakan secara masif berskala besar dan luas. Proyek MRT dibuat pada kedalaman rata-rata 22 meter sampai 25 meter di bawah permukaan tanah yang dibangun dua tingkat atau dua level di bawah tanah.

Level satu digunakan untuk area publik atau komersial dan level dua digunakan untuk platform (peron kereta). Dasar hukum penggunaan ruang bawah tanah tersebut berdasarkan Pergub DKI Jakarta Nomor 167 Tahun 2012.

“Fakta ini menunjukkan Pergub DKI Jakarta Nomor 167 Tahun 2012 tidak mempunyai peraturan perundang-undangan yang menjadi dasar hukum di atasnya, sehingga bertentangan dengan ketentuan Pasal 5 huruf c, d dan f Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2019 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan. Membuat peraturan ini tidak sah di mata hukum. Artinya penggunaan hak ruang bawah tanah yang didasarkan pada peraturan ini pun tidak sah,” bebernya.
Halaman :
tulis komentar anda
Follow
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Video Rekomendasi
Berita Terkait
Rekomendasi
Terpopuler
Berita Terkini More Content