Soal Pemenuhan Vaksin Corona, Indonesia Tak Boleh Bergantung Luar Negeri
Sabtu, 25 April 2020 - 15:19 WIB
JAKARTA - Pandemi Corona membuat negara-negara di dunia berlomba-lomba membuat vaksin. Para ilmuwan dikerahkan untuk bisa menemukan vaksin anticorona yang benar-benar ampuh.
Kepala Lembaga Biologi Molekuler Eijkman Amin Soebandrio mengatakan, Indonesia seharusnya tidak ketinggalan dalam ”kompetisi” produksi vaksin. Dia menekankan agar Indonesia membuat vaksin antivirus corona sendiri agar tidak bergantung pada negara lain.
“Jangan sampai tergantung dengan luar negeri, Kita harus bisa menggunakan teknologi apapun untuk membuat vaksin,” ujarnya dalam sebuah diskusi virual di Jakarta, pekan ini. (Baca : Pandemi Corona, 335 Pekerja Migran di Sri Lanka dan Maladewa Pulang ke Tanah Air)
Dia memmprediksi virus corona mungkin saja muncul kembali. Ia merujuk pada dua penyebaran vius sebelumnya, yakni severe acute respiratory syndrome (SARS) pada tahun 2002 dan middle east respiratory syndrome (MERS) pada 2012. Virus corona seksi dan tetap penting untuk diteliti karena interaksi manusia dengan hewan liar semakin tinggi.
Memang, lanjut Amin, boleh jadi vaksin yang sedang dikembangkan di Indonesia maupun luar negeri tidak bermanfaat untuk penanganan pandemi sekarang. Sebab riset yang membutuhkan waktu lama dan vaksin mungkin baru bisa ditemukan setelah pandemi virus Corona selesai. Tapi upaya Indonesia untuk membuatnya harus sudah dimulai dari sekarang.
Amn mengungkapkan bahwa kapasitas produksi vaksin di duniia sekitar 8 juta per minggu. Secara umum, saat ini harga vaksin dalam keadaan normal itu $1 per vaksin. Namun, dalam keadaan tidak normal harganya bisa mencapai 10 kali lipatnya.
Dalam kondisi pandemi, negara pembuat vaksin akan memenuhi kebutuhannya dahulu. Karena itu kebutuhan Indonesia dengan jumlah penduduk mencapai 260 juta jiwa hanya bisa dipenuhi sendri melalui produksi mandiri.
“Saya sampaikan kita mempunyai kapasitas membuat, gunakan peneliti dan pabrik sendiri sehingga kapanpun siap,” tuturnya. (Baca : Kebijakan Pemprov Jabar dalam Penanganan COVID-19 Perlu Dievaluasi)
Dalam pandemi Covid-19, pemerintah dan Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19 begitu kesulitan mengadakan reagen untuk tes polymerase chain reaction (PCR). Bahkan, pengaktifan beberapa laboratorium untuk memeriksa spesimen mendukung perangkatnya datang dari luar negeri.
Padahal tes PCR yang masif dan cepet itu penting dalam penanganan orang terpapar dan upaya menghentikan Covid-19. Ketua Umum Ikatan Dokter Indonesia Daeng M Faqih mengatakan kunci penanganan covid-19 ini tes PCR, data, dan pelacakan.
“Kita percepat dengan testing (PCR), itu bisa membuat skenario supaya landau,” pungkasnya.
Lihat Juga: Jokowi Namai Vaksin Merah Putih Unair Inavac, Khofifah Bangga Indonesia Produksi Sendiri
Kepala Lembaga Biologi Molekuler Eijkman Amin Soebandrio mengatakan, Indonesia seharusnya tidak ketinggalan dalam ”kompetisi” produksi vaksin. Dia menekankan agar Indonesia membuat vaksin antivirus corona sendiri agar tidak bergantung pada negara lain.
“Jangan sampai tergantung dengan luar negeri, Kita harus bisa menggunakan teknologi apapun untuk membuat vaksin,” ujarnya dalam sebuah diskusi virual di Jakarta, pekan ini. (Baca : Pandemi Corona, 335 Pekerja Migran di Sri Lanka dan Maladewa Pulang ke Tanah Air)
Dia memmprediksi virus corona mungkin saja muncul kembali. Ia merujuk pada dua penyebaran vius sebelumnya, yakni severe acute respiratory syndrome (SARS) pada tahun 2002 dan middle east respiratory syndrome (MERS) pada 2012. Virus corona seksi dan tetap penting untuk diteliti karena interaksi manusia dengan hewan liar semakin tinggi.
Memang, lanjut Amin, boleh jadi vaksin yang sedang dikembangkan di Indonesia maupun luar negeri tidak bermanfaat untuk penanganan pandemi sekarang. Sebab riset yang membutuhkan waktu lama dan vaksin mungkin baru bisa ditemukan setelah pandemi virus Corona selesai. Tapi upaya Indonesia untuk membuatnya harus sudah dimulai dari sekarang.
Amn mengungkapkan bahwa kapasitas produksi vaksin di duniia sekitar 8 juta per minggu. Secara umum, saat ini harga vaksin dalam keadaan normal itu $1 per vaksin. Namun, dalam keadaan tidak normal harganya bisa mencapai 10 kali lipatnya.
Dalam kondisi pandemi, negara pembuat vaksin akan memenuhi kebutuhannya dahulu. Karena itu kebutuhan Indonesia dengan jumlah penduduk mencapai 260 juta jiwa hanya bisa dipenuhi sendri melalui produksi mandiri.
“Saya sampaikan kita mempunyai kapasitas membuat, gunakan peneliti dan pabrik sendiri sehingga kapanpun siap,” tuturnya. (Baca : Kebijakan Pemprov Jabar dalam Penanganan COVID-19 Perlu Dievaluasi)
Dalam pandemi Covid-19, pemerintah dan Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19 begitu kesulitan mengadakan reagen untuk tes polymerase chain reaction (PCR). Bahkan, pengaktifan beberapa laboratorium untuk memeriksa spesimen mendukung perangkatnya datang dari luar negeri.
Padahal tes PCR yang masif dan cepet itu penting dalam penanganan orang terpapar dan upaya menghentikan Covid-19. Ketua Umum Ikatan Dokter Indonesia Daeng M Faqih mengatakan kunci penanganan covid-19 ini tes PCR, data, dan pelacakan.
“Kita percepat dengan testing (PCR), itu bisa membuat skenario supaya landau,” pungkasnya.
Lihat Juga: Jokowi Namai Vaksin Merah Putih Unair Inavac, Khofifah Bangga Indonesia Produksi Sendiri
(muh)
tulis komentar anda