Identitas Asli Kota Medan Itu Kota Perdagangan dan Saudagar, Bukan Kota Para Ketua
Kamis, 18 Juni 2020 - 15:56 WIB
KOTA Medan akrab dikenal sebagai "kota para ketua". Julukan itu muncul karena banyak oknum-oknum di Kota Medan yang ingin diakui sebagai ketua, meski oknum tersebut tidak sedang memimpin organisasi/lembaga/instansi apapun.
Akhirnya julukan tersebut melekat erat dalam kehidupan sehari-hari hampir seluruh masyarakat di Kota Medan.
Tak jarang, identitas Kota Medan sebagai "kota para ketua" dikonotasikan sebagai citra yang tidak baik. Sering juga muncul ulasan-ulasan yang menyimpulkan bahwa identitas tersebut membuat program pembangunan di Kota Medan tidak berjalan dengan baik.
Jauh melihat ke masa lalu, sebenarnya Kota Medan memiliki identitas asli yang citranya sangat baik. Kota Medan dikenal beridentitas sebagai kota perdagangan. Bukti-bukti Kota Medan sebagai pusat perdagangan sejak abad ke-11 telah banyak terhimpun.
Bukti-bukti tersebut disimpan di Museum Situs Cotta Cinna di Marelan, diantaranya coin yang Cola (India Selatan), coin Sinhala (Sri Langka), dan coin China dari berbagai dinasti. (BACA JUGA: Tabung Isolasi COVID-19 Karya Kodam I Bukit Barisan Diuji Coba)
"Selain ribuan coin berbagai negara yang ditemukan sebagai bukti adanya transaksi perdagangan, di utara Medan ini juga ditemukan ratusan ribu fragmen keramik, tembikar, manik manik dari India Selatan, China, Siam, Jawa, juga kaca asal Timur Tengah. Ini merupakan komoditi perdagangan dari luar yang didatangkan ke Medan Utara," kata sejarawan Ichwan Azhari saat menekankan bahwa Medan adalah kota perdagangan, Kamis (18/6/2020).
Sementara komoditi lokal yang dibutuhkan pasar internasional dari Kota Medan, persisnya di Cotta China saat itu, ungkap Ichwan, antara lain gading gajah, hasil hutan seperti damar, kemenyan, kapur barus, cendana, dan jenis rempah-rempah lainnya. Terdeteksi juga bahwa emas menjadi salah satu komoditi utama.
"Butiran atau pasir emas dibawa dari pedalaman Sumatera ke Cotta Cinna, untuk dilebur dan dijadikan perhiasan bermutu tinggi menggunakan teknologi pengrajin emas dari India Selatan. Ratusan cepuk tembikar sebagai wadah untuk melebur emas ditemukan dan juga disimpan di museum. Ini mengindikasikan ramai nya Medan Utara sebagai pusat industri peleburan emas sejak zaman kuno. Ada 40 fragmen ceceran dari pengrajin emas yang dikoleksi museum sebagai bukti munculnya Medan Utara sebagai pusat peleburan dan perdagangan emas dunia," ungkapnya.
Identitas asli Kota Medan sebagai kota perdagangan dan kota para saudagar itu juga menjadi perhatian bagi inisiator gerakan #KolaborasiMedanBerkah yang juga digadang akan maju sebagai bakal calon wali kota Medan dalam Pilkada 2020 mendatang, Bobby Nasution. (BACA JUGA: Kemendikbud Kaji Kurikulum Darurat di Masa Pandemi Covid-19)
Akhirnya julukan tersebut melekat erat dalam kehidupan sehari-hari hampir seluruh masyarakat di Kota Medan.
Tak jarang, identitas Kota Medan sebagai "kota para ketua" dikonotasikan sebagai citra yang tidak baik. Sering juga muncul ulasan-ulasan yang menyimpulkan bahwa identitas tersebut membuat program pembangunan di Kota Medan tidak berjalan dengan baik.
Jauh melihat ke masa lalu, sebenarnya Kota Medan memiliki identitas asli yang citranya sangat baik. Kota Medan dikenal beridentitas sebagai kota perdagangan. Bukti-bukti Kota Medan sebagai pusat perdagangan sejak abad ke-11 telah banyak terhimpun.
Bukti-bukti tersebut disimpan di Museum Situs Cotta Cinna di Marelan, diantaranya coin yang Cola (India Selatan), coin Sinhala (Sri Langka), dan coin China dari berbagai dinasti. (BACA JUGA: Tabung Isolasi COVID-19 Karya Kodam I Bukit Barisan Diuji Coba)
"Selain ribuan coin berbagai negara yang ditemukan sebagai bukti adanya transaksi perdagangan, di utara Medan ini juga ditemukan ratusan ribu fragmen keramik, tembikar, manik manik dari India Selatan, China, Siam, Jawa, juga kaca asal Timur Tengah. Ini merupakan komoditi perdagangan dari luar yang didatangkan ke Medan Utara," kata sejarawan Ichwan Azhari saat menekankan bahwa Medan adalah kota perdagangan, Kamis (18/6/2020).
Sementara komoditi lokal yang dibutuhkan pasar internasional dari Kota Medan, persisnya di Cotta China saat itu, ungkap Ichwan, antara lain gading gajah, hasil hutan seperti damar, kemenyan, kapur barus, cendana, dan jenis rempah-rempah lainnya. Terdeteksi juga bahwa emas menjadi salah satu komoditi utama.
"Butiran atau pasir emas dibawa dari pedalaman Sumatera ke Cotta Cinna, untuk dilebur dan dijadikan perhiasan bermutu tinggi menggunakan teknologi pengrajin emas dari India Selatan. Ratusan cepuk tembikar sebagai wadah untuk melebur emas ditemukan dan juga disimpan di museum. Ini mengindikasikan ramai nya Medan Utara sebagai pusat industri peleburan emas sejak zaman kuno. Ada 40 fragmen ceceran dari pengrajin emas yang dikoleksi museum sebagai bukti munculnya Medan Utara sebagai pusat peleburan dan perdagangan emas dunia," ungkapnya.
Identitas asli Kota Medan sebagai kota perdagangan dan kota para saudagar itu juga menjadi perhatian bagi inisiator gerakan #KolaborasiMedanBerkah yang juga digadang akan maju sebagai bakal calon wali kota Medan dalam Pilkada 2020 mendatang, Bobby Nasution. (BACA JUGA: Kemendikbud Kaji Kurikulum Darurat di Masa Pandemi Covid-19)
Lihat Juga :
tulis komentar anda