29 dari 78 TKA Asal China di Meulaboh Diminta Segera Dipulangkan
Rabu, 17 Juni 2020 - 13:38 WIB
ACEH - Dewan Perwakilan Rakyat Aceh (DPRA) melakukan rapat kerja dengan Kakanwil Hukum dan HAM, Kadisnaker Aceh, Dinas Registrasi Kependudukan Aceh dan Kepala Kantor Imigrasi Kelas IIA Banda Aceh terkait Tenaga Kerja Asing (TKA) asal China yang masuk Aceh.
Ketua Komisi I DPRA, Muhammad Yunus, mengatakan, dari rapat kerja tersebut, pihaknya telah menyatakan satu sikap, untuk memulangkan para TKA yang tidak cukup dokumen tersebut. (Baca juga: Gubernur Sultra Akhirnya Setuju Kedatangan 500 TKA China )
"Memang ada beberapa kejangalan di dalam penemuan oleh Dinasnaker Aceh, tentang tenaga kerja asing yang berada di Meulaboh, dan setelah kami pahami memang ada ketentuan ketentuan di situ yang belum dilengkapi. Kemudian sekarang ini juga mereka belum bisa kembali ke daerah mereka, karena adanya COVID-19. Sehingga tidak ada penerbangan untuk saat ini, tapi kami telah mengambil kesimpulan, walaupun mereka tidak bisa kembali ke negaranya," kata dia.
Menurut dia, selama dokumen mereka tidak lengkap, Komisi I dan semua rekan rekan di DPRA, berharap supaya mereka itu dipulangkan dan keluar dari Aceh.
"Karena kamikan tahu mereka punya agen tersendiri, jadi kembalikan ke agen mereka selama mereka tidak punya dokumen yang lengkap, itu sikap yang kami ambil," sebut Muhammad Yunus.
Kepala Kantor Imigrasi Meulaboh, Azhar, mengatakan, dari 78 TKA tersebut, 29 orang tidak memiliki izin kerja, sisanya merupakan pengguna Kartu Izin Tinggal Terbatas (KITAS).
"Sebanyak 29 orang itu mengunakan izin kunjungan, yang memang seharusnya tidak boleh bekerja. Namun dalam konteks ini mereka memang tidak melakukan pekerjaan, yang kedua kami akan mengikuti bagaimana perintah dewan, untuk segera menghentikan kegiatan itu, dan kami sudah mengkoordinasikan ke pihak terkait, segera mengeluarkan dari lokasi, kami ada dis itu. Dalam pengawasan, kami bekerja sama dengan Disnaker dan ini menjadi suatu pertimbangan untuk peran kami untuk mendeportasi mereka, keluar dari Aceh," kata Azhar.
Meski pun tetap tinggal selama COVID-19 ini, kata Azhar, mereka akan tetap diawasi untuk tidak bekerja. Sebab mereka masalahnya pada izin kerja, bukan di izin tinggal.
"Saat pertama mereka datang itu dengan visa, sudah diketahui dari awal, mereka datang untuk uji kemampuan atau hanya latihan selama dua bulan. Setelah itu mereka harus kembali ke daerah asal untuk mengurus perlengkapan. Istilahnya alih status. Selama jangka waktu dua sampai tiga bulan itu terjadilah pandemi COVID-19, dalam kondisi COVID ini mereka tidak bisa kembali ke daerahnya," kata dia.
Menurut dia, wewenang Imigrasi untuk izin tinggal itu tidak bermasalah tapi izin kerja yang menjadi kewenangan Disnaker Aceh yang menjadi persoalan. Kerena ada 29 orang yang tidak ada izin kerja.
Kepala Dinas Ketenagakerjaan Aceh, Iskandar Syukri, mengatakan, dari 78 TKA keseluruhan, yang tidak ada izin kerja ada 29 orang. Selebihnya ada izin kerja atau Rencana Penggunaan Tenaga Kerja Asing (RPTKA) dari Kementerian Tenaga Kerja. Sehingga mereka melanggar Peraturan Presiden Nomor 20 Tahun 2018, dan Peraturan Menteri Ketenagakerjaan No 10 Tahun 2018.
"Sehingga mereka harus memiliki itu lengkap dengan notifikasi di RPTKA tersebut. Setelah ada baru pihak Imigrasi mengeluarkan KITAS. Selebihnya ada izin KITAS. Bila mereka sudah ada izin KITAS-nya, berarti sudah ada RPTKA nya," kata Iskandar.
Ketua Komisi I DPRA, Muhammad Yunus, mengatakan, dari rapat kerja tersebut, pihaknya telah menyatakan satu sikap, untuk memulangkan para TKA yang tidak cukup dokumen tersebut. (Baca juga: Gubernur Sultra Akhirnya Setuju Kedatangan 500 TKA China )
"Memang ada beberapa kejangalan di dalam penemuan oleh Dinasnaker Aceh, tentang tenaga kerja asing yang berada di Meulaboh, dan setelah kami pahami memang ada ketentuan ketentuan di situ yang belum dilengkapi. Kemudian sekarang ini juga mereka belum bisa kembali ke daerah mereka, karena adanya COVID-19. Sehingga tidak ada penerbangan untuk saat ini, tapi kami telah mengambil kesimpulan, walaupun mereka tidak bisa kembali ke negaranya," kata dia.
Menurut dia, selama dokumen mereka tidak lengkap, Komisi I dan semua rekan rekan di DPRA, berharap supaya mereka itu dipulangkan dan keluar dari Aceh.
"Karena kamikan tahu mereka punya agen tersendiri, jadi kembalikan ke agen mereka selama mereka tidak punya dokumen yang lengkap, itu sikap yang kami ambil," sebut Muhammad Yunus.
Kepala Kantor Imigrasi Meulaboh, Azhar, mengatakan, dari 78 TKA tersebut, 29 orang tidak memiliki izin kerja, sisanya merupakan pengguna Kartu Izin Tinggal Terbatas (KITAS).
"Sebanyak 29 orang itu mengunakan izin kunjungan, yang memang seharusnya tidak boleh bekerja. Namun dalam konteks ini mereka memang tidak melakukan pekerjaan, yang kedua kami akan mengikuti bagaimana perintah dewan, untuk segera menghentikan kegiatan itu, dan kami sudah mengkoordinasikan ke pihak terkait, segera mengeluarkan dari lokasi, kami ada dis itu. Dalam pengawasan, kami bekerja sama dengan Disnaker dan ini menjadi suatu pertimbangan untuk peran kami untuk mendeportasi mereka, keluar dari Aceh," kata Azhar.
Meski pun tetap tinggal selama COVID-19 ini, kata Azhar, mereka akan tetap diawasi untuk tidak bekerja. Sebab mereka masalahnya pada izin kerja, bukan di izin tinggal.
"Saat pertama mereka datang itu dengan visa, sudah diketahui dari awal, mereka datang untuk uji kemampuan atau hanya latihan selama dua bulan. Setelah itu mereka harus kembali ke daerah asal untuk mengurus perlengkapan. Istilahnya alih status. Selama jangka waktu dua sampai tiga bulan itu terjadilah pandemi COVID-19, dalam kondisi COVID ini mereka tidak bisa kembali ke daerahnya," kata dia.
Menurut dia, wewenang Imigrasi untuk izin tinggal itu tidak bermasalah tapi izin kerja yang menjadi kewenangan Disnaker Aceh yang menjadi persoalan. Kerena ada 29 orang yang tidak ada izin kerja.
Kepala Dinas Ketenagakerjaan Aceh, Iskandar Syukri, mengatakan, dari 78 TKA keseluruhan, yang tidak ada izin kerja ada 29 orang. Selebihnya ada izin kerja atau Rencana Penggunaan Tenaga Kerja Asing (RPTKA) dari Kementerian Tenaga Kerja. Sehingga mereka melanggar Peraturan Presiden Nomor 20 Tahun 2018, dan Peraturan Menteri Ketenagakerjaan No 10 Tahun 2018.
"Sehingga mereka harus memiliki itu lengkap dengan notifikasi di RPTKA tersebut. Setelah ada baru pihak Imigrasi mengeluarkan KITAS. Selebihnya ada izin KITAS. Bila mereka sudah ada izin KITAS-nya, berarti sudah ada RPTKA nya," kata Iskandar.
(nth)
tulis komentar anda