Dahsyatnya Senjata Biologis Mataram dalam Penaklukan Surabaya Picu Wabah Penyakit dan Kelaparan
Sabtu, 18 Desember 2021 - 05:29 WIB
Surabaya hancur lebur. Wabah penyakit, kelaparan, dan kematian menjangkiti seluruh warga kadipaten di timur Jawa tersebut. Kemegahan sebagai pelabuhan besar, sirna begitu saja usai ditaklukkan pasukan Sultan Agung dari Mataram.
Peristiwa kelam yang terjadi pada tahun 1625 tersebut, diulas Akhmad Saiful Ali, dalam hasil penelitiannya untuk tesis di IAIN Sunan Ampel Surabaya, yang berjudul "Ekspansi Mataram terhadap Surabaya Abad ke 17: Tinjauan Historis Tentang Penaklukan Surabaya oleh Mataram abad ke 17".
Dalam tesisnya tersebut, Akhmad Saiful Ali menyebutkan, Surabaya tak lagi menjadi pelabuhan penting dan kehilangan dominasinya di timur Jawa, usai dihancurkan oleh Mataram. Bahkan, penghancuran Surabaya, dan kota-kota pesisir utara itu membuat kemunduran perdagangan di Jawa, dan memunculkan Kesultanan Makassar, sebagai kekuatan baru pusat perdagangan rempah-rempah di Nusantara.
Kadipaten Surabaya, yang pusatnya menjadi Kota Surabaya saat ini, dahulunya merupakan kerajaan besar usai terpecahnya Kesultanan Demak menjadi tiga bagian pada abad ke-16. Selain Kadipaten Surabaya, pada abad 17 terdapat dua kekuatan besar, yakni Kesultanan Banten di Jawa Barat, dan Kesultanan Mataram di Jawa Tengah.
Sebagai kerajaan besar yang berpusat di tengah Jawa, Mataram di bawah kepemimpinan Sultan Agung, mulai mengkonsolidasi kekuatannya dengan menyatukan sejumlah kerajaan, seperti Pajang, Demak, Madiun, dan Kediri.
Setelah kegagalannya melakukan ekspedisi penakhlukan Banten, pada sekitar tahun 1957. Sultan Agung berubah haluan dengan melakukan pengiriman ekspedisi penakhlukan wilayah timur Jawa yang kala itu berada di bawah pengaruh Kadipaten Surabaya.
Kala itu, Kadipaten Surabaya, sangatlah kaya dan kuat. Pelabuhannya menjadi jalur perdagangan penting antara Malaka dengan kepulauan Nusantara, penghasil rempah-rempah. Kadipaten Surabaya, bersekutu dengan Kadipaten Pasuruan. Bahkan, Kadipaten Surabaya juga menguasai wilayah Gresik, Sedayu, Sukadana, hingga Banjarmasin.
Baca Juga
Peristiwa kelam yang terjadi pada tahun 1625 tersebut, diulas Akhmad Saiful Ali, dalam hasil penelitiannya untuk tesis di IAIN Sunan Ampel Surabaya, yang berjudul "Ekspansi Mataram terhadap Surabaya Abad ke 17: Tinjauan Historis Tentang Penaklukan Surabaya oleh Mataram abad ke 17".
Dalam tesisnya tersebut, Akhmad Saiful Ali menyebutkan, Surabaya tak lagi menjadi pelabuhan penting dan kehilangan dominasinya di timur Jawa, usai dihancurkan oleh Mataram. Bahkan, penghancuran Surabaya, dan kota-kota pesisir utara itu membuat kemunduran perdagangan di Jawa, dan memunculkan Kesultanan Makassar, sebagai kekuatan baru pusat perdagangan rempah-rempah di Nusantara.
Kadipaten Surabaya, yang pusatnya menjadi Kota Surabaya saat ini, dahulunya merupakan kerajaan besar usai terpecahnya Kesultanan Demak menjadi tiga bagian pada abad ke-16. Selain Kadipaten Surabaya, pada abad 17 terdapat dua kekuatan besar, yakni Kesultanan Banten di Jawa Barat, dan Kesultanan Mataram di Jawa Tengah.
Sebagai kerajaan besar yang berpusat di tengah Jawa, Mataram di bawah kepemimpinan Sultan Agung, mulai mengkonsolidasi kekuatannya dengan menyatukan sejumlah kerajaan, seperti Pajang, Demak, Madiun, dan Kediri.
Setelah kegagalannya melakukan ekspedisi penakhlukan Banten, pada sekitar tahun 1957. Sultan Agung berubah haluan dengan melakukan pengiriman ekspedisi penakhlukan wilayah timur Jawa yang kala itu berada di bawah pengaruh Kadipaten Surabaya.
Kala itu, Kadipaten Surabaya, sangatlah kaya dan kuat. Pelabuhannya menjadi jalur perdagangan penting antara Malaka dengan kepulauan Nusantara, penghasil rempah-rempah. Kadipaten Surabaya, bersekutu dengan Kadipaten Pasuruan. Bahkan, Kadipaten Surabaya juga menguasai wilayah Gresik, Sedayu, Sukadana, hingga Banjarmasin.
Lihat Juga :
tulis komentar anda