Stasiun Manggarai, Saksi Sejarah Perjuangan Kemerdekaan dan Kemajuan Transportasi Indonesia

Sabtu, 09 Oktober 2021 - 05:29 WIB
Balai Yasa Manggarai mampu membuat sendiri berbagai jenis onderdil kereta api, menguji kereta, gerbong dan lokomotif yang baru datang dari Eropa. Pada era elektrifikasi kereta api, ketika Kereta Rel Listrik (KRL) Tanjung Priok–Jatinegara diresmikan pada 6 April 1925, Balai Yasa ini juga menanggani perbaikan kereta dan lokomotif listrik yang rusak.



Kekinian, Stasiun Manggarai menjadi saksi kemajuan sistem transportasi kereta api. Pada 25 September 2021, Stasiun Manggarai mengoperasikan jalur layang (elevated track) untuk KRL Bogor Line. Pada lantai 2 bangunan baru, jalur 10, 11, 12, dan 13, difungsikan untuk melayani naik/turun pengguna KRL relasi Bogor/Depok-Jakarta Kota PP.

Stasiun Manggarai juga menjadi saksi sejumlah peristiwa bersejarah, sejak masa penjajahan hingga perjuangan kemerdekaan Republik Indonesia. Nama wilayah Manggarai di Batavia mulai dikenal 400 tahun lalu, tatkala Gubernur Jenderal Jan Pieterszoon Coen mulai mendatangkan orang-orang dari daerah taklukan VOC untuk dijadikan budak.

Walau terletak 10 kilometer dari Tembok Batavia (Kota Tua Jakarta), tempat tersebut terus berkembang menjadi Kampung Manggarai. Semakin berkembang ketika transportasi kereta api dikembangkan pemerintah Hindia Belanda dan berdirinya Stasiun Manggarai pada 1918. (Baca juga; 26 Hari di Batavia, Jejak Terakhir Pangeran Diponegoro di Tanah Jawa )

Stasiun Manggarai menjadi saksi perjuangan bangsa Indonesia. Stasiun Manggarai menjadi awal keberangkatan rombongan Presiden Soekarno ketika pemindahan ibu kota sementara ke Yogyakarta pada 4 Januari 1946 menggunakan kereta luar biasa (KLB). Berbagai persiapan yang bersifat rahasia dilakukan. Deretan gerbong barang diletakkan di jalur 1. Sekitar pukul tujuh malam, KLB melintas sangat perlahan dari arah Pegangsaan melalui jalur 4. Kemudian KLB yang membawa rombongan Presiden Soekarno tiba di Yogyakarta.



Kemudian Panglima Besar Jenderal Soedirman pun pernah singgah di Stasiun Manggarai untuk menghadiri perundingan gencatan senjata di Jakarta dengan Belanda. Kedatangan Sang Panglima Besar dan rombongan di Stasiun Manggarai pada Jumat 1 November 1946 disambut sorak sorai rakyat Indonesia.

Sebenarnya Paling Besar Jenderal Soedirman bisa turun di Stasiun Gambir dan langsung menuju Hotel Shutteraf (gedung Pertamina) yang ada persis di depan stasiun. Namun, Perdana Menteri Sutan Sjahrir sengaja agar rombongan Panglima Besar Jenderal Soedirman turun di Stasiun Manggarai kemudian diarak menuju hotel di Gambir.

Ini untuk menunjukkan kepada Belanda bahwa Republik Indonesia mempunyai panglima dan tentara yang hebat. Panglima Besar Jenderal Soedirman, didampingi Letjen R Oerip Soemohardjo, Mayjen Abdul Kadir, dan 80 pengawalnya diarak dan mendapat sambutan meriah rakyat Jakarta. Rombongan Jenderal Soedirman kembali ke Yogyakarta pada Selasa 5 November 1946 dari Stasiun Gambir.
Halaman :
Lihat Juga :
tulis komentar anda
Follow
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Video Rekomendasi
Berita Terkait
Rekomendasi
Terpopuler
Berita Terkini More Content