Tak Lagi Eksploitasi Batu Karang, Warga Papua Kini Lebih Pilih Jaga Mangrove
Senin, 04 Oktober 2021 - 11:47 WIB
PAPUA - Memiliki luas 3,36 juta hektare, kawasan hutan mangrove di Indonesia menjadi salah satu yang terluas di dunia. Kekayaan alam yang melimpah inilah yang harus dijaga oleh seluruh rakyat Indonesia.
Sekitar 1,5 juta hektare sebaran mangrove Indonesia berada di Papua dan Papua Barat. Sayangnya, 6% di antaranya mengalami kerusakan, salah satunya di Kelurahan Klamana, Sorong, Papua Barat.
Menurut Ketua Kelompok Tani Hutan Klamana, Demianus Werbete mengatakan kerusakan mangrove salah satunya dipicu adanya pengambilan batu karang, sebagai mata pencaharian masyarakat.
“Masyarakat sementara ini kan mata pencahariannya di sini mengambil batu karang. Mereka tahu sebenarnya itu merusak alam, namun ini kan masalah perut, jadi mereka mau gak mau ya ambil batu karang akhirnya," ujar Werbete.
Seperti diketahui, dampak eksploitasi batu karang bisa menyebabkan gelombang atau ombak yang menuju daratan atau pantai menjadi besar, ekosistem laut menjadi rusak dan hewan laut pun akan stres dan bermigrasi ke tempat lain. Oleh karena itu, rehabilitasi mangrove menjadi salah satu cara mengatasinya
Di Kelurahan Klamana, tutur Werbete, telah ada bantuan pemerintah untuk melestarikan ekosistem mangrove, salah satunya dari Badan Restorasi Gambut dan Mangrove (BRGM). Program rehabilitasi mangrove yang dijalankan BRGM adalah penanaman bibit mangrove dengan melibatkan masyarakat secara langsung.
“Warga yang terlibat adalah 40 orang. Kami tanam di kawasan mangrove seluas 50 hektare. Terima kasih pemerintah atas bantuannya. Sudah ubah ‘mindset’ warga, karena mangrove bisa menjadi sumber penghasilan tambahan dan meningkatkan perekonomian mereka,” lanjutnya.
Sejalan dengan Werbete, Ina Roselina Sikirit selaku Ketua Kesatuan Pengelolaan Hutan Lindung (KPHL) Unit II Sorong, Papua Barat mengatakan program rehabilitasi mangrove bisa membantu perekonomian warga, dan sejalan dengan tujuan Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) dimasa pandemi.
“Kami bersinergi tanam mangrove, bikin keramba atau tambak. Kepiting di sini banyak, jadi berkelanjutan karena dari akar mangrove, ada kepiting yang makan dan beranak di situ. Mangrove juga bisa dijadikan lokasi wisata, kami berharap para wisatawan juga nantinya bisa membeli oleh-oleh kepiting bakau, jadi mereka gak perlu lagi menggali batu karena sudah ada sumber penghasilan tambahan,” ungkap Sikirit. Baca: Nyamar Jadi Sales untuk Jual 17 Kg Ganja, Pemuda Ini Dibekuk Polisi.
Sekitar 1,5 juta hektare sebaran mangrove Indonesia berada di Papua dan Papua Barat. Sayangnya, 6% di antaranya mengalami kerusakan, salah satunya di Kelurahan Klamana, Sorong, Papua Barat.
Menurut Ketua Kelompok Tani Hutan Klamana, Demianus Werbete mengatakan kerusakan mangrove salah satunya dipicu adanya pengambilan batu karang, sebagai mata pencaharian masyarakat.
“Masyarakat sementara ini kan mata pencahariannya di sini mengambil batu karang. Mereka tahu sebenarnya itu merusak alam, namun ini kan masalah perut, jadi mereka mau gak mau ya ambil batu karang akhirnya," ujar Werbete.
Seperti diketahui, dampak eksploitasi batu karang bisa menyebabkan gelombang atau ombak yang menuju daratan atau pantai menjadi besar, ekosistem laut menjadi rusak dan hewan laut pun akan stres dan bermigrasi ke tempat lain. Oleh karena itu, rehabilitasi mangrove menjadi salah satu cara mengatasinya
Di Kelurahan Klamana, tutur Werbete, telah ada bantuan pemerintah untuk melestarikan ekosistem mangrove, salah satunya dari Badan Restorasi Gambut dan Mangrove (BRGM). Program rehabilitasi mangrove yang dijalankan BRGM adalah penanaman bibit mangrove dengan melibatkan masyarakat secara langsung.
“Warga yang terlibat adalah 40 orang. Kami tanam di kawasan mangrove seluas 50 hektare. Terima kasih pemerintah atas bantuannya. Sudah ubah ‘mindset’ warga, karena mangrove bisa menjadi sumber penghasilan tambahan dan meningkatkan perekonomian mereka,” lanjutnya.
Sejalan dengan Werbete, Ina Roselina Sikirit selaku Ketua Kesatuan Pengelolaan Hutan Lindung (KPHL) Unit II Sorong, Papua Barat mengatakan program rehabilitasi mangrove bisa membantu perekonomian warga, dan sejalan dengan tujuan Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) dimasa pandemi.
“Kami bersinergi tanam mangrove, bikin keramba atau tambak. Kepiting di sini banyak, jadi berkelanjutan karena dari akar mangrove, ada kepiting yang makan dan beranak di situ. Mangrove juga bisa dijadikan lokasi wisata, kami berharap para wisatawan juga nantinya bisa membeli oleh-oleh kepiting bakau, jadi mereka gak perlu lagi menggali batu karena sudah ada sumber penghasilan tambahan,” ungkap Sikirit. Baca: Nyamar Jadi Sales untuk Jual 17 Kg Ganja, Pemuda Ini Dibekuk Polisi.
tulis komentar anda