New Normal di Pesantren, Kenapa Tidak!
Sabtu, 30 Mei 2020 - 14:45 WIB
Sementara terkait Sarana-Prasana, peran pemerintah dibutuhkan untuk memberikan dukungan. Sebab, kondisi tiap pesantren tentu berbeda-beda. Seperti keberadaan poliklinik, ruangan belajar tiga kali lebih luas dari sebelum pandemi, kondisi asrama hingga perlengkapan audio visual perlu sekiranya bantuan dari pemerintah.
Sedangkan Pengelompokan Usia Rentan, memang perlu juga dilakukan. Sekali lagi, didasari prinsip menjaga guru-guru pesantren yang kita cintai tetap sehat bukan untuk membuat perbedaan apalagi sekat. Memang, sesuatu yang baru awalnya akan terasa rumit. Namun harus segera kita mulai agar kehidupan pesantren berjalan kembali. Saya rasa, bisa.
Saya jadi teringat, kisah perjuangan Syekh Muhammad Arsyad Al-Banjari saat membuka tempat pengajian (semacam pesantren) bernama Dalam Pagar. Awalnya, lokasi ini berupa sebidang tanah kosong berupa hutan belukar pemberian Sultan Tahmid Allah, penguasa Kesultanan Banjar saat itu.
Syekh Arsyad menyulap tanah tersebut menjadi sebuah perkampungan yang di dalamnya terdapat rumah, tempat pengajian, perpustakaan dan asrama para santri.
Sejak itu, kampung yang baru dibuka tersebut didatangi oleh para santri dari berbagai pelosok daerah. Kampung baru ini kemudian dikenal dengan nama kampung Dalam Pagar.
Di situlah diselenggarakan sebuah model pendidikan yang mengintegrasikan sarana dan prasarana belajar dalam satu tempat yang mirip dengan model pesantren. Gagasan Syekh Muhammad Arsyad ini merupakan model baru yang belum ada sebelumnya dalam sejarah Islam di Kalimatan masa itu.
Kisah perjuangan ulama besar, Syekh Muhammad Arsyad Al-Banjari memulai sesuatu yang baru ini bisa menjadi penambah semangat dalam menghadapi kondisi pesantren kita saat ini yang harus melakukan perubahan sesuai konsep New Normal.
Perubahan harus berani kita mulai dari sekarang karena virus korona juga belum tahu kapan akan berakhir. Tentunya, perubahan itu tanpa menghilangkan nafas dari tujuan pesantren yang tertuang dalam Undang- Undang Nomor 18 tahun 2019 tentang Pesanten. Yakni, Mewujudkan Islam yang rahmatan lil'alamin dengan melahirkan insan beriman yang berkarakter, cinta tanah air dan berkemajuan.
Sedangkan Pengelompokan Usia Rentan, memang perlu juga dilakukan. Sekali lagi, didasari prinsip menjaga guru-guru pesantren yang kita cintai tetap sehat bukan untuk membuat perbedaan apalagi sekat. Memang, sesuatu yang baru awalnya akan terasa rumit. Namun harus segera kita mulai agar kehidupan pesantren berjalan kembali. Saya rasa, bisa.
Saya jadi teringat, kisah perjuangan Syekh Muhammad Arsyad Al-Banjari saat membuka tempat pengajian (semacam pesantren) bernama Dalam Pagar. Awalnya, lokasi ini berupa sebidang tanah kosong berupa hutan belukar pemberian Sultan Tahmid Allah, penguasa Kesultanan Banjar saat itu.
Syekh Arsyad menyulap tanah tersebut menjadi sebuah perkampungan yang di dalamnya terdapat rumah, tempat pengajian, perpustakaan dan asrama para santri.
Sejak itu, kampung yang baru dibuka tersebut didatangi oleh para santri dari berbagai pelosok daerah. Kampung baru ini kemudian dikenal dengan nama kampung Dalam Pagar.
Di situlah diselenggarakan sebuah model pendidikan yang mengintegrasikan sarana dan prasarana belajar dalam satu tempat yang mirip dengan model pesantren. Gagasan Syekh Muhammad Arsyad ini merupakan model baru yang belum ada sebelumnya dalam sejarah Islam di Kalimatan masa itu.
Kisah perjuangan ulama besar, Syekh Muhammad Arsyad Al-Banjari memulai sesuatu yang baru ini bisa menjadi penambah semangat dalam menghadapi kondisi pesantren kita saat ini yang harus melakukan perubahan sesuai konsep New Normal.
Perubahan harus berani kita mulai dari sekarang karena virus korona juga belum tahu kapan akan berakhir. Tentunya, perubahan itu tanpa menghilangkan nafas dari tujuan pesantren yang tertuang dalam Undang- Undang Nomor 18 tahun 2019 tentang Pesanten. Yakni, Mewujudkan Islam yang rahmatan lil'alamin dengan melahirkan insan beriman yang berkarakter, cinta tanah air dan berkemajuan.
(msd)
tulis komentar anda